Daftar isi Biografi Khaulah binti Tsa’labah
1. Riwayat Hidup
1.1 Lahir
1.2 Wafat
2. Kisah-kisah
2.1 Pernikahan
2.2 Wanita yang Aduannya Didengar oleh Allah SWT
3. Menasehati Umar bin Khattab
4. Chart Silsilah
4.1 Chart Silsilah Sanad
5. Referensi
Khaulah binti Tsa’labah adalah sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan wanita dan istri dari Sahabat Aus bin Shamit bin Qais.
1. Riwayat Hidup
1.1 Lahir
Tidak diketahui secara pasti tanggal, bulan, dan tahun kelahiran Khaulah binti Tsa’labah karena minimnya sumber informasi.
1.2 Wafat
Tidak diketahui secara pasti wafatnya Khaulah binti Tsa’labah.
2. Kisah-kisah
2.1 Pernikahan
Khaulah binti Tsa’labah tumbuh sebagai wanita yang cantik, lembut hatinya dan pandai. Ia menikah dengan Aus bin Shamit, saudara dari Ubadah bin Shamit Radhiallahu ‘anhu, yang senantiasa menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh peperangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dari pernikahannya ini, keduanya dikaruniai seorang putra yang bernama Rabi’ bin Aus.
2.2 Wanita yang Aduannya Didengar oleh Allah SWT
Suatu ketika Khaulah binti Tsa’labah mendapati suaminya, Aus bin Shamit dalam suatu masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.”
Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang untuk beberapa lama. Selanjutnya Aus kembali ke Khaulah dan menginginkannya. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak Aus, sampai jelas hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kejadian di atas.
Khaulah berkata, “Tidak, jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.
Selanjutnya Khaulah menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya.
Maksud kedatangannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam tentang urusan tersebut. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut, aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Wanita mukminah ini mengulangi perkataannya dan menjelaskan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tentang apa yang menimpa dirinya dan anaknya, jika dia harus bercerai dengan suaminya, namun Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya”.
Sesudah peristiwa tersebut wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan kedua di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Kedua matanya meneteskan air mata dan perasaan menyesal. Kemudian beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku”.
Alangkah bagusnya apa yang dilakukan oleh Sahabiyah Khaulah Radhiallahu ‘anha, beliau berdiri di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian berdialog untuk meminta fatwa. Setelah turunnya fatwa, yang memberatkannya beliaupun melakukan istighatsah (memohon pertolongan) dan mengadu hanya kepada Allah Ta’ala. Ini menandakan kejernihan iman dan tauhid yang telah dipelajarinya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tiada henti-hentinya wanita ini berdo’a sehingga suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pingsan (sebagaimana biasanya beliau pingsan ketika menerima wahyu). Kemudian setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sadar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat Al-Qur’an tentang dirimu dan suamimu, kemudian beliau membaca firman QS. Al-Mujadalah: 1-4, yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat, … sampai firman Allah: “dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.”
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar:
Nabi: “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak!”
Khaulah: “Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.
Nabi: Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”
Khaulah: “Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.
“Nabi: “Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.
“Khaulah: “Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.”
Nabi: “Aku bantu dengan separuhnya.”
Khaulah: Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”
Nabi: Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.”
Maka Khaulahpun melaksanakannya.
Demikianlah sebuah kisah tentang sahabiyah yang mengajukan suatu perkara yang terjadi di rumah tangganya kepada Rasululllah, yang perkara Khaulah dan suaminya ini merupakan permasalahan yang pertama kali terjadi di Umat Islam.
3. Menasehati Umar bin Khattab
Selanjutnya sahabiyah ini semasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab, pernah menghentikan Umar bin Khathab pada saat berjalan. Beliau kemudian memberikan nasehat-nasehat kepada Umar.
Khaulah berkata, “Wahai Umar, aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau menggembala kambing dengan tongkatmu. Kemudian berlalulah hari demi hari, sehingga Engkau memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu. Ketahuilah barangsiapa takut kepadaNya maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia akan takut kehilangan dan barangsiapa yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap adzab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar bin Khathab berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.
Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khathab tidak tahan atas hal ini, kemudian berkata kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak (keterlaluan) kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!”
Mendengar hal ini Umar balas menegur al-Jarud, “Biarkan dia, tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya.”
Dalam riwayat lain Umar bin Khathab berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku sampai malam hari, maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau menyelesaikan hal yang dikehendakinya, kecuali jika telah datang waktu shalat, maka aku akan mengerjakan shalat, kemudian kembali mendengarkannya sampai selesai keperluannya.”
4. Chart Silsilah
4.1 Chart Silsilah Sanad
Khaulah binti Tsa’labah merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan wanita. Ia belajar langsung dengan Rasulullah SAW. Berikut chart silsilah sanad beliau dapat dilihat DI SINI.
5. Referensi
Kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi
https://www.laduni.id/post/read/80885/biografi-khaulah-binti-tsalabah.html