Daftar Isi Biografi Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
- Kelahiran
- Wafat
- Silsilah
- Pendidikan
- Guru
- Karya Kitab
- Madzhab dan Thoriqoh
- Karamah
- Perjuangan Dakwah di Kalimantan
Kelahiran Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Nama lengkapnya adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein, beliau lahir sekitar tahun 1148 H/11735 M, di kota Martapura, sekarang ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Syekh Muhammad Nafis al-Banjari berasal dari keluarga bangsawan atau kesultanan Banjar yang garis silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M.) Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar Pangeran Samudera.
Wafatnya Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Syekh Muhammad Nafis al-Banjari hidup pada periode yang sama dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M. dan dimakamkan di Mahar Kuning, Desa Binturu, sekarang menjadi bagian desa dari Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong. Dan sekarang makam tersebut menjadi salah satu objek wisata relijius di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Baca juga: Biografi Syekh Nuruddin ar-Raniry
Silsilah Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Silsilah lengkapnya adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein bin Ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahlillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Musta’in Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah.
Pendidikan Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Tidak ada catatan tahun yang pasti kapan beliau pergi berangkat menuntut ilmu ke tanah suci Makkah. Diperkirakan beliau pergi menimba ilmu pengetahuan ke tanah suci Makkah sejak usia dini dan sangat muda, sesudah mendapat pendidikan dasar-dasar agama Islam di kota kelahirannya, Martapura. Kemudian diketahui beliau belajar dan menuntut ilmu agama Islam di kota Makkah, sebagaimana beliau tuliskan dalam catatan pendahuluan pada karya tulisnya “ad-Durrun Nafis” (” Beliaulah yang menulis risalah ini” yaitu, Muhammad Nafis bin Idris bin al-Husein, yang dilahirkan di Banjar dan hidup di Makkah).
Tidak terdapat informasi dan catatan tentang apakah beliau di Makkah dan Madinah belajar bersama Syekh Abdussamad al-Falimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari dan rekan-rekan mereka yang lainnya, tetapi besar kemungkinan masa belajar Syekh Muhammad Nafis al-Banjari di Makkah bersamaan dengan masa belajar Syekh Abdussamad al-Falimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari dan rekan-rekan mereka yang lainnya. Dengan melihat daftar nama-nama guru Muhammad Nafis al-Banjari besar kemungkinan mereka belajar bersama pada satu masa atau masa yang lain.
Sebagaimana kebiasaan para ulama Jawi (Indonesia/Asia Tenggara) abad ke 17 dan ke 18, beliau belajar dan menuntut ilmu pengetahuan keislaman kepada para ulama yang terkenal di dunia Islam pada masa itu, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah dan mengajar di Haramain, Makkah dan Madinah, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, terutama Tafsir, Hadits, Fiqih, Tauhid dan Tasawwuf.
Guru Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Di antara guru-gurunya yang tercatat dalam bidang ilmu Tasawwuf di Haramain adalah:
- Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi al-Azhari.
- Syekh Shiddiq bin Umar Khan.
- Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Madani.
- Syekh Abdur Rahman bin Abdul Aziz al-Maghribi.
- Syekh Muhammad bin Ahmad al-Jawhari.
- Syekh Yusuf Abu Dzarrah al-Mishri.
- Syekh Abdullah bin Syekh Ibrahim al-Mirghani.
- Syekh Abu Fauzi Ibrahim bin Muhammad ar-Ra’is az-Zamzami al-Makki.
Karena kegigihannya dalam mempelajari ilmu Tassawuf. Syekh Muhammad Nafis akhirnya berhasil mencapai gelar “Syekh al-Mursyid”, yaitu seorang yang memahami, mengerti, mengamalkan serta mempunyai ilmu yang cukup tentang Tasawwuf, gelar yang menunjukkan bahwa beliau mampu dan diperkenankan serta diberi izin untuk mengajar Tasawwuf dan tarekatnya kepada orang lain.
Baca juga: Ketika Pemikiran Ibnu Arabi Dikenalkan ke Nusantara
Karya Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Karena seringnya melakukan dakwah ke pedalaman beliau hanya sempat mengarang sedikit kitab. Yang sampai sekarang terlacak hanya dua buah kitab saja yaitu:
- Kitab Kanzus Sa’adah. Kitab yang berisi tentang istilah-istilah ilmu Tasawwuf. Kitab ini belum pernah dicetak masih berupa manuskrip.
- Kitab ad-Durrun Nafis. Yaitu kitab yang berisi tentang pengesaan perbuatan, nama, sifat dan zat Tuhan.
Kitab ad-Durrun Nafis yang pada mulanya dikarang hanya untuk memenuhi permintaan kawan-kawan, namun pada akhirnya banyak diminati dan tersebar luas ke pelosok Nusantara bahkan sampai negara-negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Menurut seorang yang kassyaf (Kassyaf adalah salah satu karamah atau kelebihan yang diberikan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang dikasihi-Nya) mengatakan bahwa kitab ad-Durrun Nafis berisi bagian dari ilmu para wali Allah, barang siapa mempelajarinya, maka beliau akan dicatat oleh para wali sebagai bagian dari mereka. Ini merupakan salah satu karamah dari penyusun Syekh Muhammad Nafis.
Kitab yang berbahasa melayu ini merupakan kitab kecil dan tipis tetapi isinya sangat padat yaitu berisi ajaran Tauhid yang tinggi yang menjelaskan tentang ke Esa-an Allah dari segi Zat, Sifat Asma dan Af’al tujuannya untuk melepaskan segala macam penyakit hati, tetapi kitab ini tidak bisa dipelajari oleh sembarangan orang, kecuali orang yang sudah mantap Fiqih, Tauhid dan ma’rifat nya, untuk menulis kitab ini ad-Durrun Nafis disamping menggunakan bahan yang diperolehnya dari guru guru beliau juga menggunakan literatur sebagai pengambilan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
- Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli Syarah Dalailul Khairat
- Abdullah bin Hijazi as-Syarqawi al-Mishri Syarah Wirdu Syahrin
- Abdul Wahab asy-Sya’rani al-Jawahir wad Durar
- Muhibbudin Ibnu Arabi Futuhal Makiyyah Fushushul Hikam
- Abdul ghani an-Nabulusi Syarah Jawahirun Nushushu fi Halli Kalimatil fushush
- Ibnu ‘ Athaillah al-Iskandari Al-Hikam
- Ibnu Raslan Syarah Hikam
- Ibnu ‘Abbad Syarah Hikam
- Abdul Karim al-Jili’ Insanul kamil
- Siddiq Ibnu ‘Umar Syarah Qashidah ‘ainiyyah
- Sayyid Musthfa Ibnu Qamaruddin al-Bakri Wirdi Syahrin
- Syekh Muhammad bin Abdul karim as-samani al-manhah al-Muhammadiyah, Iqhatsatul Lahfan, ’Anwanul Jaluwwah fii Sya’nil Khalwah
- Abu Hamid al-Ghazali Ihya ‘Ulumid Din, Minhajul Abidin
- Abdullah bin Ibrahim Mirghani Mukhlish Mukhtasar Tuhfah al Mursalah
- Abdul karim al-Qusyairi Risalah Qusayriah
Baca juga: Kisah Singkat di Balik Penulisan Kitab Shalawat Dala’il al-Khairat
Madzhab dan Tarekat Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Syekh Muhammad Nafis al-Banjari, seperti kebanyakan ulama Melayu-Indonesia lainnya, mengikut Madzhab Syafi’i pada bidang Fiqih dan Imam Asy’ari pada ilmu tauhid, beliau juga menggabungkan diri dengan Tarekat Qadiriyyah, Syattariyyah, Samaniyyah, Naqsyabandyyah dan Khalwatiyyah. Syekh Muhammad Nafis al-Banjari seperti ulama-ulama sufi lainnya, beliau juga mendapat tantangan dari orang-orang yang tidak sependapat dengan ajaran tasawwufnya. Namun tidak sehebat tantangan terhadap Syekh Hamzah al-Fansuri dan Syekh Syamsuddin as-Sumatrani.
Dalam perkembangan mutakhir golongan sufi dunia melayu cukup sering dibicarakan. Karena keluasan dan ketinggian ilmu beliau serta kegigihannya dalam berdakwah, oleh masyarakat Sumatera beliau diberi gelar ‘Maulana al-‘Allamah al-Fahhamah al-Mursyid Ilaa Thariq al-Salamah as-Syekh Muhammad Nafis Ibn Idris Ibn Husein al-Banjari (Tuan Guru yang sangat ‘alim yang menunjukkan kejalan keselamatan Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari).
Baca juga: Imam Asy’ari dan Asya’irah
Karamah
Salah satu karamah dari Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari adalah kubur beliau pernah berpindah dengan sendirinya empat kali dari Kotabaru, Pelaihari lalu Martapura dan terakhir di Kelua dan inilah yang sering di ziarahi orang sampai sekarang, tepatnya di Mahar Kuning Desa Binturu Kecamatan Kelua Kabupaten Tabalong Tanjung, beliau wafat sekitar tahun 1200 H atau 1780 M.
Baca juga: Tarekat Syattariah #1: Tarekat Muktabarah dari Negeri India
Perjuangan Dakwah di Kalimantan
Bebeda dengan Syekh Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Syekh Muhammad Nafis melibatkan dirinya dalam usaha penyebarluasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Beliau memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan menyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azyumardi Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab.
Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara. Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu. Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat.
Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan. Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Baca juga: Biografi Syekh Yasin Al-Fadani
https://www.laduni.id/post/read/35729/biografi-syekh-muhammad-nafis-al-banjari.html