Oleh: Ahmad Karomi Mungkin terdengar aneh, koq ada suluk menghabiskan uang sowanan. Tapi memang demikian kenyataannya. Penganut suluk ini ad…
Oleh: Ahmad Karomi
Mungkin terdengar aneh, koq ada suluk menghabiskan uang sowanan. Tapi memang demikian kenyataannya. Penganut suluk ini adalah Abah Thoyib, kiai yang dikenal memiliki prinsip sabar neriman loman akas temen ngalah, murid Kiai Sahlan Sidorangu ini kerap menjadi jujugan banyak tokoh lintas kalangan untuk sekedar ngalap berkah doa.
Pernah suatu ketika ayah saya sowan dan diajak masuk ke kamar pribadi Abah Thoyib. Setelah sungkem, pandangan ayah saya tertuju pada tumpukan duit penuh daki. Uniknya keseluruhan duit tersebut di tata rapi sesuai nominalnya; yang 50 rupiah dikumpulkan sendiri, yang 100 rupiah juga dikumpulkan sendiri hingga membentuk gundukan tinggi. “Iku tak tak kumpulno kanggo sowan Kiai-kiai, ji” (itu saya kumpulkan untuk kemudian diperuntukkan Kiai-kiai, ji), “sebagian maneh gawe mbangun gapuro, ndandani masjid kampung” (sebagian lagi untuk biaya membangun gapura, merenovasi masjid). Tutur, abah Thoyyib.
“Lajeng bade didamel sowan teng Kiai sinten mawon, bah?” (Lantas akan disowankan ke Kiai mana saja, bah?), tanya ayah. “Rutene ke Gus Ali Mashuri, Kiai Abu Amar Khotib, ke Kiai Abd Ghoni, sampek Kiai Hamid Baidowi, duit iku kudu entek dikekno beliau-beliau” (Rute: ke Gus Ali Mashuri, Kiai Abu Amar Khotib, ke Kiai Abd Ghoni, ke Kiai Hamid Baidowi, uang itu harus habis dikasihkan ke beliau-beliau).
Ayah saya mengernyitkan dahi, lalu bertanya, “punopo koq diparingake beliau-beliau? Kan niki yotro njenengan?” (Mengapa koq diberikan beliau-beliau?, kan ini uang panjenengan?). Abah Thoyib menjawab: “iku ngunu duit sowanan tamu, aku pingin supoyo tamu sing podo sowan mrene iku kesababan barokah dungone Kiai liyane, makane duit iku disowanno ke Kiai liyane”. (Itu uang sowanan tamu, aku ingin supaya tamu yang telah sowan kesini mendapat barokah doa dari kiai lain, makanya uang tersebut diperuntukkan kiai-kiai lain).
Laku Abah Thoyib ini memang terbilang unik, sebab uang sowanan yang beliau terima tidak untuk kepentingan pribadi, itu uang tamu yang kesusahan, uang yang semestinya diguyur keberkahan doa para kiai lain agar si empunya terberkahi.
Satu hal lagi, Abah Thoyib meletakkan keegoannya untuk tidak terkesan “paling makbul dan jos doanya”, beliau tipikal suka merajut kebersamaan, dan mendawamkan silaturahmi kepada para Kiai lain untuk kemudian ganti dimintai doanya.
Entah berapa banyak Kiai yang silaturahmi dan ganti disowani untuk diminta berkah doanya. Menurut kesaksian ayah yang “nderekno” beliau, di antara yang pernah silaturahmi ke Krian adalah Kiai Nursalim (ayahnya Gus Bahak), Gus Ali Mashuri, Kiai Masbuchin. Sedangkan Kiai-kiai yang disowani adalah Kiai Abd Ghoni Surabaya (ayahnya Kiai Miftachul Akhyar), Kiai Fakih Langitan, Kiai Abu Amar Khotib Pasuruan, Mbah Liem, Kiai Maksum Sidoarjo, Kiai Abd Hamid Kajoran Magelang, Kiai Hamid Baidowi, Kiai Arwani Kudus, Kiai Abbas Banyuwangi, hingga Kiai Nur Walangsanga Moga Tegal.
_____________________
Blitar, 26/9/2020 malam minggu.
*PW LTNNU JATIM, Alumni Alfalah Ploso, Mudarris Al-Kimya Madrasah Virtual.
https://www.halaqoh.net/2020/09/suluk-menghabiskan-uang-sowanan.html