Kiai Sahal Mahfudh (4): Dari Pesantren untuk Indonesia dan Dunia Islam

KH. MA. Sahal Mahfudh adalah tokoh bangsa dan dunia Islam. Beliau bukan hanya tokoh pesantren dan umat Islam Indonesia. Beliau adalah tokoh bangsa dan dunia Islam yang pemikiran dan gerakannya bertujuan mengokohkan persatuan nasional dan membangun peradaban dunia Islam menjadi lebih dinamis, progresif, dan kosmopolit.

Posisi KH. MA. Sahal Mahfudh sebagai Rais ‘Am Syuriyah PBNU dan Ketua Umum MUI mendorong beliau untuk mengartikulasikan pemikiran kebangsaan yang anti sektarian dan primordial. Beliau tidak hanya memikirkan umat Islam, tapi juga eksistensi bangsa Indonesia yang pluralistik dan heterogenistik.

Hebatnya, pemikiran kebangsaan KH. MA. Sahal Mahfudh tetap berpijak kepada bidang keilmuan beliau yang diakui dunia, yaitu fiqh dan ushul fiqh. Dua ilmu inilah yang menjadikan pemikiran KH. MA. Sahal Mahfudh kontekstual, solutif, dan transformatif.

Beberapa pemikiran fiqh kebangsaan KH. MA. Sahal Mahfudh adalah sebagai berikut:

Pertama, dalam relasi sesama umat Islam, ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan sesama umat Islam) dikedepankan. Namun dalam relasi dengan nonmuslim, prinsip utamanya adalah toleransi demi kemaslahatan umum (KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, 1994).

Kedua, demokrasi mendorong terjadinya partisipasi publik secara terbuka tanpa intimidasi, paksaan, dan ancaman. Kesuksesan demokrasi ditentukan oleh kesadaran publik tentang hak dan kewajiban warga Negara yang harus dijalankan dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara ((KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, 1994).

Ketiga, tanggungjawab besar Negara adalah menegakkan keadilan terhadap rakyatnya. Dalam konteks bangsa Indonesia, Negara tidak perlu berlabel Islam karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural. Oleh sebab itu, para politisi muslim harus mampu menanggalkan simbol-simbol agama karena akan melahirkan fanatisme agama. Dalam konteks ini, Islam harus dihadirkan sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin) (Asmani, 2015).

Tiga pemikiran fiqh kebangsaan KH. MA. Sahal Mahfudh ini dikuatkan dengan gerakan nyata beliau dalam membumikan fiqh kebangsaan. Beliau termasuk tokoh yang menerima Pancasila sebagai dasar Negara dalam Muktamar NU di Situbondo tahun 1984. Beliau aktif menggalang kerjasama lintas agama untuk meningkatkan kemandirian ekonomi rakyat, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mematangkan kedewasaan berpolitik yang berorientasi kepada ketahanan nasional. Beliau bisa membedakan wilayah ibadah dan mu’amalat. Dalam wilayah ibadah (relasi vertikal-dogmatik), masing-masing mempunyai aturan main sendiri. Sedangkan dalam mu’amalat (relasi sosial-ekonomi), kerjasama adalah keniscayaan demi kemajuan bangsa yang dicita-citakan bersama (Asmani & Chasannudin, 2021).

Pemikiran dan gerakan fiqh kebangsaan KH. MA. Sahal Mahfudh di atas berpijak kuat kepada teks-teks fiqh dan ushul fiqh yang bertujuan menegakkan tujuan syariat Islam substansial (maqashidus syari’ah al-haqiqiyyah), yaitu mendatangkan kemanfaatan dan menolak kerusakan di dunia dan akhirat. Dalam teks-teks fiqh dijelaskan haramnya berbuat dzalim kepada sesama anak manusia, muslim maupun nonmuslim. Dalam kaidah fiqh juga dijelaskan bahwa kemaslahatan umum harus didahulukan dari kemaslahatan khusus.

Baca juga:  Ulama Banjar (96): KH. Muhammad Khairan Alie

KH. MA. Sahal Mahfudh termasuk tokoh ulama yang aktif membumikan maqasidus syariah dalam kajian fiqh. Maqasidus syariah adalah tujuan syariat Islam yang terbagi menjadi tiga, dlaruriyyat (primer), hajiyat (sekunder), dan takmiliyyat (komplementer). Dalam kajian maqasidus syari’ah ini, fiqh tidak boleh hanya bercorak normatif-tekstual, tapi harus mampu menjadi solusi problematika keummatan dan kebangsaan secara riil dan aplikatif.

Dinamitas dan fleksibilitas pemikiran dan gerakan fiqh kebangsaan KH. MA. Sahal Mahfudh di atas menjadikan beliau sosok yang diterima semua kalangan. Di kalangan umat Islam, KH. MA. Sahal Mahfudh diterima di kalangan komunitas Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan seluruh organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam Majlis Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan di kalangan nasionalis, eksistensi KH. MA. Sahal Mahfudh diterima oleh seluruh elemen bangsa Indonesia lintas agama dan sektoral. Dengan semua pemeluk agama, eksistensi KH. MA. Sahal Mahfudh diterima dengan baik karena pandangan keagamaannya yang substantif dan akomodatif terhadap transformasi sosial budaya yang pluralistik.

Hal inilah yang menjadikan kontribusi KH. MA. Sahal Mahfudh dalam mengokohkan persatuan nasional sangat besar. Beliau mengokohkan Pancasila, Binneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar 1945. Empat ini adalah pilar utama bangsa Indonesia yang diperjuangkan KH. MA. Sahal Mahfudh. Pandangan keagamaan beliau yang menyejukkan, merekatkan, dan mendamaikan membuat seluruh elemen bangsa merasa nyaman berada di rumah besar Indonesia dengan penuh kekeluargaan. Fanatisme agama dijauhkan dan demokrasi substansial diperjuangkan dengan sungguh-sungguh dan penuh ketulusan. Akhirnya KH. MA. Sahal Mahfudh tampil sebagai rujukan bagi seluruh elemen bangsa lintas sektoral dalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan dan kemanusiaan yang muncul di permukaan.

Baca juga:  Kiai Afif

Di sinilah relevansi dan aktualitas fiqh kebangsaan KH. MA. Sahal Mahfudh yang berorientasi kepada pembumian Islam rahmatan lil-alamin. Keadilan, kesejahteraan, dan persatuan nasional adalah tujuan fiqh kebangsaan yang diperjuangkan KH. MA. Sahal Mahfudh sepanjang hayat. Menjadi tugas para santri penerus KH. MA. Sahal Mahfudh untuk mengembangkan gagasan fiqh kebangsaan ini sehingga fiqh senantiasa relavan dan uptodate terhadap segala tantangan yang menghadang.

https://alif.id/read/jamal-mamur-asmani/kiai-sahal-mahfudh-4-dari-pesantren-untuk-indonesia-dan-dunia-islam-b240554p/