Laduni.ID, Jakarta- Jaringan GusDurian menyesalkan proses seleksi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait beragam pertanyaan yang muncul dalam tes wawasan kebangsaan (TWK). Koordinator Jaringan GusDurian, Alissa Wahid menilai, ada persoalan serius dalam TWK yang dalam proses tersebut, banyak pertanyaan yang tidak terkait dengan agenda pemberantasan korupsi.
“Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan banyak yang tidak terkait dengan komitmen pemberantasan korupsi. Misalnya pertanyaan kapan nikah, kesediaan dipoligami, melepas jilbab, hingga doa qunut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sarat dengan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” ujar Alissa dalam keterangan tertulisnya, Selasa 11 Mei 2021.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, status kepegawaian KPK kini dialihkan menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dan untuk menjadi ASN pegawai KPK harus mengikuti beragam proses, satu diantaranya tes wawasan kebangsaan (TWK). Dalam proses itu dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes 75 orang dinyatakan gagal.
Ia melanjutkan, bahwa proses penyeleksian pegawai KPK sudah ditangani oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang tentunya, ragam pertanyaan yang dimunculkan dalam TWK sudah melalui screening dari sejumlah lembaga negara, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS), Dinas Psikologi Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Jika hal tersebut benar maka ada problem mendasar dalam proses rekruitmen abdi negara kita karena pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan inkompetensi serta cacat moral dan etika. Sebagian besar pegawai KPK memang dinyatakan lolos, namun hal itu tetap menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apalagi dalam daftar yang gagal terdapat beberapa pegawai KPK yang berintegritas dan mengungkap berbagai kasus besar,” sambung Alissa.
Merespon hal itu, Jaringan GusDurian mengecam ragam pertanyaan yang muncul dalam tes TWK yang cenderung bermuatan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan dan pelanggaran terhadap HAM.
“Komitmen berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh diukur melalui serangkaian pertanyaan yang diskriminatif, rasis, dan melanggar Hak Asasi Manusia,” tegas Alissa.
Dalam hal ini, Jaringan GusDurian juga meminta Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan evaluasi total dan tidak menggunakan hasil penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan yang cacat moral tersebut untuk menyeleksi pegawai KPK.
Berikutnya, meminta kepada pemerintah agar tidak menjadikan tes wawasan kebangsaan sebagai alat untuk menyingkirkan orang-orang yang mempunyai komitmen dan integritas dalam pemberantasan korupsi.
“Pemerintah harus bersikap transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan adanya penyingkiran terhadap orang-orang yang berintegritas dalam tubuh KPK,” tukas Alissa.
Jaringan GusDurian juga meminta Presiden dan DPR RI untuk mengembalikan independensi KPK karena UU KPK hasil revisi menimbulkan pelemahan yang sangat nyata di tubuh KPK. Sejak berdiri, KPK terbukti mampu menjadi lembaga yang berintegritas dalam memberantas korupsi. Pelemahan terhadap KPK menjadi indikasi berkurangnya komitmen pemberantasan korupsi yang membahayakan masa depan bangsa dan negara.
Terakhir, mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengawal upaya pemberantasan korupsi dan mengawal independensi KPK dari upaya pelemahan berupa narasi dan stigma negatif yang memecah belah bangsa. “KPK didirikan dengan proses yang panjang karena dimulai di era BJ Habibie, dibangun pondasi oleh KH. Abdurrahman Wahid, dan diresmikan di era Megawati Soekarno Putri. Sudah seharusnya pemberantasan korupsi menjadi agenda utama negara karena korupsi sangat menghancurkan sendisendi kehidupan,” pungkas Alissa. (Editor: Ali Ramadhan)