Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari Melawan Belanda

Laduni.ID, Jakarta – Semangat perjuangan dan fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari telah merasuk dalam sanubari para pejuang. Mereka dengan ikhlas berlomba-lomba turut serta dalam barisan perjuangan melawan penjajahan. Dalam pertempuran tersebut, ribuan pemuda gugur sebagai syuhada dalam mengemban amanah suci perjuangan membela tanah air dan membela martabat bangsa. Peristiwa Resolusi Jihad tersebut telah membuktikan bahwa kaum santri memiliki peran dan jasa yang sangat besar pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.

KH Hasyim Asy’ari dikenal memiliki sikap yang tegas dan tanpa kompromi. Sikap tegas itu juga ditunjukkan ketika Belanda mengalami kesulitan dalam Perang Dunia II. Pada waktu itu, Belanda ingin mengambil simpati dengan mengajak rakyat Indonesia mempertakankan negara dari penjajahan Jepang. Belanda meminta agar rakyat Indonesia mau masuk ke dalam barisan militer Belanda dan bersama-sama melakukan perlawanan terhadap Jepang. Melihat kondisi dan situasi ini, KH Hasyim Asy’ari dengan lantang dan tegas mengeluarkan fatwa yang sangat terkenal, yaitu umat Islam diharamkan masuk menjadi tentara Belanda atau bekerjasama dengan Belanda dalam bentuk apa pun.

Dalam buku 99 Kiai Kharismatik Indonesia, dijelaskan bahwa sepanjang sejarah perjalanan kehidupannya KH Hasyim Asy’ari dikenal dengan sikapnya yang tidak mau bersahabat dengan Belanda. Hal ini merupakan manifestasi dari sikap orang-orang pesantren yang menjalankan politik non-kooperatif terhadap Belanda. Setiap negosiasi Belanda yang dilakukan terhadap KH Hasyim Asy’ari guna mendukung Belanda senantiasa mengalami kegagalan. Bahkan, sampai tawaran penganugerahan bintang jasa yang terbuat dari perak dan emas yang diberikan Belanda pada tahun 1937 dengan tegas ditolaknya. Penolakan yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari berdampak pada pengawasan yang ketat terhadap aktivitas Pondok Pesantren Tebuireng. Bahkan, sampai pada perencanaan pembunuhan terhadap KH Hasyim Asy’ari dan membakar habis Pondok Pesantren Tebuireng. Ketegasan sikap KH Hasyim Asy’ari ini tidak berasal dari ruang yang hampa. Ia menjelaskan kepada para santrinya terkait prinsip-prinsip perjuangan di dalam Islam setelah berjama’ah shalat magrib.

“Nabi kita pernah ditawari tiga hal oleh para musuh-musuhnya di Makkah melalui pamannya, Abu Thalib. Ketiga hal itu adalah kedudukan tertinggi dalam pemerintahan, kemakmuran, dan gadis tercantik di Arab. Namun, Nabi menolaknya dan berkata kepada pamannya: “Demi Tuhan, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku berhenti berdakwah, aku tidak pernah menyerah. Aku akan tetap berjuang agar cahaya Islam menyebar ke mana-mana atau akan mati karenanya. Demikianlah anak-anak serta murid-muridku, taladan nabi untuk bertahan dalam keadaan bagaimanapun. Semoga Allah memberikan bimbingan, rahmat, dan perlindungan kepada kita sebgai kaum muslim. Marilah kita menunaikan shalat Isya’ berjama’ah, camkan dan ingat baik-baik apa yang baru saja engkau terima. Jangan biarkan kemalasan menguasai diri kita”.

Setelah mengalami kebuntuan negosiasi dengan KH Hasyim Asy’ari, akhirnya Belanda menggunakan jalur kekerasan. Belanda melakukan serangan membabi buta terhadap KH Hasyim Asy’ari dan pesantrennya. Pertempuran pun terjadi antara pasukan Belanda dan para santri yang melakukan penyelamatan Pondok Pesantren Tebuireng dan menjaga keselamatan KH Hasyim Asy’ari. Serangan Belanda tersebut menyebabkan pesantren mengalami kerusakan yang parah. Barang berharga berupa kitab-kitab dan sebagainya dirampas. KH Hasyim Asy’ari kemudian berpesan kepada para santri, guru, dan para tokoh agar tetap bersabar dalam menghadapi perjuangan ini dan terus pantang patah semangat, “kejadian-kejadian seperti ini tidak boleh menghancurkan cita-cita dan mengendorkan semangat”.

Begitu juga pada masa revolusi, penjajah Belanda melakukan politik pencitraan dengan melakukan propaganda pada pelayanan perjalanan haji. Belanda memberikan jaminan biaya dan fasilitas yang sangat terjangkau bagi kaum muslim di daerah jajahannya. Mendengar tawaran menarik yang diberikan oleh Belanda untuk mengambil simpati kaum muslim tersebut, KH Hasyim Asy’ari dengan tegas mengelurkan fatwanya, “pergi haji dalam waktu revolusi dan menggunakan kapal Belanda hukumnya haram.” Fatwa larangan haji tersebut ditulis menggunakan bahasa Arab dan selanjutnya disiarkan secara langsung oleh Kementerian Agama. Mengetahui fatwa larangan tersebut, Van der Plas penguasa Belanda pada waktu itu menjadi kebingungan karena banyak umat Islam yang telah mendaftarkan diri mengurungkan niatnya untuk menunaikan ibadah haji.


Source: Buku biografi singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Pendiri dan Penggerak NU (penulis Jamal Ghofir Penerbit GP Ansor Tuban Jawa Timur)

https://www.laduni.id/post/read/74878/perjuangan-kh-hasyim-asyari-melawan-belanda.html