Gus Hakam, Rokok, dan Aksi Heroik

Oleh: Mukani* Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, telah wafat guru kita, KH. Abd. Hakam Kholiq . Begitulah bunyi pesan di group alumni Teb…

Oleh: Mukani*

Innalillahi
wa inna ilaihi raji’un, telah wafat guru kita, KH. Abd. Hakam Kholiq
.
Begitulah bunyi pesan di group alumni Tebuireng, Selasa (9/11/2021) sore.
Pengirimnya adalah H. Ardin, salah satu ustadz senior di Pondok Tebuireng. Mengagetkan
sekaligus sedih.

KH. Abdul Hakam akrab disapa Gus Hakam. Almarhum
menghembuskan nafas terakhir di kediaman, tepat di depan Pondok Tebuireng
Jombang. Beliau wafat di usia 80 tahun lebih. Tepatnya di hari Selasa Wage,
sekitar pukul 15.00 WIB. Jenazah almarhum dimakamkan setelah Maghrib di area maqbaroh Pesantren Tebuireng.

Gus Hakam adalah salah satu putra dari KH. Abdul
Kholiq bin Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Secara nasab, Gus Hakam adalah
salah satu cucu dari tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Gus Hakam
memiliki istri Hj. Rofi’, dari Dusun Jatirejo Barat, yang juga sudah wafat
beberapa tahun lalu.

KH. Abdul Kholiq sendiri adalah pengasuh Pesantren
Tebuireng tahun 1952-1965. Menurut Fathoni (2020), KH. Abdul Kholiq adalah
salah satu tokoh militer di Jawa Timur yang sangat disegani. Terutama dalam
menyusun kekuatan menghadapi agresi militer Belanda. Bahkan Brigjen R.
Kretator, pucuk pimpinan militer saat itu, secara khusus harus sowan langsung
dalam konsolidasi kekuatan menghadapi tentara Belanda.  

Sabar nan Kalem

            Saat masa-masa awal di Pondok
Seblak, saya sudah tidak asing lagi dengan sosok Gus Hakam. Hampir setiap malam
bisa menjumpai dengan mudah keberadaan Gus Hakam. Para santri yang terbiasa
ngopi di warung Cak Asrof, yang berlokasi tepat di depan kediaman Gus Hakam.
Terutama saat menunggu dimulainya pengajian oleh KH. Ishaq Lathif.

Biasanya setelah Isyak, Gus Hakam akan duduk-duduk di
depan kantor BRI Cukir. Lokasinya memang bersebelahan dengan kediaman beliau.
Yang sering saya lihat beliau merokok dengan begitu santainya. Tentu dengan
pakaian bersarung dan kopyah khasnya. Bahkan sering mengenakan kaos oblong.

Bagi orang baru, tentu tidak kenal bahwa beliau adalah
salah satu cucu dari pahlawan nasional Hadratussyaikh KH. M. Hasyim As’yari.
Penampilannga yang sederhana, menunjukkan bahwa beliau adalah sosok yang mudah
bergaul. Tidak memandang latar belakang status sosial.

Para tukang becak yang biasa mangkal di depan kediaman
beliau juga tidak tampak canggung dengan keberadaan Gus Hakam. Bahkan mereka
tetap asyik main kartu, bersebelahan dengan tempat duduk Gus Hakam.

Area di situ memang ramai hilir mudik orang berlalu
lalang. Ini karena di depan kantor BRI, setiap malam ada penjual nasi goreng
dan lontong tahu yang sudah terkenal. Ini belum ditambah dengan keberadaan
warung Cak Asrof sejak tahun 1990-an yang legendaris itu.

Suatu ketika, saya sempat mengobrol dengan salah satu
tukang becak yang biasa mangkal di depan kediaman Gus Hakam. Saat saya bertanya
alasannya tetap bermain kartu bersama teman-temannya, meski ada Gus Hakam di
sebelahnya, apa tidak sungkan? Dengan enteng dijawab, “kata beliau tidak
apa-apa Mas, kalau hanya bermain, asal tidak pakai uang,” ujarnya santai.

Ya, sebagai salah satu kiai di Tebuireng, sosok Gus
Hakam memang sudah terkenal dengan keilmuan yang dimiliki. Itu belum ditambah
dengan garis nasab yang sudah jelas dari pendiri NU. Meski demikian, tidak
menghalangi beliau untuk bergaul dengan siapapun. Tentu dengan perilaku yang
sopan dan kalem.

Saya sendiri pernah merasakan hal itu. Suatu ketika,
saya diutus oleh almarhum kiai saya untuk menyampaikan bingkisan ke istri Gus
Hakam. Karena istri beliau masih ada urusan di belakang, saya dan teman
dipersilakan menunggu di ruang tamu oleh beliau. Tidak diduga, kami pun
disuguhi teh yang dibawa beliau sendiri dari belakang.

Kami berdua yang hanya seorang santri pun dibuat
tertegun atas akhlak beliau. Terutama dalam menghormati tamu yang datang ke
kediaman beliau. Obrolan hangat pun menemani kami, sambil menunggu ibu nyai
datang.

Sosok Tegas

Gus Hakam memang diakui sangat dekat dengan Gus Dur.
Konon, setiap kali Gus Dur berziarah ke Tebuireng, beliau pasti meminta Gus
Hakam yang memimpin tahlil. Di samping sesama cucu pendiri Pesantren Tebuireng,
Gus Hakam dan Gus Dur berusia terpaut tidak terlalu jauh.

Bahkan suatu ketika Gus Dur mengabari hendak ke
Tebuireng untuk berziarah dan meminta Gus Hakam memimpin tahlil. Namun karena
sudah ada janji kepentingan dengan orang lain, Gus Hakam tidak bisa jika hari
yang sudah ditentukan Gus Dur. Namun apa yang terjadi? Justru Gus Dur yang
menunda hari berziarah ke Tebuireng. Menunggu kesediaan Gus Hakam ada waktu
longgar untuk mendampingi Gus Dur berziarah.

Sebagai pendidik, sosok Gus Hakam dikenal sebagai
pribadi yang ’alim. Di samping itu, kepada
para santri, perhatian dan keteladanan yang diberikan membuat para alumni tetap
mengingat. Meskipun sudah lama meninggalkan Tebuireng sebagai tempat menimba
ilmu.

Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan Gus Hakam
setelah shalat Jumat adalah berziarah di maqbaroh
Pondok Tebuireng. Lokasinya persis berada di belakang masjid pondok. Ratusan
santri pasti akan mengiringi rutinan itu. Meski tidak jarang panasnya terik
mentari menyengat badan mereka.

Sosok Gus Hakam juga dikenal di para guru sebagai
pribadi yang tegas. Pada saat “isu ninja” di tahun 1998 adalah salah satu
buktinya. Masyarakat sudah mulai dibuat resah dengan isu yang berawal dari
dukun santet di Banyuwangi.

Ternyata isu itu juga merembet ke Jombang. Yang
terjadi adalah teror kepada para kiai. Masyarakat pun makin dibuat resah.
Penulis yang saat itu masih santri, disuruh kiai untuk berjaga di gerbang
pondok di setiap malam. Terlebih juga diberitakan bahwa KH. Mahfudz Anwar di
Pondok Seblak juga sempat disatroni para penteror itu.  

Informasi yang beredar ketika itu, KH. Ishomuddin
Hadziq (almarhum Gus Ishom, pengasuh Pesantren Masruriyah Tebuireng), juga
diteror melalui telpon rumah. Bahwa kediaman beliau akan disatroni ninja.
Beliau pun diminta waspada. Kediaman Gus Ishom hanya sekitar 150 meter selatan
Gus Hakam.

Beberapa hari setelah itu, justru Gus Hakam yang
diisukan menerima telpon teror itu. Namun telpon itu dijawab Gus Hakam dengan
tegas. Jika memang si ninja mau mendatangi rumahnya, tidak perlu telpon dulu.
Kapanpun mereka datang, akan ditemui Gus Hakam. Beliau meminta yang menelpon
itu malam harinya untuk datang ke Tebuireng. Lokasinya di lapangan belakang Pondok
Tebuireng, yang sekarang menjadi Masjid Ulil Albab.

Waktu pun tiba. Setelah Isyak, diceritakan Gus Hakam
dengan membawa sebilah pedang mendatangi lokasi tersebut. Para pengurus pondok
pun dibuat geger. Tanpa basi-basi, mereka pun akhirnya mengikuti Gus Hakam.
Ceritanya, beliau menunggu kedatangan ninja yang menelponnya tadi siang. Berani
datang atau tidak? Hingga menjelang Subuh, sang penelpon tidak berani
menampakkan dirinya.

Ya, dari peristiwa itu, Gus Hakam mengajarkan kepada
kita semua. Bahwa kita tidak boleh takut dengan teror apapun. Apalagi itu
mengarah kepada para ulama dan kiai. Mereka harus dihadapi secara tegas. Agar
mereka menghentikan aksinya untuk meresahkan masyarakat.

Namun kini berbagai cerita heroik dari Gus Hakam akan
berhenti. Seiring dipanggilnya beliau oleh Sang Khaliq. Selamat jalan Gus
Hakam, kisah keteladanan Panjenengan akan terus dikenang dan dicontoh oleh
kami, para santri. Wallahu A’lam bil shawab.

 ____________________________________________

*Wakil ketua Mahasiswa Alumni Tebuireng
dan Sekitarnya di Surabaya (Mantebs) periode 2000-2001, sekarang guru MA
Salafiyah Syafi’iyah Pondok Seblak dane pengurus Divisi Riset & Data PW LTNNU JATIM. Tulisan ini didedikasikan dalam rangka 7
 hari berpulangnya KH. Abd Hakam Kholiq.

https://www.halaqoh.net/2021/11/gus-hakam-rokok-dan-aksi-heroik.html