Biografi Syekh Agung Muhyidin Ibnu Arabi

Daftar Isi Biografi Syekh Agung Muhyidin Ibnu Arabi

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir
1.2       Keluarga
1.3       Wafat

2.         Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Perjalanan Menuntut Ilmu
2.2       Guru Beliau

3.         Penerus
3.1       Muri-murid

4.         Karomah

5.         Karya-karya

6.         Referensi

Beliau adalah Muhammad bin Ali Abdullah Al-Hatimiy Al-Tha’i, yang mendapat sebutan Abu Bakar dan digelari Muhyi Al-Din Ibn ’Arabi (”Putra Arab Sang Penghidup Agama,” selanjutnya, dalam terjemahan ini, lbn Arabi).

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir

Beliau dilahirkan pada hari Senin, malam 17 Ramadhan, tahun 520H di Marsiyyah, Andalusia. Pada usia 8 tahun beliau pindah ke Seville (sekarang wilayah Spanyol) bersama dengan orang tuanya, seraya belajar hadis dan fiqih kapada para guru di negerinya.

1.2       Keluarga

Syekh Agung Muhyidin Ibnu Arabi meninggalkan dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Anak laki-laki pertama bernama Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn al-‘Arabi al-Hatimi dikenal dengan Sa’duddin, wafat pada tahun 656 hijriah. Yang kedua bernama ‘Imaduddin yang dilahirkan di Malthiyah tahun 686 hijriah. Dan yang ke tiga perempuan bernama Zainab.

1.3      Wafat

 Perjalanan panjang Ibn ‘Arabi berakhir di Damaskus Siria. Setelah beliau sampai di kota ini, ia tidak lagi mengadakan perjalanan secara fisik. Sementara itu dalam hampir semua kondisi rihlah yang sangat panjang tersebut telah banyak orang yang berkhidmah kepada Ibn ‘Arabi. Salah satunya pemimpin para qadli madzhab Syafi’i di masanya; Syekh Syamsuddin Ahmad al-Khauli, yang berkhidmah sepenuh hati kepadanya laksana seorang budak terhadapap majikannya. Sementara itu pemimpin para qadli madzhab Maliki di masa itu mendapatkan kemuliaan untuk menikah dengan salah seorang putrinya. Orang terakhir ini kemudian turun dari jabatannya karena memuliakan Ibn ‘Arabi.

Ibn ‘Arabi wafat pada malam jum’at 28 Rabi’ al-tsani tahun 638 hijriah bertepatan dengan 26 Nopember tahun 1240 M, dalam umur 80 tahun. Beliau wafat di Damaskus Siria di rumah Ibn al-Dzakiyy. Saat itu seluruh lapisan kaum sufi berkumpul di rumah tersebut. Beliau dimandikan oleh Ibn al-Dzakiyy dan kemudian jenazahnya dibawa oleh dua orang muridnya; ‘Abd al-Khaliq dan Ibn al-Nahhas dan dimakamkan di komplek pemakaman keluarga Ibn al-Dzakiyy di Safh Qasiyun daerah al-Shalihiyyah, sebelah utara kota Damaskus. Hingga sekarang makam beliau ramai diziarahi kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia.

2.        Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1      Perjalanan Menuntut Ilmu

Syekh Agung Muhyidin Ibnu Arabi dalam menuntut ilmu beliau melakukan pengembaraan di kota-kota Andalusia dan negeri Maghrib yang kemudian memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk karakter tasawuf beliau kelak, ketika beliau menjadi syaikh dari para syaikh (syaikh al-masyayikh) dan pemuka para imam lslam. Syekh Agung Muhyidin Ibnu Arabi sangat mendalami jalan sufi dan tak seorang pun yang bisa menandinginya sehingga beliau pantas menjadi teladan yang mencerminkan akhlak-etika perkataan dan perbuatan para sufi.

Pada tahun 598H, beliau pergi ke Makkah untuk menunaikan lbadah haji dan tinggal di Hijaz selama 2 tahun. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Bagdad dan Mosul, lalu pindah ke kota Al-Khalil (Hebron, Palestina sekarang) dan tinggal di sana selama 1 tahun. Berikutnya beliau pindah ke Kairo dan tinggal di sana selama 3 tahun. Pada tahun 606 H beliau pergi ke Halb dan mondar-mandir antara Maghrib dan Masyriq selama 4 tahun. Beliau kembali ke Halb pada tahun 610 H dan tinggal di sana selama setahun penuh, kemudian kembali ke Makkah pada tahun 611 H.

Pada tahun 612 H beliau pergi ke Quniah dan Siwas, lalu kemball ke Halb tahun 617 H dan tinggal di sini selama 3 tahun. Setelah itu beliau kembali ke Damaskus pada tahun 620 H dan tinggal di sana sampai tahun 628 H. Beliau kembali lagi ke Halb, tinggal di sana selama setahun penuh lalu kembali lagi ke Damaskus pada tahun 629H dan tinggal di sana hingga wafatnya pada tahun 632H, pada usia 87 tahun.

Di kalangan ahli hakikat dan para wali beliau dikenal sebagai salah seorang wali Allah dan memperoleh banyak gelar, seperti khatam al- auliya’ (sang penutup para wali), barzakh al-barazikh (sang pemisah para pemisah), al-kibrit al-ahmar (sang belerang merah), dan sulthan al-’arifin (pemimpin para arif)

2.2       Guru

  1. Abu Bakr Muhammad ibn Mahluf al-Qabayili,
  2. Syekh Abu ‘Abdillah al-Farran,
  3. Syekh Abu Muhammad ‘Abdullah al-Qaththan yang dikenal sebagai “shahib al-futuh”,
  4. Fursyanah al-Zaitunah (Sufi perempuan asal Sevilla),
  5. Syekh Muhammad al-Randi,
  6. Syekh Abu Ishaq Ibrahim Ahmad al-‘Abasi,
  7. Syekh Abu Muhammad ‘Abdullah al-Maluqi,
  8. Syekh Abu al-Husain ibn al-Sha’igh.

3.         Penerus
3.1       Muri-murid

  1. Al-Shadr Al-Qunawi Al-Rumi

4.         Karomah

Syaikh Akbar Muhyiddin Ibn Arabi memiliki banyak sekali kebaikan dan karamah. Allah SWT telah menganugerahi beliau dengan karamah-karamah agung yang dapat disaksikan.

Beliau sering mengikuti zawiyah (sebutan untuk sebuah ruangan di pojok masjid yang dilengkapi dengan fasilitas pembelajaran) Al-Ghazali di Masjid Jamik Damaskus. Zawiyah tersebut adalah ujung tembok antara Barat dan Timur, yang ditujukan untuk memperoleh berkah dari Imam Al-Ghazali, Sang Hujjatul Islam.

Suatu hari, guru zawiyah ini tidak hadir sementara Syaikh Muhyiddin hadir. Para ahli fiqih di sana lalu barkata, “Tuan, sampaikan satu pelajaran dan uraikanlah untuk kami”

Beliau menjawab, “Saya ini sebenarnya bermazhab Maliki, tetapi apakah materi yang kalian pelajari kemarin?”

Mereka lalu menunjukkan salah satu bagian dari kitab Al-Wasith karya Imam Al-Ghazali (karya monumental Al-Ghazali di bidang fiqih-peny).

Maka Syaikh Muhyiddin menyampaikan salah satu materi darl kitab tersebut dan menjelaskannya secara panjang lebar, hingga meraka berkomentar, “Kami belum pernah mendengar pembahasan sebagus ini sebelumnya.”

Beliau menulis kitab Al-Futuhat Al-Makkiyah ketika di Makkah (kota yang dimuliakan Allah). Lalu saat beliau tiba di Irak orang-orang menanyakan kitab itu kapada beliau.

Beliau menjawab : “Naskahnya ada di Makkah.” Mereka barkata, “Wah, kita harus mempunyainya.” Maka beliau mendiktekan kitab itu berdasarkan hafalan beliau.

Saat naskah Makkah itu tiba di Irak, ternyata tidak ada perbedaan sama sekali dengan yang didiktekan.

Karamah beliau yang lain ditunjukkan ketika beliau pergi dengan kapal laut bersama sahabat-sahabatnya. Saat itu laut tiba-tiba berombak besar hingga kapal yang mereka naiki nyaris tenggelam. Para penumpang berlarian mendekati Syaikh dan berkata, “Tuan guru, kita mendapatkan cobaan yang berat dan kita hampir saja celaka, sementara Anda seorang guru yang mullia. Doakan kepada Allah agar Dia menghilangkan apa yang diturunkan kepada kita.”

Kemudian beliau berkata, “dengan karunia dan pertolongan Allah.” Beliau berhenti di puncak

kapal dan berkata kepada laut, “Tenanglah hai laut kecil. Di atasmu sekarang ada lautan ilmu.”

Laut pun lalu tenang dan lenyaplah ketakutan para penumpang.

Lalu seekor makhluk muncul dari laut dan berkata, “Hai pemimpin para arif, aku ingin bertanya tentang si perempuan yang suaminya berubah menjadi kera atau menjadi batu, apakah iddah yang tepat untuknya?” Beliau diam tak mengetahui jawabannya. Lalu beliau mendapat kan bisikan dari Rasulullah Saw yang berkata kepada beliau, ”Katakan kepada makhluk itu, jika si suami berubah menjadi kera, maka iddah wanita tersebut adalah iddah talak, dan jika berubah menjadi batu iddahnya adalah iddah mati.“

Si makhluk lalu berkata, “Panjatkan shalawat kepada yang mengajarimu.” Ternyata makhluk itu adalah jelmaan Nabi Khidir AS.

Al-Sya’rani bertutur: Saudaraku, sang guru yang saleh, H. Ahmad Al-Halabi bercerita kepadaku bahwa ia mempunyai rumah yang dekat dengan makam Syaikh Muhyiddin (semoga Allah meridhainya).

Katanya, ”Suatu ketika ada salah seorang pengingkar datang setelah isya dengan membawa api untuk membakar kuburan Syaikh Muhyiddin. Tiba-tiba pada jarak tujuh tombak dari kuburan ia tenggelam, lenyap ditelan bumi dan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri.

Sejak malam itu, ia tak pernah kembali lagi kepada keluarganya.

Ilmu para wali adalah ilmu yang terkait dengan hukum-hukum batiniah, sementara ilmu para Nabi adalah ilmu yang terkait dengan hukum-hukum lahiriah. Sedangkan ilmu laduni adalah rahasia ilmu dan merupakan hakikatnya.

Saya kabarkan kejadian ini kepada keluarga-nya sehingga mereka datang dan menggali tanah itu sampai mereka menemukan kapalanya. Setiap kali mereka gali, jasadnya tenggelam lagi ke dalam bumi hingga mereka kelelahan menggalinya dan mereka putuskan untuk menguruknya.

Al-Manawi berkata: salah satu karamah beliau diceritakan oleh salah seorang muridnya, Al-Shadr Al-Qunawi Al-Rumi yang berkisah, “Guru kami, Syaikh Ibn Arabi mampu bertemu ruh siapa saja dan golongan nabi dan para wali terdahulu yang dia kehendaki dengan tiga cara:

pertama, beliau menarik ruhaninya di alam ini dan menjumpainya secara fisik dalam bentuk yang sempurna yang mirip dengan bentuk fisik terbaik yang dimilikinya waktu masih hidup di dunia;

kedua, dengan cara menghadirkannya dalam mimpi; dan ketiga, dengan cara beliau melepaskan diri dari jasadnya dan menjumpai ruh yang dikehendakinya.

Salah satu karamah beliau dikisahkan oleh Al-Siraj: Di kota Damaskus (semoga Allah menjaga-nya) terdapat seorang syarif (bangsawan, dianggap punya garis keturunan sampai ke Nabi), penyalin kitab yang sangat anti terhadap Syaikh Muhyiddin Ibn Arabi, ia menghancurkan reputasinya dengan kebohongan.

Suatu ketika ia menyalin sebuah kitab bagi seseorang. la menulis pembuka, penutup, dan bab-bab kitab tersebut dengan tinta emas dan dengan tinta-tinta yang indah. Ketika kertas tulisnya telah terbentang di hadapannya, ia segera mengecek karyanya sabelum diserahkan kepada

pemesannya. Seekor kucing tiba-tiba menjatuhkan penyangga pelita ke atas kertas dan merusak semuanya.

Syarif ini lalu tidur dengan dipenuhi rasa marah. Pagi pun tiba dan ia ingin membuangnya di sungai Bardi di luar pintu taman yang dijaga. la melihat Syaikh Muhyiddin Ibn Arabi (semoga kasih Allah terlimpah untuk beliau) di pintu madrasahnya dan berkata, ”Kemarilah hai syarif, aku barusan menyalin sebuah kitab” dan seterusnya mengisahkan apa yang terjadi pada si syarif. Syarif itu dengan kebodohan dan kesesatan lamanya berkata, ”Aku tahu bahwa kau ini hanya menebak-nebak.”

Beliau lalu berkata, “Tunjukkan kepadaku kitab itu, siapa tahu saya bisa menemukan obat-nya.”

Si syarif bergumam, ”Ya ampun apa sih yang hari ini bisa menjauhkanku dari kejahatan musuh-ku ini.” Syaikh Muhyiddin lalu membuka sapu-tangan dan berkata, “Berikan segenggam sisa tulisan yang ada di bab itu kepadaku.”

Ia pun melakukan seperti yang diminta Syekh. Lalu Syekh menaburkannya di atas kertas.

Si Syarif yang keras kepala ini berkata, “Tak akan muncul apa pun dari kertas itu kecuali semisalnya. Kau ini hanya menambah rusak hai si kurang kerjaan.”

Syekh menjawab, ”Aku sekadar melakukan apa yang tadi ingin kau buang di sungai.” Lalu beliau pergi.

Dalam hati si syarif berkata, “Mungkin itu tadi sihirnya.” Lalu ia membuka kertas itu dan mengibaskannya.

Maka ia melihat tulisan yang lebih baik daripada ketika ia selesai menulisnya. Maka si syarif itu mendatangi syaikh dan berkata, “Hai musuhku, bagus sekali sihirmu itu.”

Syekh Ibn Arabi berkata, “Kau ini tidak mau berubah.” Lalu beliau mengulurkan tangannya dan berkata, “Demi Allah SWT, salah seorang dari orang-orang itu berkata, ‘BismiIlahirrahmanirrahim.”

Maka terlepaslan kepala si syarif karena tangan beliau sehingga si syarif dapat melihat bangkainya yang tanpa kepala. Sesaat kemudian Syaikh berkata, “Demi Allah, salah seorang dari orang—orang itu berkata ’Bismilahirrahmanirrahim” maka kembalilah kepala syarif itu ke tubuhnya.

Sehingga si syarif berkata, “Asyhadu alla ilaha illa Allah, wa anna Muhammad rasullah wa annaka waliyyullah (aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad Rasulullah, dan bahwa engkau adalah wali Allah.”

Syekh berkata, “Sekarang, wahai Syarif, demi Allah aku tidak mengembalikanmu dari kesesatanmu yang lalu kecuali karena malu kepada Nabi SAW, supaya beliau tidak mencelaku karena kekurangajaranku memberi petunjuk kepadamu padahal engkau keturunan beliau.”

Sejak saat itu, si syarif dan para hadirin yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi pengikut-pengikut utama Syaikh Muhyiddin (semoga Allah meridhainya).

Beliau juga mempunyai karamah-karamah agung dan luar biasa, yang dikisahkan secara mutawatir dan terkenal, yang penuh kebaikan dan berkah. Beliau juga mempunyai takiyah (semacam tempat ibadah yang biasanya digunakan oleh jamaah tarekat) dan masjid di sampingnya yang dibangun oleh Sultan Salim. Sultan Salim-lah yang menampakkan dengan jelas sehingga tidak seperti sebelumnya. Apa yang pernah Syaikh Muhyiddin katakan, menurut riwayat yang sahih, di sejumlah kitab beliau ternyata benar, “Jika ‘sin’ (inisial Salim) memasuki ’syin’, niscaya akan

tampaklah kuburan Muhyiddin.” Sultan Salim memasuki Syam pada tahun 923H.

5.         Karyakarya

Ibn ‘Arabi adalah seorang ulama sufi yang sangat produktif. Tidak seperti kebanyakan kaum sufi yang dianggap sedikit menghasilkan karya, Ibn ‘Arabi menghasilkan beratus-ratus judul kitab dari berbagai disiplin ilmu. Ini sekaligus menunjukkan kapasitas beliau yang tidak hanya seorang sufi, tapi juga sebagai seorang intelek yang multidisipliner. Tentang produktifitas Ibn ‘Arabi ini, Ibn Katsir dalam karyanya al-Bidayah Wa al-Nihayah berkomentar: “Beliau seorang yang sangat alim, penulis karya yang sangat banyak, Abu Bakr Muhammad ibn ‘Ali.”

Tentang karya-karya yang telah dihasilkannya Ibn ‘Arabi telah menulis sebuah risalah khusus yang memuat nama-nama dari judul kitab yang telah ditulisnya tersebut, terutama yang terkait dengan ilmu tasawuf. Dalam pengakuannya, beliau menyatakan bahwa banyak sekali tulisan yang telah ia hasilkan. Risalah ini ditulis Ibn ‘Arabi pada sekitar tahun 632 hijriah, atau sekitar enam tahun sebelum beliau wafat.

Nama-nama dari kitab karya Ibn ‘Arabi ini juga disebutkan dalam kitab berjudul ‘Unwan al-Dirayah Fiman ‘Urifa Min al-‘Ulama Fi al-Mi’ah al-Sabi’ah, karya Syekh Abu al-‘Abbas al-Ghabrini (L 644-W 714 H). Kitab disebut terakhir ini, sebagaimana tertulis dengan judulnya, memuat biografi beberapa ulama terkemuka yang hidup di abad 7 hijriah. Salah satunya biografi Ibn ‘Arabi dengan berbagai karya yang telah dihasilkannya.

Hal yang sama ditulis oleh Haji Khalifah dalam karyanya yang cukup terkenal; Kasf al-Zhunun ‘An Asami al-Kutub Wa al-Funun. Walau tidak menuliskan biografi Ibn ‘Arabi dengan sangat panjang, namun hampir seluruh karya-karyanya disebutkan dengan setiap judul masing-masing. Tidak kurang dari sekitar tiga ratus judul kitab karya Ibn ‘Arabi disebutkan Haji Khalifah dalam karyanya tersebut.

Nama-nama kitab karya Ibn ‘Arabi ini demikian pula dikutip dalam kitab Jami’ Karamat al-Auliya karya Syekh Yusuf ibn Isma’il al-Nabhani (L 1265-W 1350 H). Karya al-Nabhani ini semacam kitab penyebutan biografi para wali Allah, hanya dengan pembahasan yang sangat luas hingga mencakup berbagai segi dari setiap biografi orang yang disebutkannya. Salah satunya adalah Imam Muhyiddin Ibn ‘Arabi dengan karya-karyanya.

Dalam kitab al-Nabhani ini disebutkan bahwa Ibn ‘Arabi telah menulis sebuah risalah yang mencakup nama-nama kitab hasil karyanya. Kitab-kitab tersebut oleh Ibn ‘Arabi, ditambah seluruh periwayatan yang beliau terima dari guru-gurunya, di-ijazah-kan kepada Raja al-Muzhaffar Bahauddin Ghazi ibn al-Malik al-‘Adil. Disebutkan bahwa Ibn ‘Arabi memberikan ijazah kepadanya dalam segala qira’ah, sama’, munawalah, kitab-kitab, seluruh ijazah yang ia milikinya, seluruh hasil karya yang telah ia tulis dalam berbagai disiplin ilmu dan segala tulisan Ibn ‘Arabi sendiri, baik yang berupa nazham (bait-bait) maupun yang dalam bentuk prosa (natsr).

Dalam risalah nama-nama kitab tersebut, Ibn ‘Arabi mengakui bahwa beberapa di antaranya tidak diketahui keberadaannya. Kitab-kitab yang dianggap “hilang” ini berjumlah sekitar 27 judul. Selain jumlah ini ada pula beberapa judul lainnya yang dianggap sebagai tulisan beliau. Tentang beberapa kitab tersebut Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa karena ada suatu urusan, ia menitipkannya kepada salah seorang kawan. Namun entah karena alasan apa, hingga Ibn ‘Arabi menulis risalahnya ini, orang tersebut kemudian belum mengembalikannya.

Adapun beberapa karya Ibn ‘Arabi yang tersebar dan dikenal di masyarakat sekarang, sebagaimana ditulisnya dalam risalah di atas, seluruhnya berjumlah 224 buah judul buku. Sementara yang disebutkan Syekh al-Nabhani dalam Jami’ Karamat al-Auliya’  seluruhnya sebanyak 235 buah judul buku. Dari beberapa judul kitab yang tersebar dan dikenal masyarakat ini, dalam pengakuan Ibn ‘Arabi, sebagian besar di antaranya telah selasai ditulisnya. Namun ada beberapa di antaranya yang belum ia selesaikan.

Dalam menulis karya-karyanya tersebut, Ibn ‘Arabi tidak semata bertujuan membuat sebuah hasil karya seperti umumnya para penulis. Sebagaimana pengakuannya, kitab-kitab tersebut terhasilkan dari pancaran cahaya ilmiah yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Kandungan-kandungan kitab tersebut tercurahkan begitu saja, ada yang dengan lewat pengajaran di tengah-tengah muridnya, ada yang terhasilkan karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan atau karena sebab lainnya.

Di antara kitab-kitab karya Ibn ‘Arabi yang oleh beliau sendiri dinyatakan tidak diketahui lagi keberadaannya, sebagai berikut:

  1. Mukhtashar al-Musnad al-Shahih Li Muslim ibn al-Hajjaj.
  2. Mukhtashar Sunan Abi ‘Isa al-Tirmidzi.
  3. al-Mishbah Fi al-Jam’i Bain al-Shihah.
  4. Mukhtashar al-Muhalla Li Ibn Hazm al-Farisi.
  5. al-Ihtifal Fima Kana ‘Alahi Rasulullah Min Sanniyy al-Ahwal.

Karya-karya dalam kajian tasawuf yang juga tidak diketahui keberadaannya, di antaranya:

  1. Kitab al-Jama’ Wa al-Tafshil Fi Asrar Ma’ani al-Tanjil.
  2. Kitab al-Jadzwah al-Muqtabasah Wa al-Khatharah al-Mukhtalasah.
  3. Kitab Miftah al-Sa’adah Fi Ma’rifat al-Madkhal Ila Thariq al-Iradah.
  4. Kitab al-Mutsallatsat al-Waridah Fi al-Qur’an.
  5. Kitab al-Musabba’at al-Waridah Fi al-Qur’an.
  6. Kitab al-Ajwibah ‘Ala al-Masa’il al-Manshuriyyah.
  7. Kitab Mubaya’ah al-Quthb Fi Hadlrah al-Qurb.
  8. Kitab Manahij al-Irtiqa Ila Iftidladl Abkar al-Biqa al-Mukhaddirat Bi Khaimat al-Liqa.
  9. Kitab Kunhu Ma la Budd Minhu.
  10. Kitab al-Muhkam Fi al-Mawa’izh Wa al-Hikam Wa Adab Rasululillah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam.
  11. Kitab al-Jala’ Fi Istinzal Ruhaniyyat al-Mala’ al-A’la
  12. Kitab Kasyf al-Ma’na ‘An Sirr Asma Allah al-Husna.
  13. Kitab Syifa al-Ghalil Fi Idlah al-Sabil Ila al-Mauizhah.
  14. Kitab ‘Uqlah al-Mustaufi Fi Ahkam al-Shun’ah al-Insaniyyah Wa Tahsin al-Shifah al-Imaniyyah.
  15. Kitab Jala’ al-Qulub.
  16. Kitab al-Tahqiq Fi Sya’n al-Sirr Fi Nafs al-Siddiq.
  17. Kitab al-I’lamBi Isyarati Ahl al-Ilham.
  18. Kitab al-Ifham Fi Syarh al-I’lam.
  19. Kitab al-Siraj al-Wahhaj Fi Syarh Kalam al-Hallaj.
  20. Kitab al-Muntahkab Min Ma’atsir al-‘Arab.
  21. Kitab Nata’ij al-Afkar Wa Hada’iq al-Azhar
  22. Kitab al-Mizan Fi Haqiqat al-Insan.

Adapun karya-karya Ibn ‘Arabi yang hingga kini masih ada dan dikenal di kalangan kaum muslimin, di antaranya sebagai berikut: dalam disiplin hadis:

  1. Kitab al-Mahajjah al-Baidla’
  2. Kitab Miftah al-Sa’adah (kitab yang menghimpun beberapa matan dari al-Bukhari, Muslim dan al-Tirmidzi)
  3. Kitab Kanz al-Abrar Fima Yurawa ‘An al-Nabi Min al-Ad’iyah Wa al-Adzkar.
  4. Kitab Misykat al-Anwar Fima Yurwa ‘An Allah Ta’ala Min al-Akhbar.
  5. Kitab al-Arba’in al-Mutaqabilah.
  6. Kitab al-Arba’in al-Muthawwalat.
  7. Kitab al-Ghain.

Dalam Disiplin Ilmu Tasawuf, sebagai berikut:

  1. Kitab al-Tadbirat al-Ilahiyyah Fi Ishlah al-Mamlakah al-Insaniyyah.
  2. Kitab Sabab Ta’alluq al-Nafs Bi al-Jism.
  3. Kitab Inzal al-Ghuyub ‘Ala Maratib al-Qulub.
  4. Kitab al-Asra Ila Maqam al-Asra.
  5. Kitab Masyahid al-Asrar al-Qudsiyyah Wa Mathali’ al-Anwar al-Ilahiyyah.
  6. Kitab al-Jaliyy.
  7. Kitab al-Manhaj al-Sadid Fi Tartib Ahwal al-Imam al-Busthami Abi Yazid.
  8. Kitab Miftah Aqfal al-Ilham al-Wahid Wa Idlah Isykal I’lam al-Murid Fi Syarh Ahwal al-Imam al-Busthami Abi Yazid.
  9. Kitab Uns al-Munqathi’in Li Rabb al-‘Alamin.
  10. Kitab al-Mauizhah al-Hasanah.
  11. Kitab al-Bughyah Fi Ikhtishar al-Hilyah Li Abi Nu’aim al-Hafizh.
  12. Kitab al-Durrah al-Fakhirah Fi Dzikr Man Intafa’tu Bih Fi Thariq al-Akhirah.
  13. Kitab al-Mabadi’ Wa al-Ghayat Fi Tahwi ‘Alahi Huruf al-Mu’jam Min al-‘Aja’ib Wa al-Ayat.
  14. Kitab Mawaqi’ al-Nujum Wa Mathali’ Ahillah al-Asrar Wa al-‘Ulum.
  15. Kitab al-Inzalat al-Wujudiyyah Min al-Khaza’in al-Judiyyah.
  16. Kitab Hilyah al-Abdal Wa Ma Yazhhar ‘Alaiha Min al-Ma’arif Wa al-Ahwal.
  17. Kitab Anwa’ al-Fajr Fi Ma’rifat al-Maqamat Wa al-Amilin ‘Ala al-Ajr.
  18. Kitab al-Futuhat al-Makkiyyah.
  19. Kitab Taj al-Rasa’il Wa Minhaj al-Wasa’il.
  20. Kitab Ruh al-Quds Fi Munashaht al-Nafs.
  21. Kitab al-Tanazzulat al-Maushiliyyah Fi Asrar al-Thaharat Wa al-Shalawat al-Khams Wa al-Ayyam al-Muqaddarah al-Ashliah.
  22. Kitab Isyarat al-Qur’an Fi ‘Alam al-Insan.
  23. Dan berbagai kitab lainnya.

6.         Referensi

Diketik ulang dari buku “Wahai Anakku!” terjemahan kitab Nashaih Al-Syaikh AI-Akbar Ibn ‘Arabi karya Syaikh Al-Akbar Ibnu Araby

https://www.laduni.id/post/read/80703/biografi-syekh-agung-muhyidin-ibnu-arabi.html