“Demi Fajar, dan malam yang
sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)
Syekh Nawawi Banten dalam tafsir
Murah al-Labid, menafsiri ‘malam yang sepuluh’ dengan sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah. (Tafsir Murah al-Labid, II/628).
Salah satu ibadah yang sangat
dianjurkan di awal bulan Dzulhijjah ialah ibadah puasa sunah, khususnya puasa
di hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan hari Arafah (9 Dzulhijjah).
Keutamaan puasa pada dua hari
tersebut telah disebutkan pada sebuah hadis:
صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً
“Puasa hari Arafah dapat menebus dosa setahun yang lalu.” (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud dari Abi Qatadah) (Al-Munawi, Faidh al-Qadir, IV/211)
Dalam hadis lain disebutkan:
صَومُ يَوْمِ التَّرْوِيَّةِ كَفَّارَةٌ سَنَةً وَصَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةٌ سَنَتَيْنِ
“Puasa hari Tarwiyah dapat menghapus dosa setahun dan puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun.” (Jami’ Al-Ahadits, XIV/34)
Meskipun sebagian ulama menilai hadis tersebut lemah, namun tetap bisa diamalkan menimbang muatan fadhail al-a’mal (keutamaan-keutamaan amal) di dalamnya. Apalagi pada awal bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa. Dalam salah satu hadis dikatakan:
مَامن أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يارسول اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بشَئٍ
“Tidak ada amal yang lebih disukai Allah daripada perbuatan baik yang dilakukan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Para Sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah?’ Rasulullah menjawab, ‘Walau jihad di jalan Allah, kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali lagi (mati syahid).” (Nail al-Authar, III/312).
Adapun bagi niat berpuasa di dua hari utama akhir 10 hari utama Dzil Hijj ini adalah sebagai berikut:
Semoga bermanfaat.
(dari berbagai sumber)