Kiai Abdul Wahab Ahmad: Peran Hadis

Laduni.ID, Jakarta – Al-Qur’an biasanya menggunakan redaksi yang global sehingga memungkinkan untuk ditarik ke sana kemari. Al-Qur’an menyebut fenomena ini sebagai tindakan orang yang hatinya menyimpang untuk mengikuti yang tasyabuh (samar-samar) guna menimbulkan kekacauan penafsiran (fitnah).

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ

Artinya: “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 7)

Namun, penghalang paling besar bagi pikiran yang nyeleneh tersebut adalah hadis. Teks yang global dan masih samar dalam al-Qur’an hampir semuanya dijelaskan dalam hadis. Hal ini sesuai dengan titah Allah sendiri dalam al-Qur’an yang memberi tugas pada Nabi Muhammad untuk menjelaskannya.

وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ اِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوْا فِيْهِۙ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ

Artinya: “Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur’an) ini kepadamu (Muhammad), melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nahl: 64)

Sebab itu, nyaris seluruh pemikiran nyeleneh akan menentang otoritas hadis atau menyebarkan keraguan akan validitasnya secara mutlak agar pemikiran nyelenehnya didengar orang. Tentu hanya muslim yang akalnya eror yang lebih memilih keterangan orang lain atau pikirannya sendiri, daripada penjelasan Nabi Muhammad yang sampai pada kita dari rantai transmisi terpercaya.

Poin yang paling krusial yang dilupakan oleh orang yang menerima al-Qur’an tetapi menolak hadis adalah bahwa seluruh isi al-Qur’an adalah hadis mutawatir. Ya, firman Allah seluruhnya yang tercatat dalam mushaf adalah juga hadis karena diucapkan oleh Nabi Muhammad, tetapi lafadz dan maknanya dinisbatkan pada Allah dengan jalur yang mutawatir (disampaikan olah banyak sekali perawi sehingga tidak diragukan validitasnya).

Kriteria super inilah yang membedakan antara al-Qur’an dengan hadis yang lain, namun tak bisa disangkal bahwa seluruh yang diucapkan oleh Nabi adalah hadis juga. Menyebut hadis sebagai tutur tinular, sama juga akhirnya dengan mengkritik al-Qur’an itu sendiri. Mengkritik hadis dan al-Qur’an sekaligus, sama artinya dengan membuat agama sendiri.

Semoga bermanfaat.

Oleh: Kiai Abdul Wahab Ahmad


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/73605/kiai-abdul-wahab-ahmad-peran-hadis.html