Etika Membaca Kitab

Laduni.ID, Jakarta – Sayyid Syarif Jurjani mengulang-ngulang kitab syarah Syamsiah sebanyak 16 kali sebelum ngaji ke Qutburrazi. Syekh al-Khayali beri’tikaf dalam kitab Mawaqif selama 6 tahun.

Para ulama terdahulu menasehati agar fokus satu kitab, terlebih matan dan syarah. Tidak benar-benar pindah ke kitab yang lain kecuali benar-benar menguasai kitab tersebut.

Salah satu syahwat terbesar thalib ilmu ingin cepat-cepat khatam sebuah kitab. Terus pindah ke kitab lain, sebelum menguasai kitab sebelumnya. “Terus begitu, hingga bertahun-tahun tidak menguasai satu fan ilmu apapun. Tidak ada malakah ilmu dalam dirinya,” demikian kata Syekh Fauzi.

Membaca kitab itu seperti berinteraksi dengan seseorang. Ada kitab yang tidak perlu berinteraksi lama dengannya, seperti biografi ulama, beberapa diwan syair yang mudah dipahami, atau novel, sebagaimana kita berinteraksi dengan seseorang yang tidak terlalu akrab dengan kita. Ada juga kitab yang harus berinteraksi lama dengannya, berusaha mencari rahasia-rahasia yang terkubur dalam ibarat-ibaratnya, seperti kitab matan ilmu dan syarahnya serta hasyiahnya, sebagaimana Anda berinteraksi dengan kekasih yang Anda dambakan.

Orang tidak akan menanyakan jumlah kitab yang Anda baca, tapi mereka akan menanyakan saripati buku yang melekat dalam jiwa dan akal Anda.

Seorang ulama pernah mengatakan, “Bacalah sebuah kitab dan usahakan hafalkan maknanya yang Anda bisa ungkapkan dengan bahasa Anda sendiri. Sekalipun kitab itu sudah hilang, Anda tidak akan sedih, karena makna kitab itu adalah dalam akal Anda.”

Syaikh Husam selalu mengingatkan,

القراءة بالكيف لا بالكم

“Membaca itu yang dilihat kualitasnya bacaannya, bukan jumlah yang dibaca.”

Darrasah, 6 Agustus 2021

Sumber Tulisan Ustadz Siddi Beben


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/72971/etika-membaca-kitab.html