Daftar Isi
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
2.2 Guru-Guru Beliau
2.3 Mengasuh Pesantren
3 Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
3.2 Murid-murid Beliau
4 Jasa, dan Karier
4.1 Jasa-jasa Beliau
4.1.1 Peran KH. Amin Sepuh dalam Mempertahankan Kemerdekaan
4.1.2 Peran KH. Amin Sepuh dalam Bidang Pendidikan
4.2 Karier Beliau
1.1 Lahir
KH. Amin bin Irsyad, atau yang lebih dikenal dengan panggilan KH. Amin Sepuh, lahir pada Hari jum’at 24 Djulhijjah 1300 H atau tahun 1879 M, di Mijahan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Silsilah nasab beliau dari sang ayah KH. Irsyad sampai kepada Syekh Syarif Hidayatullah.
1.2 Riwayat Keluarga
Dalam setiap manusia diciptakan oleh Allah berpasang-pasangan, oleh karena itu Allah memberikan jodoh pada setiap hamba-hambanya, adapun Kiai Amin Sepuh menikah dengan mengikuti dan mentaati perintah Allah, mengikuti sunnah Nabi, mencari dan mengharapkan keturunan yang shaleh, dan mengharapkan kebahagiaan serta kesejahteraan didunia dan akherat.
Sebagaimana dalam mempertahankan dan menyebarkan risalahnya KH. Amin Sepuh untuk menantiasa meneruskan risalahnya, kemudian beliau menikah dengan seorang wanita dari keturunan kiai yang kemudian akan menghasilkan keturunan yang bisa meneruskan risalahnya dalam hal nasabnya. Sebagai pertumbuhan dan perkembangan untuk meneruskan risalah jihadnya.
KH. Amin Sepuh nikah dengan salah satu cucu dari Kiai Ismail yang bernama Nyi Hj. Shofiyah putri dari Kiai Ali Masina dengan Nyi Maemunah, sebutan dari Nyi Hj. Shofiyah yang dikenal dengan sebutan Nyi Hj. Aisyah yang mana ia baru menginjak umur 11 tahun. Pernikahan KH. Amin Sepuh dengan Nyi Hj. Aisyah menghasilkan keturunan kurang lebih 18 putra-putri, dan yang hidup hanya 11 orang.
KemudianKH. Amin Sepuh nikah dengan seorang janda dari KH. Abdul Rahim yang bernama Nyi Hj. Aliyah (Nyi Lia) putri dari Kiai Abdullah dengan Nyi Habibah (Nyi Marinah) yang berasal dari Desa Lontangjaya Kec. Sumberjaya Kab. Majalengka. Dari pasangan tersebut mempunyai keturunan 8 putra-putri.
Selanjutnya KH. Amin Sepuh menikah dengan istri yang ketiga yaitu seorang kembang desa yang bernama Nyi Hj. Sujinah putra ke-6 dari pasangan Kiai Madamin dan Nyi Ummi Kultsum (Nyi Kalsum) yang kemudian dikaruniai 6 orang anak. Adapun bagan dari pemaparan di atas adalah sebagai berikut :
1. KH. Amin Sepuh dan Nyi Hj. Shofiah (Nyi Hj. Aisyah) yang dikaruniai 11 putraputri, diantaranya :
1. Kiai Ma‟shum
2. Kiai Fathoni
3. Kiai Asyikin
4. Kiai Bisri
5. Nyi Hj. Zubaedah
6. Kiai Mukhit
7. Kiai Abdullah
8. Nyi Furi‟ah
9. Kiai Azhari
10. Kiai Damirie
11. Drs. Kiai Zuhri Afif Amin
2. KH. Amin Sepuh dan Nyi Hj. Aliyah yang dikaruniai keturunan 6 orang putra-putri, yaitu :
1. Nyi Hj. Mar‟fuah
2. Nyi Hj. Fatimah
3. Kiai Fuad Amin
4. Nyi Hj. Fikriyah
5. Nyi Hj. Fariyatul Aeni
6. Kiai Fihri Amin BA.
7. Nadziri
8. Nasiri.
3. KH. Amin Sepuh dan Nyi Hj. Sujinah dengan dikaruniai keturunan 6 orang putraputri, yaitu :
1. Masrurah
2. Nyi Hj. Mahfudhoh
3. Agus Aziz. BA
4. Khawariyah
5. Muzani
6. Tsamrah
1.1 Wafat
KH. Amin Sepuh wafat diusia yang hampir seabad, pada Selasa 16.10 WIB, tanggal 16 Rabi’ul Akhir 1392 H atau 20 Mei 1972 M.
Setelah wafatnya KH. Amin Sepuh kepengurusan pesantren dilanjutkan putra-putranya, KH. Fuad Amin (wafat tahun 1997 M) dan KH. Abdullah Amin (wafat tahun 1999 M), kemudian dilanjutkan oleh KH. Fathoni Amin dan KH. Bisri Amin (wafat tahun 2000 M), KH. Amrin Hanan (wafat tahun 2004 M), KH. Azhari Amin (wafat tahun 2008) KH. Drs. Zuhri Afif Amin wafat pada tahun 2010.
setelah wafatnya KH. Drs Zuhri Afif Amin, kepengurusan dilanjukan oleh cucu-cucu KH. Amin Sepuh dan Ulama serta masyarakat yang berkompeten untuk kemajuan pesantren. Bahkan bukan pendidikan agama saja yang mereka terapkan, pendidikan umumpun mereka terapkan terhadap para santrinya. Dengan harapan, para santrinya dapat memenuhi semua kewajibannya, baik kewajiban dunia maupun akhirat, serta menyelaraskannya beriringan dan seimbang.
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
KH. Amin kecil, beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya KH. Irsyad. Setelah dirasa cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama dari sang ayah, dan ilmu kanuragan, Kiai Amin melanjutkan pendidikannya ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang mumpuni diantaranya, beliau belajar di pesantren Sukasari, Plered, Cirebon dibawah asuhan KH. Nasuha, setelah itu pindah ke pesantren di daerah Jatisari di bawah bimbingan KH. Hasan.
Beliau juga sempat mondok di Pesantren Kaliwungu Kendal (kakak angkatan KH. Ru’yat), lalu ke Pesantren Mangkang Semarang. Berikutnya beliau pindah ke sebuah pesantren Jawa Tengah tepatnya daerah Tegal, yang diasuh oleh KH. Ubaidah.
Lalu pindah lagi kepesantren yang waktu itu sangat kondang di Jawa Timur, yakni Pesantren Bangkalan Madura, belajar pada Hadratussyekh KH. Kholil Bangkalan, kemudian melanjutkan lagi pendidikan kepadaPondok Pesantren Tebuireng yang di asuh oleh KH. Hasyim Asy’ari. Dengan KH. Hasyim Asy’ari inilah beliau menjadi santri sekaligus mengabdi pada beliau.
Belum kenyang belajar di Pesantren Tebuireng, Beliau bertolak ke tanah Arab, untuk memperdalam ilmu, di sana beliau sempat belajar kepada KH. Mahfudz Termas Asal Pacitan, Jawa Timur, Salah seorang ulama nusantara Kesohor di Kota Makkah.
Sebagai santri yang sudah cukup matang, di waktu senggang beliau banyak ditugasi untuk mengajar para santri Mukim (pelajar Indonesia yang tinggal di Makkah).
Pada Masa penjajahan, para santri kelana inilah yang menjadi mediator antar pesantren untuk melawan penjajah. Sementara pesantren di manapun adanya selalu menjadi basis perlawanan yang menakutkan bagi penjajah, para santri kelana ini menyebarkan informasi dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pesantren kepesantren yang lain. tak jarang mereka juga yang memimpin perlawanan.
Berdasar amanah ayahandanya, KH. Irsyad, (yang masih cucu dari Ki Jatira/pendiri Pesarean Babakan Ciwaringin Cirebon, dari pihak ibu), Kiai Amin agar belajar di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin pada KH. Ismail bin Nawawi yang juga masih keturunan KH. Jatira (pendiri Pesarean Babakan Ciwaringin Cirebon).
Ketika nyantri di Babakan Ciwaringin Beliau dikenal dengan sebutan santri cerdas, karena beliau pandai mengaji. Kemudian beliau mengabdi di pesantren ini. Lalu dinikahkan dengan keponakan dari KH. Ismail.
Setelah KH. Ismail wafat, tepatnya tahun 1916, pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin diteruskan oleh muridnya yang menjadi menantu keponakannya yakni KH. Amin Sepuh karena keilmuannya dan berasal dari tempat yang sama dengan leluhur dan moyangnya, KH. Jatira, dari Mijahan.
2.2 Guru-Guru Beliau
- KH. Irsyad
- KH. Nasuha
- KH. Hasan
- KH. Kholil Bangkalan
- KH. Hasyim Asy’ari
- KH. Mahfudz Termas
- KH. Ismail bin Nawawi
- KH. Ubaidah
2.3 Mengasuh Pesantren
Pada masa pengasuhan KH. Amin Sepuh, Pondok Gede Babakan mencapai kemasyhuran dan masa keemasan serta banyak andil dalam mencetak tokoh-tokoh agama yang handal, hampir semua kiai sepuh di wilalayah 3 Cirebon bahkan menyebar ke pelosok Indonesia adalah muridnya, sebut saja Kang Ayip Muh (kota Cirebon), KH. Syakur Yassin, KH. Abdullah Abbas (Buntet), KH. Syukron Makmun, KH. Hannan, KH Sanusi, KH. Machsuni (Kwitang), KH Hassanudin (Makassar), di Babakan sendiri muridnya mendirikan pesantren seperti : KH. Muhtar, KH. Syaerozi, KH. Amin Halim, KH. Muhlas, KH. Syarif Hud Yahya..dll.
Bahkan ribuan Mutakharrijin/alumni telah tersebar di seluruh penjuru tanah air, dengan bermacam profesi dan jabatan di masyarakat maupun lembaga pemerintahan, baik sipil maupun militer, dari mulai Kepala Kantor Kementrian Agama Kota/Kabupaten sampai Kepala Kantor wilayah Kemenag Propinsi, dari Dekan, Direktur Pasca Srjana sampai rektor Perguruan Tinggi, dari Kapolres sampai Kapolda, dari Camat sampai Gubernur dan ribuan pula yang telah menjadi pemimpin di masyarakat dan Pengasuh Pondok Pesantren (Mama Tua, Karya Muhammad Mudzakkir)
Untuk artefak pesantren Raudhotut Tholibin Babakan Ciwaringin sendiri masih eksis, sejak KH. Amin Sepuh wafat pada tahun pada tahun 1972 dan KH. Sanusi wafat pada tahun 1974 M, dan kepengurusan dilanjutkan oleh KH. Fathoni Amin sampai tahun 1986 M.
3.1 Anak-anak Beliau
1. KH. Amin Sepuh dan Nyi Hj. Shofiah (Nyi Hj. Aisyah) yang dikaruniai 11 putraputri, diantaranya :
1. Kiai Ma‟shum
2. Kiai Fathoni
3. Kiai Asyikin
4. Kiai Bisri
5. Nyi Hj. Zubaedah
6. Kiai Mukhit
7. Kiai Abdullah
8. Nyi Furi‟ah
9. Kiai Azhari
10. Kiai Damirie
11. Drs. Kiai Zuhri Afif Amin
2. KH. Amin Sepuh dan Nyi Hj. Aliyah yang dikaruniai keturunan 6 orang putra-putri, yaitu :
1. Nyi Hj. Mar‟fuah
2. Nyi Hj. Fatimah
3. Kiai Fuad Amin
4. Nyi Hj. Fikriyah
5. Nyi Hj. Fariyatul Aeni
6. Kiai Fihri Amin BA.
7. Nadziri
8. Nasiri.
3. KH. Amin Sepuh dan Nyi Hj. Sujinah dengan dikaruniai keturunan 6 orang putraputri, yaitu :
1. Masrurah
2. Nyi Hj. Mahfudhoh
3. Agus Aziz. BA
4. Khawariyah
5. Muzani
6. Tsamrah
3.2 Murid-murid Beliau
Pada masa pengasuhan KH. Amin Sepuh, Pondok Gede Babakan mencapai kemasyhuran dan masa keemasan serta banyak andil dalam mencetak tokoh-tokoh agama yang handal, hampir semua kiai sepuh di wilalayah 3 Cirebon bahkan menyebar ke pelosok Indonesia adalah muridnya, sebut saja Kang Ayip Muh (kota Cirebon), KH. Syakur Yassin, KH. Abdullah Abbas (Buntet), KH. Syukron Makmun, KH. Hannan, KH Sanusi, KH. Machsuni (Kwitang), KH Hassanudin (Makassar), di Babakan sendiri muridnya mendirikan pesantren seperti : KH. Muhtar, KH. Syaerozi, KH. Amin Halim, KH. Muhlas, KH. Syarif Hud Yahya..dll.
Bahkan ribuan Mutakharrijin/alumni telah tersebar di seluruh penjuru tanah air, dengan bermacam profesi dan jabatan di masyarakat maupun lembaga pemerintahan, baik sipil maupun militer, dari mulai Kepala Kantor Kementrian Agama Kota/Kabupaten sampai Kepala Kantor wilayah Kemenag Propinsi, dari Dekan, Direktur Pasca Srjana sampai rektor Perguruan Tinggi, dari Kapolres sampai Kapolda, dari Camat sampai Gubernur dan ribuan pula yang telah menjadi pemimpin di masyarakat dan Pengasuh Pondok Pesantren (Mama Tua, Karya Muhammad Mudzakkir)
4.1 Jasa-jasa Beliau
4.1.1 Peran KH. Sepuh dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesi Merdeka. Tapi musuh-musuh Indonesia tidak tinggal diam dan membiarkan begitu saja dengan apa yang yang diraih oleh Bangsa Indonesia, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945 Para ulama di Jawa mengumumkan perang Jihad Fisabilillah terhadap Belanda atau Sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam.
Pahlawan perang berarti pahlawan jihad yang terkategorikan sebagai syuhada perang.60 Dalam hal ini Jihad Fisabilillah yang dilakukan dalam mempertahankan kemerdekaan semata-mata karena Allah SWT, peperangan atau berjuang dijalan Allah semata. Sehingga orang yang berjuang atau yang berperang dikatakan sebagai syuhada perang yaitu penyaksian dalam peperangan semata-mata karena Allah.
Hal ini dilakukan dalam mempertahankan kemerdekaan oleh rakyat Surabaya dalam perang sepuluh November 1945 yang memutuskan fatwa resolusi jihad yang dipelopori oleh Kiai Hasyim Asy‟ari. Adapun isi dari fatwa yang diberikan para kiai yang dipelopori oleh Kiai Hasyim Asy‟ari adalah sebagai berikut :
a. Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945) wajib dipertahankan.
b. Pemerintah RI adalah satu-satunya pemerintah yang sah, yang wajib dibela dan selamatkan.
c. Musuh-musuh Indonesia (Belanda/Sekutu), pasti akan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu kita wajib mengangkat senjata menghadapi mereka.
d. Kewajiban-kewajiban tersebut yang disebutkan diatas adalah merupakan Jihad Fisabilillah.
Ditinjau dari segi pendidikan rakyat, maka fatwa ulama dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut sangat besar sekali artinya. Fatwa tersebut memberikan beberapa faedah, diantaranya :
a. Para ulama dan santri-santri dapat mempraktekkan ajaran jihad fisabilillah yang sudah dikaji bertahun-tahun dalam pengajian kitab suci fiqih di pondok atau di madrasah.
b. Pertanggungjawaban mempertahankan kemerdekaan tanah air Indonesia itu menjadi sempurna terhadap sesama manusia dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Indonesia merdeka setelah penjajahan Jepang tidak berdaya. Pada tanggal 29 September 1945 tentara sekutu (Inggris) yang bertugas sebagai polisi keamanan mendarat di berbagai kota besar di Jawa dan Sumatra, di antaranya adalah di kota Surabaya. Mereka bermaksud melucuti persenjataan tentara Jepang. Ternyata, Belanda membonceng tentara Inggris dan melakukan tindakan-tindakan anarkis.
Pada saat itu rakyat Indonesia yang telah merdeka tidak ingin kedaulatannya dikoyak-koyak kembali oleh Belanda. Maka meletuslah perang dasyat yang terkenal dengan Perang 10 November 1945. Peristiwa tersebut dilatarbelakangi pertanyaan yang diajukan oleh Kiai Abdul Mujib Ridwan yang dijawab oleh beliau sendiri. Konon, arek-arek Suroboyo menunggu intruksi dari Kiai Hasyim Asy‟ari. Karena Kiai Hasyim Asy‟ari masih menunggu kedatangan dua pendekar dari Cirebon, yaitu Kiai Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet dan Kiai Amin Sepuh dari Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin.
Kiai Amin Sepuh merupakan seorang ulama yang legendaris dari Cirebon, selain dikenal sebagai ulama, beliau juga pendekar yang menguasai berbagai ilmu bela diri dan kanuragan, beliau juga seorang pakar kitab kuning sekaligus sebagai pendekar perang bahkan berjuang bagi kemerdekaan RI (Republik Indonesia). Hal itu terbukti dalam peristiwa 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan dan menghantarkan Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Dari sebagian para ulama tersebut, Kiai Amin Sepuh merupakan salah seorang pahlawan yang telah memberikan pengorbanannya dengan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dalam bentuk resolusi jihadnya. Sebelum mengeluarkan fatwa jihad Kiai Hasyim Asy‟ari menunggu kabar dari Kiai Amin Sepuh. Para kiai Cirebon (wilayah 3 Cirebon dan Jawa Barat) termasuk Kiai Amin Sepuh beserta para ustadz, santri dan masyarakat benar-benar berjuang ke Surabaya, Jawa Timur.
Pada saat itu dari Cirebon disediakan dua gerbong kereta api untuk pemberangkatan menuju ke Surabaya. Kemudian terjadinya pertempuran yang sangat dasyat sekali sehingga menewaskan para pejuang dan beberapa para santri dalam peristiwa tersebut, dan ada beberapa kiai yang ditahan di antaranya adalah Kiai Idris, Kiai Ali, Kiai Nur, dan Kiai Masduki.66 Bahkan ada pendapat yang menyebutkan bahwa yang berhasil menembak Jendral Mallaby dari Inggris adalah santri Kiai Amin Sepuh bernama Kiai Sholeh yang telah meninggal disana.
4.1.2 Peran KH. Amin Sepuh dalam Bidang Pendidikan
Dari sebagian para ulama, termasuk Kiai Amin Sepuh tidak kalah pentingnya adalah dalam pendidikan, Kiai Amin Sepuh telah memberikan pengajaran dan berbagai bidang pendidikan pada waktu itu. Dengan mempertahankan pendidikan di Pondok Pesantren. Pondok Pesantren tumbuh sebagai perwujudan dari strategi umat Islam untuk mempertahankan eksistensinya terhadap pengaruh penjajahan Barat. Karena ketahanan pondok pesantren disebabkan oleh kultur Jawa yang mampu menyerap kebudayaan luar melalui suatu proses interiosasi tanpa kehilangan identitasnya.
Pendidikan merupakan salah satu acuan utama dalam setiap pondok pesantren dan atas tujuan pendidikan ini pulalah, sebuah pondok pesantren terus dimajukan dan dikembangakan karena eksis dan tidaknya lembaga pendidikan sangatlah tergantung pada kualitas atau mutu proses pendidikan yang ada di dalamnya. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan agama yang umumnya bersifat tradisional, tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan melalui proses yang unik.
Pesantren di pengaruhi dan mempengaruhi kehidupan masyarakat di pedesaan, bahkan mempengaruhinya seringkali jauh melebihi wilayah administratif desa-desa sekitarnya, tidak jarang pula suatu pesantren yang mempunyai relatif besar tersebut berada. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tumbuh dari dalam masyarakat untuk melayani kebutuhan masyarakat, disamping fungsinya sebagai lembaga keagamaan, karena motif, tujuan, serta usaha-usahnya bersumber pada agama.
Dalam memberikan pelayanan kepada para santri, pondok pesantren menyajikan sarana-sarana bagi perkembangan pribadi muslim, para santri di pengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sebelum masuk pesantren, kontak dengan orang-orang sekitar pesantren, kawan sesama santri, guru dan corak ragamnya, informasi-informasi untuk memasuki pesantren, kontak dengan orangorang sekitar pesantren, program dan suasana pesantren, dan lain-lain.
Pesantren di harapkan dapat mengatur dan menyusun berbagai pengaruh kearah yang positif bagi perkembangan dan pendidikan para santri. Kiai Amin Sepuh memulai kiprahnya melalui pendidikan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin atas dasar nasehat ayahnya. Sebelum beliau berkipra di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin terlebih dahulu beliau belajar di Pondok Pesantren tersebut pada saat kepemimpinan Kiai Ismail. Kiai Amin Sepuh dikenal sebagai santri yang pintar.
Setelah belajar beberapa tahun kemudian, beliau mulai dipercaya untuk meneruskan perjuangan atau kepemimpinan Kiai Ismail dengan diangkatnya sebagai keponakan. Kiai Amin Sepuh memimpin Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon setelah wafatnya Kiai Ismail pada tahun 1916. Begitupun dengan peran Kiai Amin Sepuh dalam bidang pendidikan telah memberikan perubahan dan kemajuan dalam pesantren yang telah dipimpinnya.
Kiai Amin Sepuh memimpin pesantren di mulai pada tahun 1916-1972. Pada masa kepemimpinannya ini Pesantren Babakan Ciwaringin mengalami kemajuan yang pesat di antaranya, pesantren yang dipimpinnya itu merupakan pondok sentral yang terdapat di wilayah Babakan Ciwairngin Cirebon. Sehingga Pondok Pesantren Babakan ini dinamakan Pondok Gede atau Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin.
Peranan Kiai Amin Sepuh yang paling menonjol adalah dalam bidang pendidikan yaitu melalui pesantren. Karena setelah beberapa tahun dari masakemasa sebelum kepemimpinan Kiai Amin Sepuh mengalami banyak seranganserangan dari Belanda hingga mengalami kekosongan dalam meneruskan pesantren.
Setelah kepemimpinan Kiai Ismail kemudian dilanjutkan oleh Kiai Amin Sepuh. Pasca Revolusi kemerdekaan Kiai Amin Sepuh dibantu oleh muridnya (Kiai Sanusi) untuk terus mengembangkan pesantren dengan berbagai aral-melintang. Bahkan yang dasyatnya adalah ketika itu pondok pesantren diserang kembali oleh Belanda. Para kiai dan santri mengungsi dalam suatu tempat untuk menghindari serangan tersebut.
Tahun 1954 Kiai Sanusi (murid Kiai Amin Sepuh) datang pertama kali dari pengungsiannya ke pesantren Babakan untuk membereskan tempat sebelum Kiai Amin Sepuh datang (tahun 1955). Pada tahun itu Kiai Amin Sepuh kembali ke Babakan, kemudian para santri banyak berdatangan dari berbagai pelosok. Kemudian memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada para santrinya yang makin lama makin meluap.
Hingga pada masa inilah Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon mengalami kemajuan yang pesat. Peran Kiai Amin Sepuh dalam bidang pendidikan ini berkipra sebagai seorang tokoh yang disepuhkan pada saat itu dan merupakan sesepuh73 para kiai Babakan Ciwairngin Cirebon.
Para generasi atau pembantulah yang berperan aktif dalam pendidikan di Babakan di antaranya yaitu, Kiai Fuad Amin, Kiai Marzuki, Kiai Syaerozi, Kiai Fathoni, Kiai Amrin, Kiai Mukhtar, dan Kiai Azhari. Mereka yang senantiasa membantu peran pendidikan di Pondok Pesantren maupun di luar pesantren dengan bidangnya masing-masing, yaitu Kiai Sanusi dengan tahrirannya, Kiai Syarozi dengan tafsir jalalennya, Kiai Masduki dengan ilmu haditsnya, Kiai Amrin dengan ilmu nahwunya, Kiai Fathoni dengan ilmu fiqihnya, sedangkan Kiai Amin Sepuh sendiri ahli dalam bidang pendidikan ilmu tasawuf dan kajian fikihnya.
Kemudian segala bidang pendidikan dikontrol/berpusat langsung oleh Kiai Amin Sepuh. Dari pemaparan di atas, tampak bahwa dalam memimpin Pondok Pesantrennya, Kiai Amin Sepuh lebih menekankan pendidikannya berbasis keagamaan yang kuat. Sebagai mana dikatakan oleh salah satu muridnya, bahwa Kiai Amin Sepuh merupakan seorang figur yang „alim, ramah, dan tawadhu serta senantiasa mengajarkan ngaji kepada para santrinya, jadi dalam kesehariannya beliau disibukkan dengan ngaji, ngaji dan ngaji. Oleh karen itu dalam kiprah pendidikannya di pesantren Kiai Amin Sepuh senantiasa (istiqomah) mengajarkan sembilan kitab, yaitu :
1. Dalam kajian fiqih yaitu kitab taqrib, safinah, tijan dan fathul mu‟in.
2. Kajian Nahwu
3. Kajian sorof
4. Hadits-hadits
5. Kajian kitab sarah sulam munthofiq
6. Kajian kitab tafsir baidowi
7. Kajian kitab tausekh
8. Kajian kitab sarah manhajul abidin.
9. Kajian kitab tanwirul kholaq.
Serta kitab-kitab lainnya yang berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits. Akan tetapi Kiai Amin Sepuh senantiasa mengajarkan sembilan kitab tersebut. Kiai Amin Sepuh cenderung pada ilmu tasawuf dan kajian fikihnya. Kemudian Kiai Amin Sepuh menerapkan sistem pengajian dengan menggunakan sistem atau metode sorogan atau bandongan.
Kiai Amin Sepuh senantiasa mengajarkan ngaji kepada para santrinya pada waktu pagi hari sekitar pukul 08.00-10.00 WIB. Dengan kajian fiqihnya dari berbagai kitab-kitab kuning tentang kajian fiqih tersebut, seperti dijelaskan di atas. Karena ilmu fiqih sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, ilmu yang sangat dibutuhkan oleh umat Islam untuk melaksanakan ibadah sehari-hari yang benar sesuai dengan tuntunan agama dan memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang telah dimiliki seseorang.
Selain mengajarkan kitab-kitab fiqih Kiai Amin Sepuh juga memberikan pengajaran kitab-kitab tasawuf untuk membimbing seseorang pada penyempurnaan ibadahnya agar menjadi orang yang benar-benar dekat dengan Allah SWT. Dalam bidang pendidikan pesantren beliau sangat menonjolkan keagamaan. Kiai Amin Sepuh merupakan salah satu ulama yang menganut Tariqat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam bidang keagamaan itu sendiri untuk memupuk rasa keagamaan bagi para santri secara lebih mendalam untuk menuntun mereka memiliki budi pekerti mulia.
Hingga tariqat tersebut dianut oleh murid-muridnya hingga sekarang. Tariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah adalah hasil penggabungan dari dua tariqat yaitu tariqat Qadiriyah dan tariqat Naqsyabandiyah dengan banyak ajaran utamanya yang tersusun dan terumuskan dari unsur-unsur pilihan ajaran dua tariqat tersebut yang dipadukan secara apik hingga menjadi suatu formulasi tariqat yang baru.
Didirikan oleh seorang tokoh ulama asal Indonesia yaitu Akhmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas, berasal dari Sambas, Kalimantan Barat, yang kemudian bermukim di Mekkah pada pertengahan abad ke-19 sampai wafatnya di sana pada tahun 1875.79 Tariqat ini berpusat pada Pondok Pesantren Tebuireng yang pengaruhnya sangat kuat di lingkungan masyarakat di daerah Jawa Timur.80 Pondok Pesantren Tebuireng merupakan tempat Kiai Amin Sepuh belajar.
Tidak heran bila Kiai Amin Sepuh menganut tareqat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Ajaran dari tariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah ini salah satunya adalah dengan mengadakan khataman, manaqiban . Begitupun yang dilakukan setiap pondok pesantren, salah satunya adalah Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin. Aplikasinya dilakukan oleh Pondok Babakan Selatan dan para Kiai-kiai di antaranya Kiai Maktum dan Kiai Zamzami Amin dalam istighosah maupun tahlil disetiap malam jum‟at yang bertempat di maqbaroh Babakan Selatan.
Kiai Amin Sepuh merupakan mursyid (pemberi petunjuk) dari Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang diberikan dari Kiai Abdul Karim dari Banten. Sebagai guru tarekat, Akhmad Khatib mengankat khalifah (pemimpin). Seorang murid yang mencapai taraf tertentu, menurut ukuran normatif seorang syekh, mendapat kewenangan untuk bertindak menjadi syekh.
Di antara khalifah Syekh Ahmad Khatib Sambas di Indonesia, ada tiga orang yang dipandang paling menonjol, di antaranya sebagai berikut :
1. Syekh Abd Karim dari Banten
2. Syekh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura
3. Syekh Tolha dari Cirebon. Ketiganya dianggap sebagai seorang yang paling berjasa dalam penyebaran Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Madura.
Sehingga salah satu dari tiga orang yang dipandang paling menonjol dan mendapat kewenangan untuk bertindak menjadi syekh serta berjasa dalam penyebaran tarekat ini adalah guru Kiai Amin Sepuh yaitu Syekh Abd Karim hingga beliau dapat dikatakan mursyid dalam tarekat ini. Adapun runtutan dari Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah hingga sampai pada Kiai Amin Sepuh bahkan kepada pengikutnya, yaitu : Ahmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas Syekh Abd Al-Karim Kiai Amin Sepuh.
4.2 Karier Beliau
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin, Babakan Ciwaringin
KH. Amin Sepuh adalah seorang ulama legendaris dari Cirebon, selain dikenal sebagai ulama, beliau juga pendekar yang menguasai berbagai ilmu bela diri dan kanuragan, Beliau juga seorang pakar kitab Kuning sekaligus jagoan perang. Kehebatan yang dimiliki kiai Amin ini sejak dirinya dikabarkan tidak mempan senjata maupun peluru saat bertempur. Pada saat itu, kiai Amin ini telah dilempari dengan 8 bom namun tetap saja dirinya masih selamat dan tidak ada kondisi luka sedikitpun.
https://www.laduni.id/post/read/44459/biografi-kh-amin-sepuh.html