Enam Nasihat dalam Kitab Ayyuhal Walad

Islam memiliki ulama-ulama masyhur. Salah satunya adalah Imam Al-Ghazali. Ia adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia yang dikenal hingga sampai ke belahan dunia barat. Beliau melahirkan karya fenomenal semasa hidupnya, yaitu Ihya’ Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama).

Khusus di bidang pendidikan anak, ulama yang memiliki gelar “Hujjatul Islam” ini menorehkan tinta hitamnya beruntai nasihat yang dikumpulkan menjadi satu kitab kecil yang diberi nama kitab Ayyuhal Walad.

Diceritakan dalam kitab mungil tersebut, seorang murid sedang berguru kepada Imam Al-Ghazali. Darinya, murid itu mendapat banyak hikmah dan banyak pesan tentang bagaimana memiliki sifat dan sikap menjadi sebaik-baik manusia. Kitab ini lebih khusus ditujukan untuk para penuntut ilmu. Tentu banyak nasihat yang disebutkan di dalamnya. Sedikit di antaranya adalah:

Imam Al-Ghazali sangat ‘mewanti-wanti’ muridnya satu ini untuk mampu membedakan mana ilmu yang baik, mana yang buruk. Lebih banyak maslahatnya atau mudharatnya. Al-Ghazali pun mengajarkannya doa yang biasa Rasulullah ucapkan, yaitu

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ

Yang artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari Ilmu yang tidak bermanfaat…”

Meneropong kondisi di zaman ini, ilmu apapun bisa didapatkan dengan mudah berkat kemajuan teknologi. Namun sayang, masih sering ditemui  konten-konten digital yang tidak bermutu disebar luas oleh pemiliknya. Tentu sebagai muslim sejati, hendaknya jangan sampai terjebak ataupun memaklumkan ilmu yang tidak ada untungnya di sisi dan Agama Allah SWT.

Baca juga:  Sabilus Salikin (161): Aurad dan Hizib Tarekat Bayumiyah

Dalam kitab Ayyuhal Walad dituliskan

سهر العيون لغير وجهك ضائع           و بكاؤهن لغير قصد باطل

Yang artinya, mata yang begadang pada sesuatu yang sia-sia akan hilang. Dan tangisnya pada sesuatu yang tidak dimaksudkan, batil. Hemat penulis, maksud dari kalimat di atas adalah segala hal akan sia-sia jikalau menghabiskan waktu tanpa ada manfaat di dalamnya.

Selain menghabiskan waktu tiada manfaat itu termasuk orang-orang yang rugi, Imam Al-Ghazali menyebut bahwa hal ini yang memicu marah atau murkanya Allah SWT kepada tiap makhluk-Nya. Pun ketika seorang hamba sudah memasuki usia 40 tahun, tetapi masih suka berleha-leha dan santai pada urusan ibadah, maka Allah sudah menyiapkan tempatnya di neraka kelak. Naudzubillahi min dzalik.

Imam Al-Ghazali menyebut bahwa segala perbuatan buruk itu disukai oleh para pelaku maksiat, karena sifatnya yang selalu memuaskan hawa nafsu. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan karakteristik nasihat. Meluruskan yang salah arah, membenarkan yang batil, dan memperbaiki yang keliru.

Sekarang ini, betapa banyak orang yang dinasihati justru membalas dengan enteng seperti:

“Urusin aja hidup lo! Hidup lo belom bener, kok ngurusin hidup orang lain.”

“Sana siapa?! Sok-sok nasihatin gue.”

Atau “Emang pahala lo udah banyak, ya. Kok suka nasihatin orang lain?”

Baca juga:  Sufisme di Barat: untuk Ulil Abshar Abdalla

Mungkin, jika bertemu dengan orang yang memiliki mindset seperti itu, nasihat itu memang sulit bagi pelaku maksiat karena hatinya yang terlampau jauh jaraknya dengan Allah ‘Azza wa Jalla.

Sudah banyak perkataan para ulama tentang pentingnya beramal setelah berilmu. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa mengungguli manusia dalam ilmu, maka dia lebih pantas untuk mengungguli mereka dalam amal”. Artinya, mereka yang lebih berilmu sudah sewajarnya beramal sebanyak kadar ilmu yang didapat. Semakin banyak ilmu, semakin banyak amal. Begitu logikanya. Rasulullah SAW pun pernah berkata: ”Manusia yang paling keras adzabnya di hari kiamat adalah seorang alim yang tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya.”

Maka dari itu, Imam Al-Ghazali pun tidak luput dari memberi pesan kepada muridnya seputar ini. Menurut beliau, beramal adalah tahapan puncak dalam proses menuntut ilmu. Termasuk tahap yang paling penting, karena ilmu tanpa amal adalah sebuah kegilaan dan amal tanpa ilmu bukanlah sebuah keniscayaan.

العلم بلا عمل جنون, و العمل بغيرعمل لا يكون

Bulatkan tekad dalam dirimu dan kalahkan hawa nafsu yang tertanam di jiwamu. Sesungguhnya kematian ada di badanmu dan rumahmu adalah kuburan. Begitulah kira-kira terjemahan secuil hikmah dari kitab Ayyuhal Walad. Imam Al-Ghazali mempertegasnya dengan salah satu Kalam Allah,

Baca juga:  Imam al-Qusyairi, Sufi yang Prihatin atas Penyimpangan Tasawuf

ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Artinya: “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr:28)

Tiga suara yang disenangi Allah adalah suara ayam jago, suara hamba yang sedang membaca Al-Qur’an, dan suara hamba yang beristighfar di waktu sahur. Dipahami sebagian besar manusia, waktu sahur adalah kisaran pukul 3 pagi hingga menjelang subuh. Di waktu ini, Imam Al-Ghazali mengajak muridnya dan pembaca kitab Ayyuhal Walad untuk menjauhkan diri dari kasur seraya bangun dan memohon ampun kepada Allah SWT.

Suatu waktu, Lukman Al-Hakim pernah berwasiat kepada anaknya, “Jangan sampai suara ayam jago lebih baik dari dirimu, karena panggilannya di waktu sahur sedang kamu justru tertidur dengan lelapnya.”

Ketika selalu mengingat dosa yang telah diperbuat, seorang hamba akan selalu beristighfar kepada Allah dan selalu mengabdikan sedikit waktunya untuk bertahajud yang termasuk waktu mustajab untuk berdoa. Semoga Allah selalu memudahkan kita dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Amin.

(Sumber bacaan: Kitab Silsilatul Azhar li Ta’limil Lughoh al-‘Arobiyyah)

https://alif.id/read/gsm/6-untaian-nasihat-dalam-kitab-ayyuhal-walad-b239787p/