Oleh Prof Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Hari Minggu, 3 Juli 2022, kami bersama anak-anak kelompok bimbingan tahfidz-tahsin-dan khitabah melakukan acara penutupan resmi. Sesuai dengan rencana kegiatan pembimbingan ini sebenarnya harus sudah diakhiri/ditutup pada tiga bulan yang lalu (April 2022), namun berbagai hal menjadi kendala salahsatunya komunikasi kerjasama antar mahasiswa dan orang tua dan unsur lainnya masih kurang.
Hakekat bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya (Shertzer & Stone,1971: 40). Model bimbingan kolaboratif berangkat dari pandangan Bertolino dan Bill (2002) yang menyatakan bahwa “konselor bukan sebagai singgle expert“. Sumber pemecahan masalah terdapat di masyarakat serta pada jaringan sosial yang diciptakan konselor. Pelaksanaan bimbingan perlu melibatkan banyak pihak, seperti guru/dosen, orang tua serta ahli lain yang terkait dengan masalah yang dihadapi.
Konsep model mengacu pada pendapat Kartadinata (2008) yang menyatakan bahwa model merupakan seperangkat asumsi, proposisi atau prinsip yang terverifikasi secara empirik yang diorganisasikan ke dalam sebuah struktur untuk menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan perilaku atau tindakan.
Kolaborator yang dapat dilibatkan dalam kegiatan bimbingan berangkat dari pandangan Biasco (dalam Yusuf, 2008) bahwa efektivitas program bimbingan akan tercapai apabila ada upaya kerjasama antara personil sekolah dengan individu di luar sekolah seperti orang tua dan para spesialis. Proses kolaborasi dimodifikasi dari pandangan Brown dkk (dalam Henderson & Thompson, 2011: 528) dan Cook and Frend (dalam Frans dan Bursuck, 1996: 76).
The National Association for the Education of Young Children (NAEYC) menekankan program yang berkualitas adalah yang dapat melayani untuk semua anak dan keluarga, oleh karena itu salah satu komponen penerapan Developmentally Apropriate Practice (DAP) adalah berkaitan dengan hubungan antara rumah dengan program sekolah. Pandangan ini juga memperkuat pentingnya kerja sama antara guru dengan orang tua. Bredekamp (1966) menjelaskan bahwa: guru perlu bekerja sama dengan keluarga dan komunitas orang tua/wali siaswa.
Nivick (1996) menegaskan bahwa DAP berprinsip, “pada dasarnya anak mengkonstruksi pengetahun mereka sendiri melalui interaksi dengan lingkungan sosial dan fisik, karena itu segala yang ada di sekitar anak akan memberikan pengaruh terhadap perilakunya. Orang tua, anggota keluarga, guru/dosen dan teman-temannya merupakan bagian dari lingkungan sosial yang sebaiknya dilibatkan dalam intervensi terhadap peserta didik”.
Kolaborasi dalam pendidikan tercermin dalam DAP sebagaimana diungkap oleh Bredekamp dan Nivick, Kirk (1986: 154-156) mengemukakan bahwa “Guru/dosen tidak dapat melakukan segalanya. Guru/dosen memerlukan bantuan suport dari personil lain, baik dari psikolog, konselor sekolah, maupun para orang tua siswa”. Di sinilah pentingnya kerja sama guru dengan orang tua tercermin dalam penelitian Crane et.al (2011: 518-522) yaitu memerlukan pelibatan dan kesepakatan antara orang tua dan guru dalam melakukan asesmen terhadap perilaku anak, orang tua dan guru/dosen merupakan sumber informasi tentang perilaku dan kemampuan anak.
Kolaborasi tidak hanya diperlukan dalam pemberian layanan bimbingan, tetapi juga dalam kegiatan konseling, hal ini sejalan dengan pendapat William (1959) yang menuliskan bahwa “konseling akan efektif bila melibatkan orang tua dan guru. Orang tua dan guru harus kooperatif berpartisipasi dalam pelaksanaan konseling. Henderson dan Thompson (2011) mengupas tentang “pentingnya konselor membangun kerja sama dengan orang dewasa lainnya untuk meningkatkan perkembangan anak, baik dalam bentuk kegiatan konsultasi maupun dengan kolaborasi”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa konsultasi/bimbingan merujuk pada metode tukar pikiran antara beberapa pakar, sedangkan kolaborasi merupakan hubungan timbal balik untuk mendiskusikan dan mencari pemecahan masalah. Kolaborasi merupakan sebuah kelompok yang bekerja sama dalam kesatuan yang bagus, dimana masing-masing anggota berkontribusi dalam suatu upaya yang spesifik terhadap rencana suatu kegiatan. Untuk hal itu beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa pentingnya bimbingan secara kolaboratif, antara lain, sbb.:
Pertama, penelitian tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling kolaboratif sudah dilaksanakan oleh Soendari (2011) yang bertujuan meningkatkan perilaku adaptif anak tuna grahita ringan. Penelitian ini melibatkan 21 anak tunagrahita, 21 orang tua, 18 guru dan 7 guru pembimbing. Hasil penelitian menyimpulkan model BKK efektif meningkatkan perilaku adaptif pada anak tuna grahita ringan di Sekolah Dasar.
Kedua, penelitian lain nya dilakukan oleh Hidayat (2010), BKK terbukti efektif meningkatkan keterampilan belajar siswa SMP. Pihak-pihak yang di libatkan dalam kolaborasi adalah siswa, guru pembimbing, guru dan kepala sekolah.
Ketiga, penelitian yang sama dilakukan oleh Chotidjah (2014) yang mengembangkan model bimbingan dan konseling kolaboratif untuk meningkatkan prestasi belajar anak dengan gangguan learning disability, melibatkan guru, guru BK dan orang tua secara kolaboratif.
Keempat, efektivitas bimbingan dan konseling kolaboratif sudah dibuktikan dari hasil penelitian Ginintasasi (2012) bahwa bimbingan dan konseling kolaboratif efektif bagi penanganan anak autis. Kolaborator yang dilibatkan dalam penelitian ini meliputi, pedagog,terapis okupasi, terapis wicara, orang tua, helper, dan social worker. Walahu A’lam Bishowab.
*) Ahmad Rusdiana, Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti PerguruanTinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengem-bangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri/Ketua Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search?q=buku+ a.rusdiana+ shopee& source (3) https://play.google.com/ store/books/author?id.