Khutbah Jumat: Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Tapak Tilas Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِتَرْكِ الْمَنَاهِيْ وَفِعْلِ الطَّاعَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَآبِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْـتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ

         فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengawali khutbah ini, tidak bosan-bosannya, khatib mengajak kepada diri khatib pribadi dan seluruh jamaah untuk senantiasa bersyukur pada Allah swt atas segala anugerah nikmat yang kita terima dalam kehidupan ini. Dan juga mari kita terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt, bukan hanya diucapkan melalui lisan kita saja, namun terlebih dari itu ditancapkan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan kita sehari-hari. Di antara wujud komitmen bertakwa itu adalah senantiasa menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladani.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Tidak terasa, kita telah memasuki beberapa hari di bulan Dzulhijjah dalam kalender tahun hijriah di mana secara bahasa Dzulhijjah mempunyai arti “Yang Mempunyai Haji”. Maksudnya adalah bahwa pada bulan ini, Allah mensyariatkan kepada umat muslim untuk melakukan ritual ibadah haji sebagai bagian dari rukun Islam. Mengingat bahwa bulan Dzulhijjah adalah bulan yang mulia, tentu saja di dalamnya terdapat keutamaan yang apabila seseorang melakukan suatu amalan tertentu, maka faedahnya akan dirasa. Salah satu keutamaan yang terdapat di bulan Dzulhijjah adalah sepuluh harinya yang utama, di mana Allah mencintai amal shaleh hamba-hamba-Nya yang dilakukan pada sepuluh hari itu. Allah berfirman:

وَٱلۡفَجۡرِ وَلَيَالٍ عَشۡرٖ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh, (QS. Al-Fajr, 89:1-2).

Ayat di atas dengan tegas Allah bersumpah dengan fajar dan sepuluh hari/malam yang oleh Ibnu Katsir ditafsirkan dengan sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah. Hal ini dipertegas dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w. yang berbunyi:

ما من أيَّامٍ العملُ الصَّالحُ فيهنَّ أحبُّ إلى اللهِ من هذه الأيَّامِ العشرِ . قالوا : يا رسولَ اللهِ ولا الجهادُ في سبيلِ اللهِ ؟ فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : ولا الجهادُ في سبيلِ اللهِ إلَّا رجلًا خرج بنفسِه ومالِه فلم يرجِعْ من ذلك بشيءٍ

Tidak ada hari dimana amal saleh didalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan sepuluh hari ini maksudnya sepuluh Dzulhijjah. Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, meskipun Jihad di jalan Allah? Beliau menjawab: Meskipun berjihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali sedikitpun. (HR. Bukhari, 969).   

Dari hadits di atas, kita memahami bahwa amal shaleh seorang hamba lebih dicintai Allah jika dilakukan pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, sehingga pahalanya pun akan berlipat ganda. Karena itu, adalah keniscayaan apabila seorang muslim melakukan puasa sunnah pada bulan ini, sebagaimana ditegaskan oleh sunnah Nabi s.a.w.:

Biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam puasa Sembilan hari di bulan Dzulhijjah, puasa Asyura’ dan tiga hari pada setiap bulan. Permulaan dua senin dan dua kamis (setiap bulan). (HR. Abu Daud, 2437).  

Tentu saja, di samping keutamaan sepuluh hari sebagaimana dijelaskan di atas, Allah memberikan kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya di bulan Dzulhijjah dengan suatu peristiwa besar, yaitu ibadah haji dan ibadah kurban. Keduanya mempunyai korelasi yang erat, karena berpijak pada tapak tilas Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.. Dalam konteks ibadah haji misalnya, Allah s.w.t. berfirman:

وَإِذۡ يَرۡفَعُ إِبۡرَٰهِۧمُ ٱلۡقَوَاعِدَ مِنَ ٱلۡبَيۡتِ وَإِسۡمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah, 02:127).     

Secara umum ayat ini dapat dipahami bahwa ka’bah telah ada jauh sebelum Nabi Ibrahim dan Ismail. Karena, kata yar’fau pada ayat tersebut berimplikasi pada makna meninggikan. Artinya, bahwa sokoguru ataupun tiang dari ka’bah sudah ada, hanya saja karena mungkin karena faktor alam, semisal badai pasir, pondasi dari ka’bah tersebut terpendam oleh pasir. Sebagian mufassir menyatakan bahwa pondasi ka’bah sudah ada sejak sebelum Nabi Adam, bahkan al-Baghawi di dalam tafsirnya menyatakan bahwa pondasi ka’bah sudah ada sebelum Allah menciptakan bumi dengan jarak dua ribu tahun. Setelah Allah menciptakan Nabi Adam sebagai khalifah-Nya di bumi, kemudian diperintahkan kepada Adam agar supaya meneruskan pembangunan pondasi tersebut menjadi sebuah bangunan.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Di dalam sebuah riwayat yang juga dicatat oleh al-Baghawi di dalam tafsirnya, keberadaan pondasi dari ka’bah itu berbanding lurus dengan Baitul Makmur, sebuah tempat di langit di mana para malaikat melakukan tawaf dan ibadah kepada Allah s.w.t.. Karena itu, Allah s.w.t. memerintahkan Nabi Adam a.s. untuk melakukan tawaf mengelilingi ka’bah, beribadah menghadap kepadanya juga, sebagaimana dilakukan oleh para malaikat yang mengelilingi Baitul Makmur dalam rangka tawaf dan beribadah kepada Allah s.w.t.

Karena itu, apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail adalah usaha dalam rangka melanjutkan apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Adam, yaitu meninggikan pondasi Baitullah/Ka’bah dalam rangka melakukan tawaf sebagai bagian dari ritual ibadah haji dan ibadah lain seperti shalat untuk menghambakan diri kepada Allah, sebagaimana dilakukan oleh para malaikat di langit dan serta dilakukan oleh Nabi Adam. Hal senada dipertegas oleh doa Nabi Ibrahim:

رَبَّنَا وَٱجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَيۡنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةٗ مُّسۡلِمَةٗ لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبۡ عَلَيۡنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah, 02:128).

Selanjutnya, untuk mengokohkan keteguhan dalam menjalankan perintah Allah, diperintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk melakukan pengorbanan dengan menyembelih putra kesayangannya, yaitu Nabi Ismail. Kisah ini diabadikan di dalam al-Qur’an.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Shaffat, 37:102-105).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ayat ini menegaskan sebagaimana dikemukakan oleh beberapa mufassir bahwa anak Nabi Ibrahim yang disembelih adalah Nabi Ismail. Hal ini dilandaskan dengan beberapa alasan di antaranya bahwa Nabi Ismail lahir pasca Nabi Ibrahim melakukan hijrah dari Palestina ke sebuah lembah yang tandus dan kering, yaitu tanah haram, Mekkah. Istilah lembah yang tandus dan kering dikenal di dalam al-Qur’an dengan “Wadin Ghairi dzi Zar’in inda baitika al-Muharram” atau lembah yang tidak ada satupun pepohonan yang dekat dengan pondasi Baitullah al-Muharram, yakni Mekkah al-Mukarramah. Tapak tilas penyembelihan Nabi Ismail oleh Nabi Ibrahim kemudian menjadi salah salah manasik dalam ibadah haji, yakni menyembelih hewan qurban di Mina.

Dengan demikian, momentum di bulan Dzulhijjah ini hendaknya menjadi sebuah ibrah bagi kita, umat muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan kita, sehingga mampu mencontoh, keteguhan Nabi Ibrahim dan kesabaran Nabi Ismail dalam mentaati perintah Allah. Wallahu A’lam

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا، َأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

_______________________
Oleh: Ustadz Mohammad Khoiron
 

https://www.laduni.id/post/read/80877/khutbah-jumat-keutamaan-bulan-dzulhijjah-dan-tapak-tilas-nabi-ibrahim-dan-nabi-ismail-as.html