Bunga-Bunga Ramadhan: Budaya Lailatul Qodar (Bag. 6)

ARRAHMAH.CO.ID –Tanggal 27 Ramadhan kemarin
kadung ditahbiskan secara budaya di mana-mana sebagai malam lailatul qodar,
meski bisa saja benar juga bisa saja meleset. Di Jawa Timur, malam itu dikenal
sebagai
malam likuran—atau setiap malam ganjil di malam sepuluh
akhir bulan Ramadhan disebut malam likuran. Tetapi yang menarik ialah
perayaannya di Maluku Utara. Malam tanggal 27 Ramadhan selalu dianggap sebagai
malam
Ale-ale, yaitu malam Lailatul
Qodar. Demikian masyarakat Ternate menyebutnya.

Di malam itu, warga menyalakan
lampu-lampu minyak tanah yang ditaruh di luar rumah. Bahkan di sepanjang
sisi-sisi jalan. Setiap hendak menyalakannya, sudah jadi tradisi, mereka akan
merapal doa-doa terlebih dahulu. Bahkan special di malam ale-ale itu, setiap
kita mau menyalakan lampu baik di dalam rumah ataupun di luar rumah dianjurkan
sekali untuk membaca doa. Kebiasaan ini turun-temurun hingga ke generasi saat
ini.

Yang menarik, warga akan membuat
“Guto” semacam tradisi perayaan menyambut malam lailatul qodar tiap tanggal 27
Ramadhan. Warga akan menaruh ketupat di pohon pisang yang sudah berbuah tandan
pisang, utuh dengan daun-daunnya. Nanti di sekujur batangnya ditempel
buah-buahan hingga ke bagian pangkal pelepah dauh. Di batangnya diikatkan
batang-batang tebu. Malamnya seusai turun dari masjid, tarawih, warga berkumpul
dan berkerumun untuk memetik dan mengambil barang-barang yang menempel di
batang pohon pisang ini. Tradisi ini, konon, menjadi symbol berbagi di malam
lailatul qodar, malam ale-ale.

Malam Lailatul Qodar, dikenal
sebagai malam seribu bulan, merupakan malam keramat di mana-mana. Setiap muslim
yang berpuasa akan terdorong untuk berburu malam terbaik ini demi menggapai
kesempurnaan beribadah di bulan Ramadhan dan menggenapi keutamaan-keutamaan
pahala ibadah di bulan suci ini. Malam lailatul qodar menjadi utama dan penuh
keberkahan berlipat ganda ialah karena di malam itulah wahyu kalam Allah
diturunkan ke langit dunia. Dan, kemudian Jibril a.s menurunkan ke Nabi
Muhammad selama kurang lebih 23 tahun masa kerasulannya. Nabi Muhammad SAW
menjadi nabi pada usia 25 tahun, dan diangkat mejadi Rasulullah setelah usia 40
tahun. Selama 23 tahun kemudian, ketika genap usia 63 tahun beliau wafat.

Selain Al Quran diturunkan di
malam “seribu bulan” itu, ada kisah dimuat dalam kitab “Mutiara Para Pemberi Nasehat dalam Memberi Nasehat dan Bimbingan” yang diriwayatkan dari Nabi  Muhammad SAW yang bercerita tentang sekelompok
kaum Israel yang berjuang di jalan Allah, selama 1000 bulan! Terkagum-kagumlah
para sahabat mendengar cerita ini. 1000 bulan jika dihitung kedalam tahun sama
dengan 83 tahun lebih 4 bulan. Artinya dalam sepanjang hayat 83 tahun, 4 bulan,
itu kaum Israel beribadah dengan cara berjuang di jalan Allah. Usia siapa yang
tahu bisa sampai 83 tahun? Dan tak banyak dari  umat Nabi Muhammad SAW yang sampai berusia 83
tahun lebih, nabi sendiri sampai 63 tahun. Karena itulah, malam lailatul qodar
diberikan kepada Umat Nabi Muhammad SAW sebagai malam sepesial penuh berkah,
yang bagi sesiapa saja beribadah di dalamnya setara dengan beribadah sepanjang
83 tahun 4 bulan. Setara kisah ibadahnya sekelompok kaum Israel yang berjuang
di jalan Allah selama 1000 bulan. Dan ibadah yang paling mudah di malam itu,
antara lain, adalah bersedekah. Seperti dilakukan oleh warga Maluko Kie Raha
Ternate dengan tradisi “Guto”nya. (bersambung)
[]

 

*) Alumnus Pondok Pesantren Kyai Syarifuddin
Lumajang, Jawa Timur.

https://www.arrahmah.co.id/2021/05/bunga-bunga-ramadhan-budaya-lailatul.html