4 Madzhab: Hukum Mengadzani Bayi, Bacaan dan Tata Caranya

Laduni.ID, Jakarta – Rasa syukur tak ada henti-hentinya ketika pasangan orang tua baru dikaruniai seorang bayi mungil yang sehat, baik laki-laki atau perempuan. Kelahiran menjadi prosesi kehidupan yang sangat didambakan kehadirannya oleh orangtua. Setelah 9 bulan menunggu, sakitnya melahirkan seolah bisa hilang begitu saja ketika melihat bayi baru lahir dalam kondisi sehat. Ketika bayi baru lahir, hendaknya dilakukan adzan, iqomah dan bacaan lainnya.

Ulama NU, penulis produktif 30 buku dari persoalan fiqih, ushul fiqih, sejarah nusantara sampai dengan kajian tasawuf, KH Muhammad Sholikhin rahimahullah (wafat Rabu 19 Mei 2021 M / 7 Syawal 1442 H Wonopedhut Wonodoyo Cepogo Boyolali) dalam bukunya, Ritual dan Tradisi Islam Jawa menjelaskan, dalam Kitab Fiqih Al islami wa Adillatuhu, juz I halaman 5561karya Prof DR Syekh wahbah bin Mushthofa Az-Zuhaili Asy-Syafi’i rahimahullah (Dewan Fiqh di Makkah, Jeddah, India, Amerika dan Sudan, yang wafat 8 Agustus 2015 M di Suriah dalam usua 83 tahun) disebutkan bahwa Adzan juga disunnahkan untuk perkara selain shalat di antaranya adzan di telinga kanan untuk anak yang baru dilahirkan. Seperti halnya sunnah untuk melakukan iqomah di telinga kirinya.

Mengumandangkan adzan di telinga bayi yang baru lahir bukanlah tanpa tujuan. Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Sa’d Az-Zar’i Ad-Dimasyqi Al-Hambali atau Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (28 Januari 1292 M – 15 September 1350 M Damaskus, Suriah) dalam kitab Tuhfat Al-Maudud Fi Ahkam Al-Maulud, menyatakan sebagai berikut :

“Hikmah dilakukannya adzan di telinga bayi yang baru lahir, adalah agar kalimat pertama yang didengar oleh sang bayi, adalah lafal Allah subhanahu wa ta’ala, dengan segala keagungan-Nya, sehingga ia diharapkan memberikan pengaruh ke dalam, juga selain itu dapat mengusir setan” .

Perbuatan ini pun tentu ada maksudnya, yakni untuk mengusir gangguan setan atau jin jahat, dari anak yang baru lahir tsb. Karena, setan akan lari terbirit-birit, ketika mereka mendengar suara adzan.

Bayi yang baru lahir, biasanya lebih dulu diadzani. Perbuatan ini karena ada anjuran dari hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, dan mayoritas para ulama madzhab. Adzan itu biasanya dibisikkan oleh sang ayah, hendaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Bila ayahnya tak bisa melakukannya, biasanya tugas mengadzani bayi diambil alih oleh laki-laki lain dalam keluarga, bisa sang kakek, saudara laki-laki ayah atau paman bayi misalnya.

Hadis dan Kitab

Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i atau Imam Nawawi rahimahullah (wafat 10 Desember 1277 M Nawa, Suriah), menjelaskan dalam kitab Kitab Al-Adzkar Al-Muntakhbah Min Kalam Sayyidil Abrar atau Al-Adzkar An-Nawawiyyah :

قال جماعة من أصحابنا : يستحب أن يؤذن في أذنه اليمنى ويقيم الصلاة في أذنه اليسرى. وقد روينا في كتاب ابن السني عن الحسين بن علي رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” من ولد له مولود فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى لم تضره أم الصبيان

( الأذكار للنووي )

Sekumpulan dari sahabat-sahabat kami berkata: “Disunnahkan bagi seseorang, untuk mengadzani bayi pada telinganya yang kanan, dan mengiqomatinya pada telinganya yang kiri.” Dan sungguh kami telah meriwayatkan di dalam kitab Ibnu As-Sunniy rahimahullah (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ishak bin Ibrahim bin Asbath bin Abdullah bin Ibrahim bin Budaih Maula Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib al-Hasyimi al-Ja’fari al-Dinawari, wafat 364 H / 974 M di Iran) dari Sayyidina Husain bin Ali radliyallahu ‘anhuma (wafat 10 Oktober 680 M, Karbala, Irak), beliau berkata : Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa dilahirkan baginya seorang anak, kemudian dia mengadzaninya pada telinganya yang kanan dan mengiqomatinya pada telinganya yang kiri, maka Jin Ummu Shibyan tidak akan dapat membahayakannya”.

عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِى أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ.

Dari Abu Rafi’ Al-Aslami Radhiyallahu Anhu (wafat 40 H 660 M/ dia berkata : “Aku melihat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengadzani telinga Al-Hasan, ketika dilahirkan oleh Fatimah”. (HR. Imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi dan Imam Al-Hakim An-Naisaburi rahimahumullah)

Imam Al-Hakim rahimahullah menilai hadis tersebut sebagai hadis yang shahih. Sedangkan Imam At-Tirmidzi rahimahullah mengkategorikannya sebagai hadis yang ‘hasan shahih’.

Menurut Prof DR Syekh Abu Hafsh Mahmud bin Ahmad bin Muhammad at-Thahhan atau Syekh Mahmud At-Thahhan, dalam kitab Taysiru Musthalahil Hadits (halaman 48), menjelaskan bahwa : Jika Imam At-Tirmidzi rahimahullah menyebut kata ‘hasan shahih’, maka ada dua kemungkinan:

Pertama, jika hadis tersebut memiliki dua sanad, maka salah satu sanadnya dihukumi hasan, sedangkan sanad yang lain dihukumi shahih. Kedua, jika hadits tersebut hanya memiliki satu sanad, maka artinya hadis itu dihukumi hasan menurut sebagian ulama, dan dihukumi shahih menurut sebagian ulama yang lain.

Imam An-Nawawi rahimahullah, dari Madzhab Syafi’i juga menshahihkan hadits di atas, sebagaimana tertuang dalam kitab Al-Majmu’ (juz 8, halaman 442).

Jika ada kalangan salafi – wahabi, yang menganggap hadits di atas dhoif, maka silahkan buka pendapat ulama panutannya, Syaikh Albani, dalam kitab Irwa’ul Gholil fii Takhrij Ahadits Manaris Sabil, yang berpendapat bahwa hadis tersebut dihukumi hasan.

عَنْ حُسَيْنٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

Dari Husain Bin Ali rahimahullah beliau berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang dilahirkan untuknya seorang anak, kemudian dia mengadzani di telinga kanan dan iqomat di telinga kiri, maka tidak akan memudhorotkannya Ummus Shibyan (Jin yang mengikutinya atau hembusan angin).” (HR. Al-Imam al-Hafidzh Syaikh al-Islam Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin al-Mutsana bin Yahya bin Isa bin Hilal at-Tamimi al-Maushili atau Imam Abu Ya’la Al-Maushulli rahimahullah wafat 306 H / 918 M).

Mengomentari hadis di atas, Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri Asy-Syafi’i atau Imam Al-Mubarakfuri rahimahullah, dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’it Tirmidzi (juz 5, halaman 89), menerangkan, hadis ini bisa dijadikan sebagai penguat atau syahid dari hadis riwayat Abi Rafi’ Radhiyallahu Anhu di atas.

Dalam hadis lain juga disebutkan:

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ أَنَّ النَّبِيَّ أَذَّنَ فيِ أُذُنِ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَوْمَ وُلِدَ وَأَقَامَ فيِ أُذُنِهِ اليُسْرَى

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam melantunkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali, ketika dilahirkan, dan melantunkan iqamah di telinga kirinya.” (HR. Imam Al-Baihaqi rahimahullah wafat 1066 M, Naisabur, Iran).

Dari hadis-hadis tentang adzan bayi diatas, jelas menyatakan bahwa melantunkan adzan pada telinga kanan sang bayi, sesaat setelah dilahirkan ibunya, merupakan syariat yang disunnahkan. Artinya, syariat yang telah dicontohkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat-sahabatnya.

Jika ada kalangan salafi – wahabi, yang menganggap hadis di atas dhoif, maka silahkan buka pendapat ulama panutannya, Syekh Albani, dalam kitab Silsilah Ahadis adh -Dhaifah menyebutkan hadis yang terdapat dalam kitab Sunan Al-Baihaqi rahimahullah, Syu’ab al-Iman bahwa, riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, lebih kuat dan menguatkan riwayat Abu Rafi’ Radhiyallahu Anhu di atas.

Hukum Mengazani Bayi Baru Lahir

Lalu, bagaimanakah pendapat para ulama mazhab soal hukum mengazani telinga bayi?

Para ulama bersepakat bahwa mengumandangkan adzan sebelum melaksanakan shalat itu disyariatkan. Hanya saja, mereka berbeda pendapat jika adzan tsb ditujukan untuk selain shalat, seperti adzan untuk bayi yang baru saja dilahirkan.

Pertama, mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, mengadzani bayi, hukumnya sunnah.

Madzhab Hanafi

Imam Muhammad Amin bin’ Umar ibn Abd al-Aziz ibn Ahmad di Abd ar-Rahim bin Najmuddin bin Muhammad Salahuddin al-Shami Al-Hanafi Al-Maturidi atau Syaikh Ibnu Abidin rahimahullah (1784 – 1836 M di Damaskus berusia 52 tahun) dari madzhab Hanafi, dalam Kitab Raddul Muhtar Ala Ad-Durril Mukhtar (juz 1, halaman 415), menerangkan :

مَطْلَبٌ: فِي الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُنْدَبُ لَهَا الْأَذَانُ فِي غَيْرِ الصَّلَاةِ، فَيُنْدَبُ لِلْمَوْلُوْدِ.

“Pembahasan tentang tempat-tempat yang disunnahkan mengumandangkan adzan untuk selain (tujuan) shalat, maka disunnahkan mengadzani telinga bayi”.

Madzhab Syafi’i

Imam Nawawi rahimahullah, sebagai salah satu ikon ulama besar Madzhab Syafi’i, menuliskan masalah ini di dalam kitab fikihnya yang fenomenal, Al-Majmu’ (juz 8, halaman 442) :

السُّنَّةُ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي أُذُنِ الْمَوْلُوْدِ عِنْدَ وِلَادَتِهِ ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى، وَيَكُوْنَ الأَذَانُ بِلَفْظِ أَذَانِ الصَّلَاةِ. قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا: يُسْتَحَبُّ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَيُقِيْمَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى.

“Disunnahkan mengumandangkan adzan pada telinga bayi saat ia baru lahir, baik bayi laki-laki maupun perempuan, dan adzan itu menggunakan lafadz adzan shalat. Sekelompok sahabat kita berkata: Disunnahkan mengadzani telinga bayi sebelah kanan dan mengiqamati telinganya sebelah kiri, sebagaimana iqamat untuk shalat”.

Ada keterangan lain, dari Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitab Raudlatuth Thalibin Wa Umdatul Muftin (1/364) berkata :

يُسْتَحَبُّ أَنْ يُؤَذِّنَ مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فِي أُذُنِهِ وَكَانَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ رَحِمَهُ اللهُ إِذَا وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ أَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي الْيُسْرَى وَاسْتَحَبَّهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا

“Dianjurkan adzan di telinga anak yang baru lahir. Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah (682 M, Madinah – 720 M, The Cathedral of St. Simeon Stylite, Suriah), melakukan adzan di telinga kanan putranya dan iqamah di telinga kirinya”. (Mengutip kitab Mushannaf Abdir Razzaq No 7985, karya Abu Bakar Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi’ Al-Humairu Ash-Shan’ani rahimahullah, 744 – 827 M).

Penegasan pendapat tentang kesunnahan adzan di telinga bayi masih banyak lagi bertaburan dalam kitab-kitab Madzhab Syafi’i lainnya, diantaranya :

Asy-Syekh Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuz Abadi Asy-Syirazi Asy-Syafi’i atau Imam Asy-Sirazi rahimahullah (1003 – 1083 M di Bagdad, Irak), dalam Kitab Al-Muhadzab Fi Fiqhi Al Imam As Syafi’i (1/438) : “Disunnahkan bagi orang yang baru kelahiran anak untuk mengadzani di telinga bayi tersebut”.

Imam Taqiyudin Abubakar bin Muhammad Al-Hisni Al-Husaini Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat Senin 14 Jumadil Akhir 829 H / 1 Mei 1426 M Di makamkan di dekat masjid Damaskus bersanding dengan makam ibunya) dalam kitab Kifayat al-Akhyar fi Halli Ghayati al-Ikhtishar (2/224) : “Disunnahkan untuk diadzani di telinga kanannya dan diiqamati disebelah telinga krinya”.

Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Asy-Syafi’i atau Imam Al-Bujairimi rahimahullah (wafat Rabu 16 Ramadhan 1221 H / 12 November 1806 M fi Kairo Mesir) dalam kitab Al-Bujairimi ‘ala al-Khathib (4/308) : “Disyari’atkan adzan di telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati di telinga sebelah kiri”

Madzhab Hambali

Syekh Manshur Ibnu Yunus bin Idris Al-Buhuti Al-Hambali atau Syaikh Manshur Al-Bahuti rahimahullah (1592 – 1641 M di Mesir usia 51 tahun) dari mazhab Hanbali juga menjelaskan :

وَسُنَّ أَنْ يُؤَذَّنَ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ الْيُمْنَى، ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى، حِينَ يُولَدُ، وَأَنْ يُقِيمَ فِي الْيُسْرَى، لِحَدِيثِ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَاهُ.

“Dan disunnahkan dikumandangkan adzan pada telinga bayi sebelah kanan, baik laki-laki atau perempuan, ketika dilahirkan, dan mengiqamatinya pada telinga sebelah kiri, karena hadis riwayat Abi Rafi’ bahwa ia berkata: Saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengadzani telinga Hasan bin Ali saat dilahirkan oleh Fatimah. Hadis ini diriwayatkan dan dianggap shahih oleh Abu Dawud dan Tirmidzi” (Mansyur bin Yunus Al-Bahuti, Kassyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 7, h. 469).

Sebagaimana pendapat Ibnu al-Qyyim al-Jauziah Al-Hambali rahimahullah, ulama madzhab Hanbali, dalam kita Tuhfat al-Maudud, yang menyunnahkan adzan bagi bayi yang baru dilahirkan : “Bab IV mengenai disunnahkannya adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri”.

Sedangkan Ibnu Qudamah Al-Hambali rahimahullah berkata : “Sebagian ahli ilmu berpendapat hukumnya mustahab (disukai), bagi seorang ayah untuk mengumandangkan adzan di telinga anaknya ketika baru dilahirkan.”

Madzhab Maliki

Kedua, sebagian ulama’ Madzhab Maliki menyatakan, mengadzani bayi setelah dilahirkan hukumnya mubah (boleh). Imam Muhammad Abu ‘Abdullah ibn Muhammad At-Tarabulsi Al-Hattab Ar-Ru’yani Al-Maliki atau Imam Al-Hattab rahimahullah (902 – 954 H / 1497 – 1547 M di Tripoli) dari mazhab Maliki, dalam kitab Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashari Khalil ( juz 3, h. 321) menjelaskan :

(قُلْتُ) وَقَدْ جَرَى عَمَلُ النَّاسِ بِذَلِكَ فَلَا بَأْسَ بِالْعَمَلِ بِهِ

“Saya berkata: Dan orang-orang telah terbiasa melakukan hal itu (mengadzani dan mengiqamati bayi), maka tidak apa-apa dilaksanakan”

Ketiga, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menegaskan, hukum mengadzani bayi setelah dilahirkan adalah makruh. Syekh Al-Hattab rahimahullah dari Madzhab Maliki, dalam Kitab Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashari Khalil (juz 3, h. 321), menerangkan :

قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي زَيْدٍ فِي كِتَابِ الْجَامِعِ مِنْ مُخْتَصَرِ الْمُدَوَّنَةِ: وَكَرِهَ مَالِكٌ أَنْ يُؤَذَّنَ فِي أُذُنِ الصَّبِيِّ الْمَوْلُودِ

“Syekh Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Abi Zaid ‘Abdurrahman an-Nafzawi ibn Abi Zaid al-Qairawani al-Maliki Al-Asy’ari atau Imam Ibnu Abi Zaid rahimahullah (wafat 386 H / 996 M di Kairouan Tunisia) berkata dalam kitab Al-Jami’ min Mukhtasharil Mudawwanah : Imam Malik rahimahullah menghukumi makruh, dikumandangkannya adzan pada telinga bayi yang baru dilahirkan”.

Dengan demikian, kita berani menyimpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat, tentang hukum mengadzani bayi. Tetapi, mayoritas ulama meliputi ulama Madzhab Hanafi, ulama Madzhab Syafi’i, dan ulama Madzhab Hanbali, menghukuminya sunnah. Sebagian ulama Madzhab Maliki menghukuminya mubah. Sedangkan, sebagian ulama Madzhab Maliki yang lainnya, menganggapnya makruh.

Dari ketiga pendapat di atas, tampaknya pendapat yang mensunnahkan adzan pada bayi yang baru dilahirkan merupakan pendapat yang kuat, sebab didukung oleh beberapa hadits salah satunya HR. Tirmidzi seperti yang disebutkan di atas.

Tata Cara dan Urutan Doa

Banyak orang yang masih belum tahu, bagaimana tata cara mengadzani bayi yang baru lahir dan urutan doa atau surat Al-Qur’an yang dibaca. Berikut adalah beberapa doa untuk bayi lahir dan tata caranya yang perlu diperhatikan. Rangkaian dzikir dan doa tersebut telah dirangkum oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali al-Tarimi rahimahullah dalam kitab al-Wasail asy-Syafi’ah fi al-Adzkar an-Nafi’ah wa al-Aurad al-Jami’ah (Beirut: Dar al-Ihya al-‘Ilm, 2000), hal. 269, sebagai berikut : (kami tambahkan sedikit keterangan dari sumber lainnya)

1. Membaca adzan pada telinga bayi sebelah kanan
2. Membaca iqamah pada telinga bayi sebelah kiri

Saat hendak mengadzani dan mengiqamahkan bayi baru lahir, disarankan untuk menghadap ke arah kiblat. Orang yang mengazani dan mengiqamahkan juga dianjurkan melakukan hal itu sambil menggendong bayi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa mengazani bayi baru lahir disarankan di telinga kanan, sedangkan mengiqamahkannya di telinga kiri. Adapun ucapan ‘hayya alas salaah’ harus diucapkan di telinga kanan pada saat adzan maupun iqamah. Sementara ucapan ‘hayya alal falaah’ harus diucapkan di telinga kiri, saat adzan dan iqamah.

Dalam mengumandangkan adzan, tidak menggunakan suara yang tinggi atau keras. Disarankan lebih baik lantunkan dengan suara rendah. Gunakanlah suara yang rendah atau tingkat suara sedang pun lebih dianjurkan. Untuk itu, tak perlu meletakkan jari di telinga bayi baru lahir pada saat mengadzani maupun iqamah.

3. Membaca doa berikut pada telinga bayi sebelah kanan:

اللهم اجْعَلْهُ بَارًّا تَقِيًّا رَشِيْدًا وَأَنْبِتْهُ فِي الْإِسْلَامِ نَبَاتًا حَسَنًا

“Ya Allah, jadikanlah ia (bayi) orang yang baik, bertakwa, dan cerdas. Tumbuhkanlah ia dalam islam dengan pertumbuhan yang baik.”

4. Membaca surat al-Ikhlash pada telinga bayi sebelah kanan

Disunnahkan, setelah membacakan Surat Al Ikhlas pada telinga kanan, disambung dengan doa sebagai berikut:

وَاِنِّيْٓ اُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ

“Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (QS. Ali Imran: 36).

Doa tersebut dibaca Istri Ali Imran saat melahirkan Siti Maryam alaihas salam dengan meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari godaan setan.

5. Membaca surat al-Qadr pada telinga bayi sebelah kanan

6. Membaca ayat Q.S. Ali Imran (3: 36) pada telinga bayi sebelah kanan

وَإِنّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku memohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari pada setan yang terkutuk.”

7. Membaca doa berikut pada telinga bayi sebelah kanan:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَآمَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَآمَّةٍ

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah dari segala setan, kesusahan, dan pandangan yang jahat.”

Bacaan Proses Persalinan

Bacaan doa saat proses persalinan ini tidak lain untuk memohon kelancaran dan keselamatan bagi ibu sekaligus bayi yang dilahirkan. Berikut beberapa doa yang dapat dibaca saat proses persalinan:

1. Membaca Ayat Kursi sebanyak 1 kali
2. Membaca Surat Al A’raf ayat 54 :

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى ٱلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُۥ حَثِيثًا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. Lalu Dia bersemayam di ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”

3. Surat al-Falaq sebanyak 1 kali

4. Surat an-Naas sebanyak 1 kali

5. Di samping bacaan di atas, suami juga dianjurkan untuk memperbanyak membaca doa di bawah ini:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Agung lagi Lemah-Lembut, Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Tuhan Pemilik Arsy yang agung, Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Tuhan pemilik langit dan bumi, dan pemilik Arsy yang mulia.” (HR. Imam Bukhari rahimahullah : 7/154).

Menjenguk Bayi Lahir

Tak hanya orangtua, ada juga ucapan doa untuk bayi baru lahir yang bisa dibaca ketika menjenguk bayi baru lahir :

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ وَبَلَغَ أَشُدَّهُ وَرُزِقْتَ بِرَّهُ

“Keberkahan bagimu atas apa yang telah dianugerahkan padamu. Kau bersyukur pada Sang Pemberi, telah sampai pada kesenangan dari-Nya, dan (semoga) diberikan rizki atas kebaikan-Nya.”

Sementara itu, pihak yang dijenguk dianjurkan membaca doa berikut :

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ أَوْ أَجْزَلَ اللهُ ثَوَابَكَ

“Semoga engkau diberkahi Allah, semoga keberkahan Allah tercurah atas dirimu, semoga Allah membalas kebaikan bagimu, semoga Allah memberikan rizqi yang sama padamu atau Allah menyegerakan pahala bagimu.”

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat !!

Sources by Ahmad Zaini Alawi Khodim Jamaah Sarinyala Kabupaten Gresik

https://www.laduni.id/post/read/81068/4-madzhab-hukum-mengadzani-bayi-bacaan-dan-tata-caranya.html