Penulis: Muhammad Mufti AW, Guru Pesantren Darunnajah Cipining Bogor
RumahBaca.id – Saat ini ada tiga kata terkait kompetensi yang tampaknya menjadi wajib dimengerti oleh siswa (mungkin termasuk yang “maha”), dan terlebih dulu tentunya oleh para guru/pendidik. Ketiga “jimat” atau “mantra” itu ialah literasi, numerasi, dan karakter.
Nah, terkait hal yang pertama, di media sosial pun berkembang komunitas literasi. Para guru merasa tidak afdhal jika tidak masuk menjadi anggotanya. Bahkan “emak-emak” pun banyak yang gandrung. Salah komunitas itu ialah Komunitas Bisa Menulis (KBM).
Setelah saya nguping, ternyata untuk bisa menulis, seseorang terlebih dahulu harus (bisa) membaca. Karena, tulisan yang baik/bermutu itu harus kaya referensi. Dan untuk bisa membaca, tahap awalnya ialah mengeja (tahajjī, spelling).
Berkaitan dengan itu, jika ada, mungkin pantasnya saya masuk komunitas KBM juga, tetapi yang derajatnya seperti tertulis di judul. Pernah saya menjadi anggota KBM advanced level, tetapi nggak betah karena “belum kelasnya”.
Di era ini banyak kawan dan sahabat yang formally well educated dan literate (mutsaqqaf). Sebagian mereka bahkan juga layak digelari faqīh, fuqahā’. Karya tulis mereka mengalir dan ghazīrul māddah, dengan materi yang begitu derasnya, bagai mata air zamzam.
Sedangkan saya, menulis pun masih kaku dan kagok. Hasilnya? Jangan tanya. Belum level diterima di majalah dinding sekalipun.
Oleh karena itu ketika beberapa waktu lalu ada sahabat FB yang meminta agar sebuah coretan (status) saya dimuat di website/blognya, dalam hati saya bergembira. Tetapi tetap saya tanyakan, “Layakkah tulisan itu dimuat?” “Insyāallāh,” jawabnya. Jadilah coretan yang sangat sederhana itu “nangkring” di situs rumahbaca.id.
Ternyata sahabat dumay saya yang baik hati itu juga menginisiasi dan mengelola komunitas Sobat Literasi Nusantara. Lagi-lagi, dengan kemurahan hatinya, saya dimasukkan menjadi anggota grup.
Singkat cerita, terkumpullah tiga puluhan artikel yang beragam tetapi senafas bertema pendidikan, dan lebih spesifiknya keguruan dan parenting. Penulisnya dua puluhan orang.
Lalu sang inisiator menawarkan bagaimana jika kumpulan artikel-artikel itu diterbitkan menjadi sebuah buku antologi (bunga rampai). Para anggota setuju.
Alhamdulillah, buku Menjadi Guru Inspiratif di Era Digital akhirnya terbit sepekan lalu, dan telah diselenggarakan launching sekaligus bedah bukunya Senin, 18 Oktober 2021 malam lalu. Alhamdulillah, ternyata waktu ini bertepatan dengan malam maulidnya Rasulullah Muhammad SAW. Selamat kepada kawan dan sahabat di rumahbaca.id dan Sobat Literasi Nusantara.
Terima kasih, jazākumullāhu khairan, kepada Ustaz (Kang) Masyhari selaku inisiator penerbitan buku. Beliau ternyata adalah ketua Prodi Hukum Keluarga Islam dan Ekonomi Syariah Institut Agama Islam (IAI) Cirebon. S1-nya diperoleh dari Lipia Jakarta.
Terima kasih juga kepada Gus Rijal Mumazziq Z yang telah memperjelas mind map dan kategori artikel-artikel buku ini melalui artikel pengantarnya, terutama memberi “ruh” bagi tulisan saya sehingga tampak hidup. Beliau adalah Rektor Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah (INAIFAS), Kencong, Jember. Beliau adalah alumnus Al-Islam Joresan Mlarak Ponorogo. Apresiasi juga perlu disampaikan kepada pimpinan dan staf penerbit Gemala, Depok.
Jika artikel saya di buku ini didapati unqualified atau irrelevant mohon maklum. Dan jika sahabat FB serta para pembaca berkenan, mohon koreksi dan sarannya agar saya bisa menulis yang bermutu. Terima kasih.[]
*Untuk pemesanan buku, silakan klik DI SINI.