Biografi Habib Muhammad bin Husein Ba’abud

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat
 

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Karier
4.1       Karier Beliau

5          Wasiat Beliau

6          Silsilah Nasab 
6.1       Silsilah Guru Beliau

7          Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
Habib Muhammad bin Husein dilahirkan di daerah Ampel Masjid Surabaya. Tepatnya di sebuah rumah keluarga, sekitar 20 meter dari Masjid Ampel, pada malam Rabu 9 Dzulhijjah 1327 h. Menurut cerita ayahandanya (Habib Husein), saat akan melahirkan, ibunda beliau (Syarifah Ni’mah) mengalami kesukaran hingga membuatnya pingsan. Habib Husein bergegas mendatangi rumah Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya. Habib Abu Bakar memberikan air untuk diminumkan pada istrinya. Tak lama sesudah diminumkannya air tersebut, dengan kekuasaan Allah, Syarifah Ni’mah melahirkan dengan selamat. 

1.2  Riwayat Keluarga
Pada tahun 1348 Hijriyyah, tepatnya pada hari Kamis sore tanggal 22 bulan Robi’ust Tsani ayahanda beliau menikahkan beliau dengan As Syarifah Aisyah binti As Sayyid Husein bin Muhammad bil Faqih, walimatul aqad berlangsung di rumah ayahanda beliau, dan yang menjadi wali adalah saudara kandung As Syarifah Aisyah yaitu As Sayyid Syech bin Husein bil Faqih yang telah mewakilkan aqad kepada Qodhi Arob di Surabaya masa itu yaitu Al Habib Ahmad bin Hasan bin Smith. Sedangkan walimatul urs pada malam Jum’at 22 Robi’ust Tsani di rumah istri beliau di Nyamplungan gang 4 Surabaya. Allah SWT telah mengaruniai beliau pada pernikahan ini enam putra dan delapan putri, mereka adalah :
Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fatimah, Abdullah, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyyah, Nur, dan Ibrahim.

1.3  Wafat
Habib Muhammad berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu pukul 10.20 tanggal 18 Dzulhijjah 1413 h, bertepatan dengan 9 Juni 1993. Jenazah almarhum diantar oleh banyak orang ke pemakaman Bambangan, Lawang. Lalu dimakamkan di samping makam ayahanda dan kakak beliau.

1.4  Nasab 
Nasab beliau dari pihak ayah : 
Muhammad bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Zein bin Musyayakh bin Alwi bin Abdullah bin Al Mu’allim Muhammad Ba’abud bin Abdullah yang bergelar ‘Abud bin Muhammad Maghfun bin Abdurrahman Ba-buthoinah bin Ahmad bin Alwi bin Al Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi yang dikenal dengan ‘Ammul Faqih bin Syech Muhammad Shohib Mirbath bin Syech Ali Kholi’ Qosam bin Syech Alwi bin Syech Muhammad bin Alwi bin Syech Ubaidillah bin Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uroidhi bin Al Imam Ja’far As-Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Husein cucu Rasullullah dan buah hatinya bin Ali bin Abi Thalib wabnu Fatimah Az-Zahroh putri Rasulullah SAW.

Adapun nasab beliau dari pihak ibu adalah :
Muhammad bin Ni’mah binti Hasyim bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Aqil bin Syech bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya bin Hasan bin Ali bin Alwi bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al Faqihil Muqoddam bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath dan seterusnya sampai akhir nasab yang tersebut diatas.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1   Mengembara Menuntut Ilmu
Al Habib Husein dibesarkan di Bour dan belajar ilmu pada guru-guru disana, terutama ialah Al Habib Zein bin Alwi Ba’abud. 

2.2  Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau saat menuntut ilmu, di antaranya:
1. Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih
2. Habib Hasan bin Abdulloh al-Kaf
3. Habib Abdurrohman bin Nahsan bin Syahab
4. Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlor

2.3  Mengasuh Pesantren
Pindah ke Malang Pada bulan Jumadil Akhir 1359 H, bertepatan dengan Juli 1940, Habib Muhammad beserta keluarganya pindah ke Lawang, Malang. Di kota kecamatan inilah beliau mendirikan madrasah dan pondok pesantren Darun Nasyiien, yang pembukaan resminya jatuh pada bulan Rojab 1359 H, bertepatan dengan 5 Agustus 1940. Pembukaan pondok pertama kali itupun mendapat perhatian yang luar biasa dari masyarakat dan ulama tanah Jawa. Bahkan sebagian sengaja datang dari luar Jawa. Beberapa bulan setelah tinggal di Lawang, ayahanda dari Surabaya (Habib Husein) turut pindah ke Lawang dan tinggal bersamanya. Ketika penjajah Jepang datang, Habib Muhammad sempat berpindah-pindah tinggal. Mulai dari Karangploso, Simping, hingga Bambangan, yang kesemuanya masih di sekitar Lawang. 

Kegiatan mengajarnya juga sempat berhenti sekitar 17 hari, karena Jepang pada waktu itu memerintahkan untuk menutup seluruh madrasah dan sekolah di seluruh daerah jajahannya. Ketika Belanda datang kembali untuk menjajah yang kedua kalinya, terpaksa madrasah ditutup lagi selama tiga bulan, mengingat keamanan yang dirasa membahayakan pada waktu itu. Barulah sejak 1 April 1951, Habib Muhammad sekeluarga kembali ke Jl. Pandowo sampai akhir hayatnya. Tepatnya di rumah nomor 20, yang di belakangnya terdapat pondok pesantren, beserta kamar-kamar santri, musholla Baitur Rohmah dan ruang-ruang kelas yang cukup baik. Saat itu yang dipercaya sebagai panitia pembangunan sekaligus arsitekturnya adalah putra sulung beliau, Habib Ali bin Muhammad Ba’abud. 

3. Penerus Beliau            

3.1  Anak-anak Beliau
Anak-anak beliau yang menjadi penerus beliau adalah:
Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fatimah, Abdullah, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyyah, Nur, dan Ibrahim.

3.2  Murid-murid Beliau
Murid-murid beliau adalah para santri di pesantren Darun Nasyiien

4. Karier      

4.1  Karier Beliau
Karier sesuai dengan keilmuan beliau, posisi karier yang diduduki di antaranya:
Pengasuh pesantren Darun Nasyiien

5. Wasiat Beliau

Wasiat yang Ditinggalkan Habib Muhammad Ada beberapa wasiat yang ditinggalkan oleh Habib Muhammad yang layak direnungkan oleh umat Islam dimanapun. Diantara wasiatnya itu adalah, 

1. Hendaklah mereka menjalankan sunnah-sunnah atau prilaku pemimpin para utusan Allah, Saiyidina Muhammad SAW, dan hendaknya pula mengikuti sunnah dan perjalanan para Khalifah yang telah mendapatkan petunjuk (al-Khulafaur Rosyidin). Barangsiapa yang tidak mampu menjalankan kesemuanya itu, setidak-tidaknya janganlah keluar atau menyimpang dari jalan atau petunjuk para Salafus Sholih, yaitu para leluhur kita yang sholeh serta terbukti kewaliannya. Dan barangsiapa belum mendapat jua taufiq hidayat untuk itu semua, paling tidak hendaknya ia meneladani kepadaku, yaitu meneladani dalam hal ibadahku dan khalwatku, juga di dalam menjauhkan diri dari kebanyakan orang, bersama dengan perlakuanku yang baik terhadap anak kecil dan orang besar laki-laki dan perempuan, jauh maupun dekat, tanpa harus sering berkumpul atau banyak bergaul, dan tanpa harus saling tidak peduli ataupun saling benci-membenci. 

2. Hendaknya pula sangat berhati-hati dalam bermusuhan dan berselisih dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga. 

3. Selalu memohon pada Allah kasih sayangnya atau diriku serta memohonkan ampun untukku dengan membacakan istighfar sesuai dengan kesanggupannya masing-masing pada setiap waktu, lebih-lebih lagi di dalam hari-hari Asyura, Rajab dan di bulan Ramadlan, Haji, terutama pada bulan dimana Allah SWT mentakdirkan akan wafatku. 

4. Mempererat tali silaturahmi, karena sesungguhnya silaturahmi itu sangat memberi pengaruh terhadap keberkahan rizqi dan salah satu sebab dipanjangkannya umur seseorang. Silaturohmi itu menunjukkan keluhuran budi pekerti dan tanda seseorang mendapat kebajikan di hari kemudian. Maka hati-hatilah kalian daripada memutuskan tali persaudaraan , karena perbuatan itu sangatlah keji dan siksanya sangatlah pedih. Seseorang yang memutuskan silaturohmi itu adalah terkutuk, sesuai nash al-Quran dan menandakan orang yang lemah imannya, orang yang memutus silaturahmi tidak akan mencium bau sorga dan kesialannya menjalar pada tetangga-tetangganya. Maka sambunglah tali persaudaraan, karena sesungguhnya tali rohim itu tergantung pada salah satu tiangnya Arsy Allah SWT. 

5. Agar banyak beristikharah dan musyawarah dalam segala hal, dan hendaknya selalu mengambil jalan yang hati-hati. Walaupun pada hakekatnya berhati-hati itu tidak dapat meloloskan seseorang dari ketentuan dan takdir Allah, akan tetapi menjalankan sebab tidaklah boleh ditinggalkan. Justru dengan sebab itulah wasiat atau pesan dan nasehat itu dibutuhkan dan dianjurkan, karena kesemuanya itu adalah satu daripada sebab dalam mengajak manusia kepada Allah serta mengajak mereka menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat. Semoga Allah SWT mencurahkan kasih sayangnya atas mereka yang suka memberikan nasehat dan membalas mereka dengan kebaikan yang melimpah, dan semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq-Nya pada kita.

6. Silsilah Nasab 

6.1   Silsilah Guru Beliau
Berikut ini contoh Chart silsilah guru beliau dapat dilihat selengkapnya melalui: Silsilah Nasab guru beliau
 

7. Referensi

Biografi Habib Muhammad bin Husein Ba’abud 

https://www.laduni.id/post/read/80883/biografi-habib-muhammad-bin-husein-baabud.html