Teknologi Neuralink Perspektif Teologi Islam

Teknologi chip komputer yang dibuat khusus untuk otak makhluk hidup, Neuralink, menjadi suatu hal yang marak diperbincangkan. Inovasi buatan Elon Musk tersebut menjadi salah satu teknologi saraf paling canggih yang ada saat ini. Meskipun chip otak menunjukkan hasil yang menjanjikan di bidang medis, banyak orang yang melihatnya sebagai cara untuk memperluas fungsi kecerdasan manusia dan membuka peluang bisnis jual-beli pikiran atau ingatan.

Teknologi Neuralink ini bisa seperti inovasi yang ada di Black Mirror episode 1 musim 1 yang berjudul ‘The Entire History of You’. Episode ini menggambarkan bagaimana seseorang bisa melihat kembali memori yang mereka saksikan di masa lampau. Semua memori itu tersusun berdasarkan tanggal dan tahun layaknya dokumen di komputer. Jika diperlukan, memori tersebut juga bisa ditayangkan ke perangkat lain sehingga bisa dilihat lebih banyak orang.

Era digital merupakan ruang kontemporer yang membuat setiap orang mampu menerabas ruang dan waktu secara impersonal dan mampu melampaui sekat kelas dan struktur sosial. Ia bersifat positif-konstruktif untuk menyambungkan berbagai transmisi pengetahuan. Teologi digital merupakan ruang ekspresi “keimanan” yang bersifat inklusif-rasional. Kaum milenial maupun generasi sebelumnya seperti Generasi X, Baby Boomer, dan Silent yang menapaki jejak-jejak digital semestinya memanfaatkan berbagai entitas terpenting di era digital.

 NeuraLink merupakan proyek ambisius yang digagas oleh Elon Musk. Proyek ini meliputi banyak bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ahli dari berbagai bidang harus bekerja sama secara intens dalam mengerjakan proyek ini. Terobosan demi terobosan sudah terjadi selama proyek ini berlangsung.

Baca juga:  Jawaban Kaum Islamis dan Nasionalis tentang Pancasila di Tengah Himpitan Kelompok Intoleran

Meskipun hasil akhir yang diinginkan Elon Musk belum sepenuhnya tercapai untuk saat ini, tidak sulit bagi saya untuk membayangkan bahwa proyek ini, pada saatnya nanti, akan sukses menghasilkan produk seperti yang diimpikan oleh Elon Musk sebagai pencetusnya. Bahkan mungkin bisa berkembang lebih dari yang direncanakan oleh pencetusnya sendiri.

Orang dan perangkat itu tidak terpisah, karena komunikasi dengan otak harus lewat kabel. Dengan NeuraLink maka otak akan berkomunikasi dengan CHIP kecil yang diimplantasikan di dalam kepala (tidak terlihat, tidak mengganggu, dst), kemudian CHIP itu akan berkomunikasi dengan perangkat di luar dirinya lewat komunikasi nirkabel

Alat ini bekerja dengan memasukkan banyak kabel elektroda ke berbagai bagian otak. Kabel-kabel ini berukuran 20 kali lebih tipis daripada rambut manusia. Dengan pemasangan ekstra hati-hati yang dilakukan oleh robot khusus, kabel ini bisa menghindari semua pembuluh darah di otak. Dengan begitu kabel-kabel ini tidak akan mengganggu fungsi otak.

Seluruh kabel elektroda yang sudah dimasukkan itu akan mampu menangkap aktivitas listrik dalam otak. Sinyal listrik yang didapat lalu akan dialirkan ke papan pemrosesan seukuran koin yang di tempelkan di permukaan kepala. Data yang terkumpul lalu bisa dikirim secara wireless menggunakan bluetooth ke smartphone atau komputer untuk pengolahan lebih lanjut.

Baca juga:  “Mudhammataan” dan Suspensi Kenikmatan

Kabel ini juga mampu mengirim sinyal listrik ke dalam otak untuk menstimulasi neuron-neuron yang ada di sekitar elektroda tersebut. Namun fungsi ini belum dimaksimalkan oleh Neuralink.

Akal itu bersifat teoritis dan praktis. Akal praktis lazim dimiliki oleh semua orang. Unsur itu merupakan asal daya cipta manusia, yang diperlukan dan bermanfaat bagi kemaujudannya. Hal-hal yang dapat diakali secara praktis dihasilkan lewat pengalaman yang didasarkan pada perasaan dan imajinasi. Konsekwensinya, akal praktis dapat rusak karena kemaujudan. Hal-hal yang sering kali bergantung kepada perasaan dan imajinasi. Maka mereka berkembang bila persepsi dan gambaran berkembang, dan rusak bila hal-hal itu rusak.

Jiwa Berfikir (an-Nafs an-Nathiqah) Jiwa ini adalah daya yang mengetahui makna-makna yang abstrak, terlepas dari kaitan materi yang terdapat dalam manusia. Jiwa berpikir ini terbagi dua, yaitu akal teoritis dan akal praktis. Akal teoritis merupakan daya potensial yang untuk menjadi actual, ia memerlukan bantuan atau pengaruh akal lain yang senantiasa actual, yaitu akal aktif (‘aql fa’al) yang memberikan pengaruh pada akal hayulani (akal material) untuk jadi akal naluri (‘akl bi’l-malakah).

Akal aktif menurut Ibn Rushd akan kekal sedangkan akal praktis akan hancur disebabkan kematian. Akal praktis dan akal teoritis terdapat pada semua orang dengan tingkat yang berbeda. Jiwa Kecendrungan (an-Nafs an-Nuzu’iyyah) Jiwa ini adalah daya yang membuat hewan cenderung kepada yang disenangi dan menjauhkan diri dari yang menyakiti. Jiwa ini terdapat pada hewan dan manusia yang melekat pada jiwa khayal dan perasa.

Baca juga:  Benarkah Al-Ghazali dan Al-Asy’ari Sumber Kemunduran Dunia Islam?

Tidak seperti organ tubuh lain, yang kian tua kian rusak. Otak justru makin tua makin menunjukkan fungsi yang kian luas, dan kian kompleks, serta kian tua intrekoneksi antal sel syaraf (neuron), karena memang pengalaman hidup makin banyak dan makin padat dalam otak manusia. Sehingga penyataan makin tua, makin menjadi, sangatlah cocok kalau disandangkan untuk otak manusia. Otak bekerja memproduksi pikiran atau ide.

Produk yang akan tetap bergerak meski orang yang berpikirnya sudah meninggal dunia. Manusia boleh saja mati, tetapi pikiran-pikirannya bisa jadi akan tetap hidup. Seperti Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lain yang telah wafat. Pikiran­ pikirannya tidak pernah mati, Beliau tetap dikenang. Bukan hanya pikiran dan ajaran beliau yang dikenang, bahkan pikiran dan ajaran beliau tersebut telah dijadikan pedoman hidup di dunia dan akherat.

https://alif.id/read/khl/teknologi-neuralink-perspektif-teologi-islam-b241468p/