Masymumat al-Warrad Fi Tartib al-Awrad: Jejak Peninggalan Khazanah Spiritual Islam di Tanah Buton

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kontribusi para ulama-ulama terdahulu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Islam berkembang di Nusantara dikarenakan pembawaan agama Islam yang damai, tidak ada paksaan, dan prinsip egaliter diantara manusia. Selain itu, akulturasi budaya menjadi instrumen penting sebagai media dakwah dalam membumikan ajaran Islam di Nusantara.

Perkembangan agama islam dapat dibuktikan dengan adanya karya-karya ulama Nusantara yang mewarnai khazanah keilmuan Islam. Salah satu contohnya adalah naskah yang berjudul Masymumat al-Warrad fi Tartib al-Awrad yang dikarang oleh Muhammad Idrus Kaimuddin bin Badruddin seorang ulama sufi dan sultan dari tanah Buton (1824 M).

Sultan Muhammad Idrus diperkirakan lahir pada perempat abad ke-18 di tanah Buton. Semasa kecil ia sudah dididik oleh kakeknya yang bernama La Jampi, sultan Buton ke-24. Selain itu, ia juga belajar agama Islam pada seorang ulama Makkah bernama Syekh Muhammad ibn Syais Sumbul al-Makki saat berada di Buton, Sayyid Abdullah bin Ahmad al-Bagdadi dan pernah bertemu dengan murid Syekh Abdus Shamad al-Palembani yaitu Muhammad Zayn bin Syamsudin al-Jawi. (baca: Peran Sultan Dalam Perkembangan Tradisi Tulis di Kesultanan Buton)

Selain dikenal sebagai sultan Buton, ia juga dikenal sebagai ulama sufi yang mengikuti tarekat Sammaniyah. Maka tak heran, banyak karya-karyanya yang bernafaskan ilmu tasawuf diantaranya adalah: Nurul Mu’minin (Cahaya orang-orang beriman), Ibtida,Sayr al-Arifin (Awal Perjalanan orang-orang Arif), Tanbih al-Ghafil Wa Tanzilat al-Mahafil (peringatan untuk orang lalai dan teguran orang yang lupa).

Baca juga:  Dua Buku Salat Era Kolonial

Sebenarnya banyak karya-karya yang dituliskan sultan Kaimuddin, hanya saja naskah-naskah tersebut sudah banyak yang rusak dan sebagian lainnya disimpan oleh masyarakat sekitar daerah Buton.

Salah satu naskah yang berhasil diselamatkan yaitu Masymumat al-Warrad Fi Tartib al-Awrad (Wewangian ahli zikir tentang tata cara berzikir). Saat ini naskah tersebut dipegang oleh La Ode Zaenu yang tinggal di kota Baubau (Sulawesi Tenggara) dan sudah didigitalisasikan dalam bentuk foto yang bisa diakses pada website DREAMSEA (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia) (baca: DREAMSEA)

Pembukaan Kitab
(pembukaan kitab, kondisi naskah sudah mulai rusak)

Latar belakang terciptanya naskah ini disebabkan permintaan dari salah satu sahabat beliau yang berkebangsaan Yaman, yaitu Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Muqri untuk membuat suatu risalah mengenai zikir-zikir yang diambil dari hadis Nabi Muhammad SAW dan atsar. Hal ini, sebagaimana yang dituliskan sultan Muhammad Idrus Kaimuddin di awal pembukaan kitabnya.

Naskah ini menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantarnya. Lalu naskah ini terdiri dari 19 halaman yang berisikan 3 pembahasan pokok yaitu mukadimah, fasal, dan Khatimah (penutup). Pertama, mukadimah pada naskah ini berisikan tentang keutamaan dan anjuran untuk berzikir dengan menyajikan dalil-dalil dari al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Baca juga:  Agama dan Pendidikan dalam Naskah Qawa’idul Islam wal Iman.

Kedua, fasal dari naskah ini terdiri dari 5 (yang dapat dideteksi) yaitu sunnah membaca doa setelah bangun tidur, doa hendak menuju ke masjid, dzikir harian pada saat pagi dan sore hari, doa ketika matahari terbit, dan doa ketika hendak tidur serta beberapa doa-doa tambahan yang tercangkup dalam fasal ini seperti doa memakai pakaian dan doa masuk rumah.

Sedangkan yang terakhir ialah Khatimah (penutup), sayangnya naskah terakhir ini (khatimah) tidak ditemukan keberadaannya sehingga menyebabkan isi dari naskah ini dirasa masih kurang sempurna.

https://alif.id/read/mash/masymumat-al-warrad-fi-tartib-al-awrad-jejak-peninggalan-khazanah-spiritual-islam-di-tanah-buton-b241282p/