Bulan Suro, Penjiwaan atas Elegi Kemanusiaan

Laduni.ID, Jakarta – Jika datang bulan muharram yang ditunggu itu adalah pawai obornya, bubur suro, puasa sunnah dan santunan yatim. Ada kumpulan perasaan yang membaur menjadi satu makna saat memasuki muharram (bulan suro), terutama ketika santunan atas anak-anak yatim dan piatu. Kesedihan yang membuncah dari jiwa kemanusiaan. Pada titik itu rasa mencintai manusia dan kemanusiaan tumbuh sebagai kesadaran. Sejatinya muharam melapangkan arti kesalehan, arti kepedulian, arti pengorbanan dan kerelaan manusia secara eksistensial karena ciptaan Tuhan.

Sejarah peradaban manusia telah mengalami percepatan sedemikian rupa. Kita hidup di era di mana kemajuan di berbagai bidang tersosialisasikan dengan mudahnya. Percepatan dan segala kemajuan di berbagai bidang ini pun tentu sangat mempengaruhi pola interaksi antar-manusia yang nampaknya lebih condong kearah destruktif.

Ada satu pesan khusus yang dapat kita tangkap dari sebuah kemajuan, bahwasanya kita akan segera memasuki dunia yang serba ekstrim di masa depan apabila manusia kehilangan respons terhadap rasa kemanusiaannya.

Namun tanda-tanda ini nampaknya mulai tumbuh dalam pola interaksi masyarakat. Sebut saja yang terkini yakni semakin sering disebarnya fitnah dan hoax di media sosial yang mempengaruhi mental masyarakat. Dan entah secara sadar atau tidak telah membuat masyarakat mengorbankan jati diri kemanusiaannya.

Makna Kesalehan

Dalam riwayat Abu Hurairoh RA itu Rasulullah SAW telah bersabda.

افترض على بني اسراءيل صوم يوم في السنة و هو يوم عاشوراء العاشر من المحرم فصوموه ووسعوا فيه على عياله و من وسع على عياله من ماله في يوم عاشوراء وسع الله عليه ساءر سنته و من صام هذا اليوم كان كفارة اربعين سنة و ما من احد احيا ليلة عاشوراء و اصبح صاءما مات و لم يدر بالموت

Artinya: “Telah diwajibkan atas bani israrl puasa satu hari di dalam tahun dan itu adalah asyuro, satu hari kesepuluh dari bulan muharram. Maka mereka puasa dan menyantuni. Siapa yang menyantuni kerabat terutama yatim di hari kesepuluh, maka Allah akan luaskan hartanya setahun lamanya. dan siapa yang berpuasa di sepuluh hari dari muharam maka Allah gantinya dengan ganjaran puasa selama 40 tahun.”

Makna Kerelaan

Sikap peduli atas orang yang tertindas, terhadap yang terkena musibah, atau sakit, hingga kepeduliaan atas nasib anak-anak yatim, anak-anak terlantar, janda-janda jompo juga menjadi penanda bahwa bulan suro sebagai tonggak spiritualitas dan eksistensialitas manusia.

قال بعض السلف ومن تصدق فيه يومءذ ادرك مافاته من صدقة السنة

Artinya: “Dan siapa yang bersedekah di hari ini (asyuro) maka kelak menemukan kesempatan (pahala) seprti bersedekah satu tahun.”

Makna Pengorbanan

Tidak saja muharam memberi ruang spiritualitas karena bulan tersebut menjadi tonggak terciptanya alam semesta, tonggak terlahirnya manusia-manusia pilihan, bahkan tonggak pengorbanan manusia atas kemuliaan dan perjuangan di jalan yang benar.

Namun, muharam juga menjadi titik refleksi dari elegi kemanusiaan, korban keserakahan manusia atas manusia lainya, bahkan pengorbanan manusia dalam membela kebenaran meski harus menjadi martir atas sikap tersebut.

Penutup

Sebagai muslim disunnahkan berpuasa, bersedekah, menyantuni anak-anak yatim dan banyak istighfar dan berdoa.

Serang, 9 Agustus 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi – Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Prov. Banten


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/72879/bulan-suro-penjiwaan-atas-elegi-kemanusiaan.html