Laduni.ID, Jakarta – Muktamar Ke-34 NU yang diselenggarakan pada 22-25 Desember 2021 di Lampung akan mengangkat tema “100 tahun NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Membangun Peradaban Dunia”.
Kemandirian Nahdliyin dan warga bangsa secara umum di bidang ekonomi menjadi salah satu hal yang harus diberi perhatian khusus.
“Mandiri itu kan berdaulat. Misalnya dari sisi ekonomi dan pengelolaan sumber daya yang ada. Kita sangat kaya tetapi belum berdaulat. Inilah yang harus refleksikan untuk ke depan,” ujar Ketua Panitia Muktamar ke-34 NU, Imam Aziz, Kamis, 11/11/2021
Imam juga menjelaskan, kemandirian warga NU di bidang ekonomi secara umum, belum sampai pada cita-cita yang diharapkan.
“Dalam teori makro-ekonomi, kemandirian itu akan berbasis pada beberapa hal. Pertama, pengetahuan dan intelektual. Ini lebih kepada pengembangan sumber daya manusia. Saya kira, kita harus rendah hati mengakui bahwa kita belum sampai pada taraf pengetahuan yang cukup untuk dijadikan sebagai landasan,” kata Imam Aziz.
Baca juga: Muktamar untuk 2026, Bukan 2024
Kedua, basis yang harus dikembangkan NU untuk mencapai kemandirian adalah soal teknologi, khususnya teknologi informasi. “Kita juga masih ketinggalan di situ. Harus direfleksikan, meskipun sekarang sudah mulai banyak, tetapi kan kalau dibandingkan tetangga,” terang Imam Aziz.
Ketiga, Imam Aziz menekankan bahwa sebagian besar warga NU yang kehidupannya berbasis pada pertanian harus lebih dieksplorasi. Hal ini masih harus diperjuangkan untuk meningkatkan kualitas dan jumlahnya. Tanah garapan, teknologi pertanian yang bagus, dan jejaring ekspor-impor yang baik hingga kini juga harus ditingkatkan dengan baik oleh warga NU.
“Kita harus melihat ke belakang dan ke depan. Kadang kita lupa bahwa negara kita sangat kaya dari sisi agraria, tetapi kita juga sangat miskin dari segi produk-produk agraria. Kita juga kaya dengan laut, tetapi kita juga miskin dengan produk-produk laut. Itu akan menjadi agenda besar NU ke depan,” terangnya.
Karena itu, pada gelaran Muktamar ke-34 NU di Lampung nanti, salah satu forum bahtsul masail akan membahas soal reforma agraria yang sampai saat ini belum tuntas. Banyak kebijakan-kebijakan negara terkait reforma agraria yang perlu sinkronisasi agar tidak tumpeng tindih.
Ia juga menjelaskan bahwa tema perdamaian dunia sengaja dipilih karena saat ini telah menjadi kebutuhan mendesak untuk mendapat perhatian NU. Artinya, warga dunia saat ini sangat membutuhkan peran-peran NU di kancah global.
Baca juga: Logo Muktamar NU ke-34 Lambangkan Kemandirian, Semangat, dan Kehangatan
Imam Aziz bercerita ketika menerima kunjungan Duta Besar Afghanistan yang sangat berharap agar NU berperan untuk menjadi ‘mentor’ bagi keberlangsungan penyelenggaraan negara di sana. Dikatakan dia, Afghanistan tidak hanya membutuhkan gagasan Islam moderat dari NU, tetapi juga hal-hal lain yang berkaitan dengan konsiliasi demokrasi pengembangan ekonomi hingga keamanan.
Berkaitan dengan teknis, Imam menjelaskan bahwa Muktamar Ke-34 kali ini akan dilaksanakan di empat tempat. Basis penyelenggaraan Muktamar ini di Pondok Pesantren Darussa’adah, meliputi pembukaan dan pleno. Sementara acara lain, seperti sidang komisi dilaksanakan di UIN Raden Intan, Universitas Lampung (Unila), dan Universitas Malahayati.
Ketua PBNU ini juga menegaskan komitmenya untuk menjaga protokol kesehatan. Hal ini diseriusi dengan pengurangan jumlah peserta dari tujuh orang dari setiap perwakilan wilayah, cabang, dan cabang istimewa, menjadi tiga orang. Pembagian acara ke empat tempat merupakan bagian dari untuk mematuhi protokol kesehatan.
“Ini sebagai gambaran bahwa muktamar ini akan mematuhi prokes dan tentu saja kita menunggu jawaban permohonan panitia dari Satgas Covid-19 nasional maupun tingkat daerah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Steering Committee (SC) Muktamar Ke-34 NU M Nuh menjelaskan, memasuki usia 100 tahun kedua, pembahasan Muktamar Ke-34 NU didasarkan pada beberapa pertimbangan.
Pertama, bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2035 mendatang. Hal ini, menurutnya, harus disiapkan mengingat mayoritas di antara 70 persen penduduk Indonesia berusia produktif itu adalah warga NU.
Selain itu, perkembangan teknologi digital yang demikian pesat, jelasnya, harus dimanfaatkan NU di dalam pengelolaanya ke depan. Sebab, semua bidang, menurutnya, membutuhkan teknologi digital.
Munculnya aliran keagamaan transnasional yang sering mengganggu terhadap prinsip keindonesiaan juga menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan Muktamar kali ini. “Kita harus kelola dan sikapi dengan baik,” katanya.
Nuh juga menyampaikan bahwa NU sudah mengalami mobilitas vertikal, baik segi sosial, kesejahteraan, maupun intelektual. Desain NU ke depan harus menciptakan rumah besar menampung segala ragam profesi.
Hal yang tidak kalah penting adalah perubahan cuaca yang akan berdampak bagi perkembangan NU ke depan.