Laduni.ID, Jakarta – Setiap tahun umat Islam merayakan maulid nabi yang jatuh di bulan Rabi’ul Awwal, biasaya umat muslim banyak menyelenggarakan peringatan maulid nabi dengan beragam bentuk dan budaya. Sekurang-kurangnya pembacaan sejarah nabi dalam bentuk maulid diba’ maupun maulid simtuddirror, serta makalah maulid yang masyhur lainnya.
Lantas bagaimana hikmah dari perayaan maulid nabi tersebut? Disebutkan dalam kitab Targhibul Musytaqin halaman 4 :
وَقَالَ عَبْدُاللهِ بْنُ عِيْسَى الْأَنْصَارِيُ كَانَتْ بِجِوَارِيْ اِمْرَأَةٌ صَالِحَةٌ وَلَهَا وَلَدٌ صَالِحٌ فَكَانَتْ فَقِيْرَةً لَاشَيْئَ لَهَا إِلَّا دِيْنَارٌ وَاحِدٌ مِنْ ثَمَنِ غَزْلِهَا فَمَاتَتْ وَكَانَ ذَلِكَ الْوَلَدُ يَقُوْلُ: هَذَا مِنْ ثَمَنِ غَزْلِ أُمِيْ وَاللهِ لَا أَصْرِفُهُ إِلَا فِيْ أَمْرِ الْآخِرَةِ
Syekh Abdullah bin ‘Isa al-Anshari berkata: Adalah tetanggaku seorang wanita yang sholehah. Dia mempunyai seorang anak lelaki yang sholeh. Wanita yang sholehah ini tidak mempunyai harta selain satu dinar hasil kerja tenunnya. Tatkala wanita tersebut meninggal dunia, anaknya yang sholeh tersebut berkata kepada dirinya : “Uang satu dinar ini adalah hasil kerja ibuku. Demi Allah, aku tidak akan membelanjakannya kecuali untuk perkara akhirat.”
Baca juga: Bulan Maulid: Ngaji Naskah Walisongo Keturunan Nabi Muhammad SAW
وَخَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ فِيْ حَاجَةٍ لَهُ فَمَرَ بِقَوْمٍ يَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ وَعَمِلُوْا مَوْلِدَ النَّبِيِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ َسَلَّمَ فِيْ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ فَجَلَسَ عِنْدَهُمْ وَسَمِعَ ذَلِكَ
Pada suatu hari, pemuda anak perempuan sholehah tersebut keluar karena suatu keperluan, dia melewati satu perkumpulan orang sedang membaca al-Quran dan mengadakan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pada bulan Rabi`ul Awwal. Lalu dia pun duduk bersama mereka dan mendengarkan Maulid tersebut.
ثُمَّ نَامَ فِيْ لَيْلَتِهِ فَرَأَى فِيْ مَنَامِهِ كَأَنَّ الْقِيَامَةَ قَدْ قَامَتْ وَكَأَنَّ مُنَادِيًا يُنَادِيْ: أَيْ فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ يَذْكُرُ جَمَاعَةً فَسَاقَهُمْ إِلَى الْجَنَةِ وَذَلِكَ الشَّابُّ مَعَهُمْ وَقَالَ الْمُنَادِيْ: إِنَّ اللهَ جَعَلَ لِكُلٍّ مِنْكُمْ قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ فَدَخَلَ ذَلِكَ الشَّابُّ قَصْرًا لَمْ يَرَ أَحْسَنَ منه وَالْحُوْرُ الْعِيْنُ فِيْهِ كَثِيْرَةٌ وَعَلَى أَبْوَابِهِ خُدَّامٌ وَبَاقِي الْقُصُوْرِ أَلْطَفُ مِنَ الْقَصْرِ الَّذِيْ دَخَلَ فِيْهِ فَأَرَادَ الدُّخُوْلَ فِيْهِ فَلَمَّا هَمَّ بِالدُّخُوْلِ قَالَ لَهُ الْخَادِمُ : لَيْسَ هَذَا لَكَ وَإِنَّمَا هُوَ لِمَنْ عَمِلَ مَوْلِدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ َسَلَّمَ
Pada malamnya, pemuda tersebut bermimpi seolah-olah kiamat telah tiba dan seorang penyeru menyeru: “Di manakah si fulan anak si fulan”, disebutnya nama-nama orang yang dalam satu rombongan lalu digiringlah mereka ke surga. Dan pemuda tersebut ikut bersama mereka.
Baca juga: Maulid Nabi, Momen Memaknai Selawat dalam Kehidupan
Si penyeru tadi berkata: “Sesungguhnya Allah telah memberi bagi setiap kamu sebuah istana di dalam surga.” Dan masuklah si pemuda tadi ke dalam sebuah istana, tidak pernah dia melihat istana yang seumpamanya dari segi keindahannya, ia dipenuhi bidadari dan pada segala pintunya dijaga oleh khadam. Pemuda tersebut melihat bahwa ada istana lain yang lebih elok daripada istana yang ia masuki. Lalu dia pun berkehendak untuk memasukinya. Tatkala terbesit dihatinya untuk memasuki istana tersebut, berkatalah khadam kepadanya: “Ini bukanlah untukmu, sesungguhnya ini diperuntukkan bagi orang yang mengadakan Maulid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.”
فَلَمَّا أَصْبَحَ ذَلِكَ الشَّابُّ صَرَفَ ذَلِكَ الدِّيْنَارَ عَلَى مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ َسَلَّمَ فَرْحًا بِرُؤْيَاهُ وَجَمَعَ الْفُقَرَآءَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى وَيَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ وَمَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ َسَلَّمَ وَقَصَّ عَلَى الْجَمَاعَةِ رُؤْيَاهُ فَفَرِحُوْا بِذَلِكَ وَنَذَرَ أَنْ لَايَقْطَعَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ َسَلَّمَ مَادَامَ حَيًّا
Keesokan harinya, pemuda tersebut menggunakan satu dinar (peninggalan ibunya) tersebut untuk mengadakan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaih wasallam karena kegembiraannya dengan mimpinya itu. Diapun mengumpulkan para faqir miskin untuk berzikir kepada Allah, membaca al-Quran dan membaca Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dia juga menceritakan tentang mimpinya itu kepada mereka, dan mereka merasa gembira mendengar ceritanya itu. Pemuda tersebut bernazar untuk tidak akan meninggalkan mengadakan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wasalla selama hayatnya.
Baca juga: Kisah Bule Australia Masuk Islam karena Maulid Nabi
ثُمَّ نَامَ فَرَأَى أُمَّهُ فِي الْمَنَامِ فِيْ هَيْئَةٍ حَسَنَةٍ وَفِيْ حُلَلٍ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ وَلَهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ وَقَبَّلَ يَدَهَا وَهِيَ قَبَّلَتْ رَأْسَهُ وَقَالَتْ : جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا يَا وَلَدِيْ لَقَدْ أَتَانِيْ مَلَكٌ وَأَعْطَانِيْ هَذِهِ الْحُلَلَ فَقَالَ لَهَا: مِنْ أَيْنَ لَكِ هَذِهِ الْكَرَامَةُ فَقَالَتْ: لِأَنَكَ قَدْ صَنَعْتَ بِالدِّيْنَارِ الَّذِيْ وَرِثْتَهُ مِنِّيْ مَوْلِدَ سَيِّدِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ وَهَذَا جَزَاءُ مَنْ عَظَّمَ نَبِيَّهُ وَعَمِلَ مَوْلِدَهُ
Kemudiannya, si pemuda tidur. Dalam tidurnya dia bermimpi bertemu dengan ibunya. Ibunya berada dalam keadaan yang amat baik, berhias dengan segala perhiasan surga dan berwangian dengan bau surga. Pemuda tersebut mencium tangan ibunya dan ibunya mengecup kepalanya lalu berkata: “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, wahai anakku, malaikat telah datang kepadaku membawa segala perhiasan ini.” Si pemuda bertanya kepada ibunya: “Dari manakah ibu memperoleh kemuliaan ini?” Sang ibu menjawab: “Karena engkau telah mempergunakan satu dinar yang engkau warisi dariku untuk mengadakan Maulid Junjungan orang-orang terdahulu dan orang-orang yang kemudian, dan inilah balasan bagi orang yang mengagungkan Nabinya dan mengadakan Maulid Baginda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam“. Wallaahu A’lam.
Sumber : Kitab Targhibul Musytaqin
https://www.laduni.id/post/read/58448/01122-hikmah-merayakan-maulid-nabi-muhammad-saw.html