Pluralisme: Keragaman Makhluk Tuhan (Bagian 3)

Laduni.ID, Jakarta – Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Wahai manusia, sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat:13)

Dalam al-Qur’an, kata insan disebut 65 kali. Dari penyebutan sebanyak itu, insan memiliki tiga makna. Pertama, dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah dan pemikul amanah serta tanggungjawab. Kedua, dihubungkan dengan prediposisi negatif pada diri manusia seperti cenderung dzalim, kafir, tergesa-gesa. Ketiga, berkaitan dengan asal mula penciptaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Bagi sebagian kalangan, keragaman merupakan ancaman. Namun bagi sebagian yang lain, keragaman meruntuhkan paham monisme yang melekat dalam baju kesukuan, kebangsaaan, dan keragaman. Bila ada pihak lain yang berbeda dengan komunitasnya, pasti hal tersebut dianggap sebagai musuh yang harus dihadapi dengan tindakan brutal. Pada tataran horizontal, harus diakui ada semacam ketakutan yang bersifat massif untuk hidup bersama.

Sudah jelas ayat di atas secara eksplisit menjelaskan bahwa Allah SWT, menciptakan manusia dalam jenis laki-laki dan perempuan, lalu menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Keragaman tersebut merupakan kehendak Allah SWT, bahwa setiap makhluk-Nya harus mampu membangun toleransi dan saling pengertian.

Ayat tersebut merupakan ayat Makkiyah, karena itu ayat tersebut menggunakan Ya Ayyuha al-Nass, di antaranya bertujuan untuk mengenalkan kepada manusia pentingnya ranah sosial. Karena, setiap manusia harus menghormati manusia yang lain, begitu pula setiap bangsa harus menghargai bangsa yang lain.

Sementara itu, sebab turunnya ayat ini dikisahkan bahwa, Rasulullah SAW memerintahkan kepada Bani Bayadhah agar mereka mengawinkan salah satu perempuan dari suku mereka dengan Abu Hindun.

Akan tetapi mereka menolak, sembari berkata, “Apakah kami mengawinkan anak-anak perempuan kami dengan para budak”? Kemudian Allah SWT menurunkan ayat tersebut sebagai bukti bahwa, antara kalangan budak dan kalangan merdeka adalah setara. Pembeda di antara mereka bukanlah status sosialnya, melainkan ketakwaannya kepada Allah SWT.

Imam al-Razi menegaskan, ketika al-Qur’an menggunakan kata Inna Khalaqnakum, sesungguhnya terdapat rahasia Tuhan bahwa menjadi laki-laki dan perempuan bukanlah kehendak manusia. Menjadi laki-laki dan perempuan merupakan titah Allah SWT.

Salah satu konsekuensi yang harus diperhatikan adalah, sesama makhluk Allah SWT tidak boleh membangga-banggakan antara yang satu dengan yang lainnya, termasuk silsilah keturunan dan status sosial. Karena itu, ajaran toleransi dalam Islam sesungguhya mempunyai landasan teologis yang sangat kuat dan kukuh, karena didorong oleh spirit dari Allah SWT. Hanya Allah SWT lah yang Esa, sedangkan makhluk-Nya pasti beranekaragam.

Yang tak kalah penting juga, perlu digaris bawahi adalah bahwa pluralisme bukan berarti mencampuradukkan dan memadukan unsur-unsur tertentu saja yang menguntungkan, mengarah pada pengaburan, melainkan lebih dari itu adalah bagaimana perbedaan itu memperkaya solidaritas terhadap sesama.

Oleh: Gus Salman Akif Faylasuf


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/73936/pluralisme-keragaman-makhluk-tuhan-bagian-3.html