Biografi Sultan Agung Hanyakrakusuma ( Raja Mataram Islam Ke-3)

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Sultan Agung Hanyakrakusuma
1.3  Nasab Sultan Agung Hanyakrakusuma
1.4  Wafat

2.1  Guru-guru Sultan Agung Hanyakrakusuma

3.1  Anak-anak Sultan Agung Hanyakrakusuma

4.1  Perjalanan Hidup Sultan Agung Hanyakrakusuma
4.2  Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma Terhadap VOC
4.3  Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Pengembangan Agama Islam
4.4  Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Bidang Hukum dan Militer

1   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Sultan Agung Hanyakrakusuma lahir di Kutagede, Mataram pada tahun 1593. Beliau adalah Putra dari Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati atau yang lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi. Beliau terlahir dengan nama Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang. 

1.2 Riwayat Keluarga Sultan Agung Hanyakrakusuma

Sultan Agung Hanyakrakusuma menikah dengan Ratu Batang dikaruniai 2 putra, 

  1. Arya Mataram (Sayidin)
  2. Mas Alit

Sedangkan dari istri-istri yang lain memiliki putra: 

  1. Pangeran Demang Tanpa Nangkil 
  2. Pangeran Rangga Kajiwan
  3. Raden Ayu Winongan
  4. Raden Mas Rerangin
  5. Raden Mas Salisir
  6. Raden Ayu Wegang
  7. Pangeran Bei Lor Pasar
  8. Raden Mas Kaseliran
  9. Pangeran Tumenggung Mataram
  10. Raden Ayu Wiramantri
  11. Pangeran Harya Kadanupayan 

1.3 Nasab Sultan Agung Hanyakrakusuma

Sultan Agung Hanyakrakusuma jika diambil dari garis Kakek Buyut ( Kyai Ageng Pemanahan ) Masih keturunan Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dengan Jalur Silisilah sebagai berikut :

  1. Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi
  2. Bondan Kejawan atau Lembu Peteng
  3. Kyai Getas Pandawa
  4. Kyai Ageng Selo
  5. Kyai Ageng Enis
  6. Kyai Ageng Pemanahan
  7. Panembahan Senopati
  8. Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak
  9. Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma

Sultan Agung Hanyakrakusuma jika diambil dari garis Nenek Buyut ( Nyai Ageng Pemanahan atau Syarifah Sabinah) beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW. Dengan Jalur silsilah sebagai berikut:

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin 
  22. As-Sayyid Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy
  23. As-Sayyid Maulana Ishaq
  24. Ainul Yaqin (Sunan Giri)
  25. Sunan Kidul
  26. Pangeran Sobo
  27. Nyai Ageng Pemanahan atau Syarifah Sabinah
  28. Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya atau Danang Bagus
  29. Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak
  30. Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma

Sultan Agung Hanyakrakusuma jika diambil dari garis Ibu  beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW. Dengan Jalur silsilah sebagai berikut:

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar/ Syekh Jumadil Kubro
  22. As-Sayyid Ibrahim Asmoroqondi
  23. As-Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel
  24. Dewi Murtasimah atau Asyiqah Istri Raden Patah
  25. Raden Trenggono
  26. Ratu Mas Cempaka
  27. Pangeran Benawa I
  28. Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi
  29. Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma

1.4 Wafat

Sultan Agung Hanyakrakusuma meninggal dunia pada tahun 1645  dimakamkan  di  Imogiri,  sebelah  selatan  Yogyakarta.

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Sultan Agung Hanyakrakusuma

Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak 

2.1 Guru-guru Sultan Agung Hanyakrakusuma

  1. Prabu Hanyakrawati 
  2. Kyai Ageng Juru Martani
  3. Pangeran Mangkubumi
  4. Pangeran Purbaya

3  Penerus Sultan Agung Hanyakrakusuma

3.1 Anak-anak Sultan Agung Hanyakrakusuma

  1. Arya Mataram (Sayidin)
  2. Mas Alit
  3. Pangeran Demang Tanpa Nangkil 
  4. Pangeran Rangga Kajiwan
  5. Raden Ayu Winongan
  6. Raden Mas Rerangin
  7. Raden Mas Salisir
  8. Raden Ayu Wegang
  9. Pangeran Bei Lor Pasar
  10. Raden Mas Kaseliran
  11. Pangeran Tumenggung Mataram
  12. Raden Ayu Wiramantri
  13. Pangeran Harya Kadanupayan 

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Sultan Agung Hanyakrakusuma

4.1 Perjalanan Hidup Sultan Agung Hanyakrakusuma

Sultan Agung dilahirkan di daerah Mataram (Yogya sekarang) pada tahun 1592 sebagai putra sulung dari panembahan Hanyakrawati (Sutowijoyo) raja Kerajaan Mataram Islam,  ibunya  ialah Ratu Adi dari Pajang sebagai Garwa Padmi (istri utama) Panembahan Hanyakrawati. Nama kecilnya adalah Mas Jatmika, ketika beliau diangkat menjadi pangeran, beliau dijuluki Pangeran Rangsang yang artinya mempunyai watak yang penuh kemauan dan keinginan yang keras yang tak kunjung padam.

Sultan  Agung  menurut  kisahnya  merupakan  seorang  yang  memiliki  tubuh  yang bentuknya  mengagumkan,  memiliki  dada  yang  bidang,  berbadan  besar,  kekar dengan otot yang kuat berkat latihan militer yang teratur dan keras, matanya yang bening  memancarkan  daya  tarik  yang  khas,  sikapnya  tenang,  berwibawa  tinggi karena memiliki kebijaksanaan yang agung, dan beliau juga terkenal dengan orang yang memiliki  magnetisme  pribadi  yang  tinggi,  hatinya  lembut  pada  rakyat  dan bawahannya tetapi pada saat yang gawat beliau mampu berubah cepat menjadi sangat keras seperti pedang baja, karena itu dalam balai penghadapan yang penuh dengan punggawa yang tinggi, parampara kerajaan panglima besar, Sultan Agung nampak seperti Singa jantan di tengah-tengah binatang lain.

Sultan Agung ketika masih muda gemar bertapa serta mengembara, tidak berbeda dengan kakeknya, Panembahan Senopati, gemar memberi sedekah, menyamar menjadi rakyat jelata, semboyannya bila kelak menjadi raja dapat melindungi rakyatnya secara adil, berwibawa, disegani oleh negara lain, dan selalu menjaga nama baik para leluhurnya.  

Tapa (bertapa) adalah  m e n e mpuh jalan mistisisme di mana seseorang berlatih guna mengatasi aspek-aspek lahirnya (asketisme) yang bisa dilakukan dengan; berpuasa, beribadah , berpantang melakukan hubungan seksual, meditasi, bangun sepanjang malam, berjaga di kuburan orang sakti, atau menyepi di gunung dan di goa. Tujuanya adalah penyucian guna mencapai samadi, yakni keadaan pikiran yang bisa digambarkan sebagai sebuah konsentrasi lepas di dunia, di situ orang menjadi terbuka untuk menerima  tuntunan ilahiyah dan pada akhirnya penyingkapan misteri kehidupan dan pengungkapan asal tujuan.

Pengangkatan Sultan Agung sebagai Raja Mataram menggantikan Hanyakrawati sempat menimbulkan polemik kerajaan karena terlahir dari permaisuri II. Sementara permaisuri I (Ratu Tulung Ayu-Ponorogo) juga m emiliki putra (Pangeran Martapura). Dalam tradisi kerajaan pada umumnya, putra mahkota dari permaisuri utama yang seharusnya menjadi raja. Sultan Agung juga terlahir sebelum Hanyakrawati (Mas Jolang) bertatus putra mahkota. Sedangkan Martapura meski berusia 12 tahun lebih muda dari Sultan Agung, terlahir dari permaisuri utama dan setelah Hanyakrawati menjadi raja. 

Penunjukan Sultan Agung sebagai raja didasarkan pada wasiat Hanyakrawati sesaat sebelum meninggal kepada Adipati Mandaraka: “… kelak setelah saya meninggal yang saya relakan menggantikan saya adalah Rangsang.. akan tetapi karena Martapura pernah saya kudang menjadi raja maka angkatlah dia sebentar. .. selanjutnya serahkan kraton kepada Rangsang.”  Selain itu, ada alasan bahwa Martapura (8 tahun) ‘terkadang’ goyah ingatan. Adipati Mandaraka (Ki juru Mertani) merupakan salah satu dari tiga cikal bakal Mataram (Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, Ki ju ru Mertani). Ketiganya merupakan sahabat karib Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dan sama-sama berguru kepada Sunan Kalijaga.Sejenak setelah Martapura naik tahta, Adipati Mandaraka membisikkan pada Martapura agar menyerahkan tahta kepada Rangsang, mematuhi amanat ayahandanya.

Rangsang (20th) kemudian dinobatkan sebagai raja dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Tampil sebagai penjamin (botoh) pengangkatan Rangsang ini adalah Pangeran Purbaya. Barangsiapa elit Mataram yang tidak menyetujui penobatan Rangsang, akan berhadapan dengan Pangeran Purbaya.Pangeran Purbaya adalah putra Panembahan Senopati dengan selir (Rara Lembayung) putri Ki Ageng Giring Ill.  Pangeran Purbaya merupakan saksi hidup kejayaan Sultan Agung hingga masa kepemimpinan Amangkurat I. Bersama Martalaya memimpin 10.000 pasukan Mataram untuk menundukkan Wirasaba dekat Mojoagung Jombang (1615). Purbaya gugur dalam perang melawan pemberontakan Trunajaya (1676M).

Umur dua puluh dua tahun yakni dalam tahun 1613, Sultan Agung diangkat menjadi raja di Kerajaan Mataram, beliau terkenal tangkas, cerdas dan taat menjalankan agama Islam. Sultan  Agung  mempunyai  kepribadian  yang  unik.  Disatu  sisi,  beliau  adalah seseorang yang taat beragama, disisi lain beliau mengkompromikan ajaran-ajaran Islam dengan  budaya  Jawa  yang  banyak  dipengaruhi  oleh  kepercayaan  Animisme, Dinamisme, Hindu dan Budha.

Sifat Sultan Agung yang rasional yang didukung oleh kemauan yang keras, pengamatan yang cermat dan pengawasan yang ketat disertai ketegasan yang tidak pandang bulu, membuat beliau lebih unggul daripada raja-raja lainnya. Sultan Agung bercita-cita menjadi seorang raja dalam arti kata seorang raja diraja, seorang ”ratu Binatara” (raja  yang dipuja seperti Dewa) saya seorang raja dan  bukan kepala pedagang seperti raja Banten dan Surabaya kata Sultan Agung kepada utusan VOC Caspar  Van  Surck (1641)  yang  menghadapnya  untuk  mencari  prioritas perdagangan.

Babad Tanah Djawi menggambarkan Sultan Agung yang memiliki kesaktian yang luar biasa, tidak sedikit mitos mengenai Sultan Agung beredar dikalangan rakyat. Misalnya diceritakan kesaktiannya yang luar biasa memungkinkan beliau tiap Jum’at pergi ke Makkah untuk bersembahyang di Masjid Makkah. Mitos lain yang menonjolkan kesaktiannya yang luar biasa mengenai kesaktian Sultan Agung ialah ketika  Sultan  Agung  ingin  menaklukkan  negara  Siam  (Muangthai)  maka  ia memerintahkan tentaranya berhenti dan melarangnya untuk bertempur, beliau seorang dirilah  yang  akan  menaklukkan  daerah  Siam.  Sultan  Agung  menyamar  sebagai orang Jawa biasa dan masuk ke daerah Siam  yang pada saat itu tentara Siam berjejer  siap  siaga  untuk  menghadapi  tentara  Jawa.  Sultan  Agung  kemudian meloncat di atas ujung mata tombak tentara itu dan menghitung jumlah mereka dengan  berjalan  di  atas  tombak-tombak  tentara  Siam.  Melihat  ini  tentara  Siam terkejut dan bertanya kepada Sultan Agung siapakah gerangan orang itu. Sultan Agung menjawab beliau adalah orang Jawa warga negara Sultan Agung, mendengar itu raja Siam berpikir dan kagum ”kalau warga negaranya sudah begitu saktinya, lebih-lebih Sultan Agung sendiri” takut akan pikirannya sendiri Raja Siam kemudian menyerah tanpa syarat.

Tiap hari senin dan kamis, diadakan hari untuk menghadap raja, Sultan Agung duduk di sitihinggil, batu datar. Diatas batu diletakkan kursi cendana berukir tempat duduk sultan. Jumlah pejabat tinggi dan panglima perang yang menghadap sekitar 600 orang duduk bersila dalam jajaran lapis tiga berkeliling. Selama menerima seban (pisowanan) Sultan Agung didampingi paremparan yang terdiri dari ulama tinggi lslam.

Sultan Agung memakai kain batik yang berwarna biru putih (Cemengan kata orang Jawa) yang berarti tanpa Soga atau warna coklat dengan sabuk yang berwarna emas dengan keris terselip di dalamnya. Pada waktu ”Siniwaka” (Senin dan Kamis) kalau beliau berhadapan dengan pembesar-pembesar untuk memperbincangkan keadaan di negara, beliau menyelipkan kerisnya di muka dan pada kesempatan lain diselipkan di belakang. Baju Sultan Agung terbuat dari bludru hitam berkembang emas mungkin sekali baju ini berbentuk ”Surjan” (baju yang sekarang masih dipakai orang laki-laki di Yogyakarta) Sultan Agung memakai sebuah kopyah putih dikepalanya yang terbuat dari kain putih, Kuluk namanya, suatu tanda pembesar Islam, kuluk semacam ini hanya dipakai dalam acara resmi

Dari cara  berpakaiannya Sultan  Agung sebagai  pembesar kerajaan dapat dikatakan bahwa lingkungan di Mataram pada saat itu telah Islami, seperti kuluk yang merupakan tanda bahwa orang yang memakainya seorang pembesar Islam. Kehidupan  dalam  istana  berlangsung  menurut  aturan  tertentu,  pada  hari  Jum’at mereka juga harus hadir untuk bersama-sama raja pergi ke Masjid pukul 09.00 pagi. 

Pada  Sabtu  sore  mereka  sudah  diwajibkan  harus  tampil  di  alun-alun  dengan menunggang kuda untuk ikut serta dalam permainan tombak. Penampilan raja pada hari  Senin  dan  Kamis  dalam  cerita  lisan  Jawa  selalu  diceritakan  dengan  agak terperinci, karena ada kaitannya dengan suatu upacara yang dilaksanakan dengan khidmat.

Pada tahun 1642, Sultan Agung jatuh sakit dan pada tahun 1645, Sultan Agung  setelah  berhasil  membawa  Mataram  kepuncak  kejayaan  Sultan  Agung meninggal  dunia.  Beliau  dimakamkan  di  Imogiri,  sebelah  selatan  Yogyakarta.  Pemakaman Imogiri  merupakan  sebuah bukit yang agak tinggi,  makam Sultan Agung letaknya paling atas. Dalam pendapat inilah Sultan Agung dimakamkan, tempat ini merupakan tempat yang paling kramat dan dikelilingi dengan tembok yang  pintu  gerbangnya  selalu  ditutup,  tidak  diperkenankan  orang  masuk kepemakaman  tersebut,  kecuali  bangsawan-bangsawan  tertinggi  pada  upacara-upacara tertentu.

4.2 Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma Terhadap VOC

Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 

  1. Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran Kompeni Belanda di Batavia dapat membahayakan kesatuan Negara yang dalam hal ini terutama Pulau Jawa. Pihak Belanda telah melakukan apa yang telah diperingatkan oleh Sultan Agung agar tidak mereka lakukan yakni mereka telah merebut suatu bagian Pulau Jawa yang ingin diperintahnya sendiri sebagai penguasa tunggal.  Padahal,  sejak  awal  Sultan  Agung  telah  memperingatkan  kepada pihak Belanda bahwa persahabatan yang sama-sama mereka inginkan tidak akan mungkin terlaksana apabila VOC berusaha merebut tanah Jawa. 
  2. Hal itu disebabkan karena pola pemerintahan Sultan Agung adalah Beliau tidak pernah mau berkompromi dengan Belanda atau penjajah lainnya. Prinsip Mataram yang diembannya adalah bagaimana pun Belanda tidak boleh unggul di atas Mataram. Sementara itu, di bidang kerjasama perdagangan misalnya, sejauh  masih  tetap  menguntungkan  Mataram,  Sultan  Agung  masih memberikan kelonggaran kepada Belanda. Oleh sebab itu, Jayakarta (Batavia) diserbu Sultan Agung pada masa pemerintahannya.
  3. Sultan Agung sempat mengajukan beberapa tawaran kepada VOC,  tetapi  ditolak.  Pada  tahun  1621,  personel  VOC  yang  ditawan dipulangkan  ke  Batavia  beserta  pengiriman  beras.  VOC  mengirimkan perutusan-perutusannya kepada Sultan Agung pada tahun 1622, 1623, dan tahun 1624, tetapi permintaan Sultan Agung akan bantuan angkatan laut VOC dalam rangka melawan Surabaya, Banten, maupun Banjarmasin ditolak oleh pihak VOC. Karena VOC tidak bersedia memberikan bantuan angkatan laut kepadanya,  maka  tidak  ada  satu  alasan  pun  bagi  Sultan  Agung  untuk membiarkan kehadiran mereka di Pulau Jawa.
  4. Bagi  Sultan Agung,  Batavia  merupakan kota  yang  dapat merugikan kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Sultan Agung menganggap bahwa hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan mengahancurkan kota tersebut. Sudah berkali-kali beliau mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim wakil kepadanya, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh pihak VOC. Atas dasar inilah raja Mataram mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia.
  5. Imperialisme  Belanda dengan  VOC  nya mempunyai  dua rencana kejahatan. Pertama, dalam proses mempercepat perebutan kekuasaan ekonomi Islam. Kedua, berlomba-lomba untuk memperoleh hegemoni antar Imperialis Barat di Nusantara dan Kerajaan Katolik Portugis juga Spanyol serta  Kerajaan  Protestan  Anglikan  Inggris.  Di  bawah  kondisi  tantangan Imperialis  Protestan  Belanda  ini.

Menjelang  penyerangan  terhadap  Batavia,  Mataram  giat  melatih  satuan satuan angkatan perangnya. Dalam bidang  persandian mengenal informasi tentang hal  yang  berhubungan  dengan  VOC,  Sultan  Agung  memilih  orang-orang  yang mempunyai pengaruh, cerdas dan berpengalaman, tahu seluk beluk mengenahi VOC serta pandai bergaul. Dalam ekspedisi pertama Sultan Agung memilih Kyai Rangga seorang  tumenggung  dari  Tegal  dan  masih  saudara  tumenggung  Baureksa  dari Kendal. Dalam ekspedisi kedua yang dipilih adalah seorang penyelidik yang cerdik, ulet dan pandai dalam bertutur kata tanpa banyak dicurigai Belanda, yang bernama Warga

Taktik yang direncanakan oleh Sultan Agung untuk merebut Batavia adalah:
a. Menjepit Batavia dari darat  (Selatan) dan dari laut (Utara), serangan serangan  yang akan dilancarkan harus dijalankan dalam waktu yang tepat dan bersama sama.
b. Angkatan laut Mataram menyamar sebagai pedagang bahan makanan dan membawa beras, ternak dan bahan bahan lainnya untuk dijual ke VOC.  Bahan  makanan  ini  sebenarnya  disediakan  untuk  prajurit mataram selama perang di Batavia.
c. Serangan mendadak oleh angkatan laut Mataram terhadap benteng pertahanan ditepi laut (kasteel) dan oleh angkatan darat terhadap kota Batavia yang ada disebelah selatan.
d. Apabila  siasat  itu  dapat  dilaksanakan,  Belanda  tidak  akan  bisa bergerak bila terpaksa serdadu VOC lari kearah timur dan mereka akan terbenam kedalam rawa rawa yang luas. Jika lari kearah barat, mereka akan jatuh ketangan pangeran Jayakarta dan Banten yang ada disekitar daerah Tangerang, atau jatuh kepada orang orang yang tidak menyukai  Belanda  yang  telah  merebut  daerahnya  (Jayakarta). 

Dalam bidang perdagangan Sultan Agung mengadakan siasat . Mulai tahun 1626 melarang penjualan beraske Batavia dengan maksud agar perdagangan beras VOC menjadi macet dan tidak tergantung lagi pada beras dari mataram. Ketika politik Sultan Agung tersebut akan di jalankan,secara tidak di duga, Pati melakukan pemberontakan  pada  tahun  1627.  Untuk  memadamkan  pemberontakan  tersebut, Mataram harus mengorbankan sebagian prajuritnya yang semula telah di persiapkan untuk menyerang Batavia. Prajurit Pati yang akan disertakan dalam penyerangan ke Batavia,  sekarang  bercerai  berai  akibat  pertempuran  melawan  prajurit  Mataram Pertempuran tersebut membawa pengaruh terhadap persediaan bahan pangan. Pati yang kaya akan beras kini telah hancur, sehingga mengurangi persediaan bahan makanan  bagi  perajurit  Mataram  yang  akan  menyerang  ke  Batavia. 
Dibidang kekuatan,  pasukan  juga  membawa  kerugian  yang  besar  bagi  kepentingan Mataram,karena pertempuran tersebut banyak membawa korban, sehingga secara tidak langsung telah merugikan kekuatan meliter Mataram. 

Pelaksanaan penyerangan terhadap VOC di Batavia oleh Sultan Agung meliputi beberapa tahapan yaitu : 
1.   Perencanaan

Sultan Agung sebagai penguasa Mataram telah melakukan berbagai persiapan untuk mengadakan penyerangan, baik dengan cara diplomatik maupun dengan cara penyiapan pasukan meliter. Itu semua adalah usaha untuk mematangkan rencana  menyerang  Batavia  yang  dianggap  mengganggu  terselenggaranya kekuatan tunggal di seluruh Jawa. Pada tahun 1628 mulai menyerang terhadap Batavia. Tindakan pertama adalah menutup hampir seluruh pantai utara Jawa bagi pedagang-pedagang asing  dan semua beras tidak boleh di jual kepada Belanda.  Tiindakan-tindakan  tersebut  dikerjakan  dengan  rapi,  bahkan  semua orang asing yang datang ke Mataram ditahan dan kantor pedagangan Inggris yang  masih ada di Jepara ditutup untuk sementara waktu. 
Dengan  adanya  larangan-larangan  itu  menimbulkan  kecurigaan  bagi VOC,bahwa  apa  yang  mereka  takutkan  selama  ini  akan  segera  menjadi kenyataan.Ketakutan itu adalah serangan Mataram terhadap Batavia.Oleh sebab itu VOC mempersiapkan diri dan meningkatkan kewaspadaan.Namun mereka masih meragukan bahwa Sultan Agung dapat menggerakkan pasukannya secara besar-besaran,mengingat  jarak sedemikian  jauh dan  begitu banyak tantangan alam yang akan dilalui.Akan tetapi ternyata keadaan menjadi sebaliknya.

Hal ini terlihat didalam surat Jacques Spex, Gubernur Hindia Belanda pengganti Jan Pieter Zoen Coen pada tahun 1629 kepada dewan penggurus VOC tertanggal 15 Desember 1629 sebagai berikut:
”Sekarang kita menyaksikan sendiri suatu peristiwa yang sebelumnya oleh kita  dan  orang-orang  lain  dianggap  tidak  mungkin,  ialah  gerakan  tentara Mataram secara besar-besaran dengan membawa persenjataan berat dari daerah-daerah pedalaman yang jauh sekali melalui rawa-rawa yang luas dan daerah-kosong,       ganas,       dan       berhutan-hutan       menuju daerah yang Batavia………… Kebanyakan dari kita yang telah melihat jalan-jalan, rawa-rawa, sungai-sungai  disekitar  sungai  Krawang,  berpendapat  bahwa  tidak  akan mungkin dapat membawa meriam melalui daerah ini,tetapi apa yang sekarang terjadi membuktikan justru yang sebaliknya”.

Penyerangan Sultan Agung ke Batavia ternyata menjadi kenyataan. Pada tanggal 13 April 1628 datanglah orang-orang Mataram  di Batavia di bawah pimpinan Kyai Rangga. Rombongan yang menyatakan  utusan dari tumenggung Tegal  itu  membawa  serta  14  perahu  yang  bermuatan  beras.Utusan  tersebut menghadap  VOC  dan  memohon  agar  VOC  mau  membantu  untuk  melawan Banten dan sebagai tindakan pendahuluan hendaknya mereka mengirim utusan itu,selain  untuk  menyelidiki  keadaan  terakhir  kota  Batavia,juga  untuk mengalihkan perhatian VOC agar maksud Mataram untuk menyerang Batavia tidak diketahui atau setidak-tidaknya perhatian VOC tidak sepenuhnya terpusat pada Mataram.

2. Serangan tahap pertama(1628)

Pasukan  Mataram  sebelum  diberangkatkan  ke  Batavia  berkumpul  di  suatu tempat,yakni di sebelah timur Cirebon.Ketika pasukan Mataram yang berasal dari ibu kota Mataram dibawah pimpinan Kyai Adipati Mandureja tiba di tempat yang telah ditentukan, ternyata pasukan-pasukan yang datang dari daerah pesisir telah berada di tempat itu.Kemudian semua pasukan diberangkatkan ke Batavia dengan  menggunakan  kapal  layar  dan  dalam  perjalanan  mereka  singgah  di Cirebon. 

Pada tanggal 22 Agustus 1628 dimulai  dengan  mengirim 59 sebagai kapal  biasa  agar  kapal-kapal  itu  dapat  mendekati  pelabuhan.Kapal  tersebut memuat 153 ekor lembu,120 last beras(1 last =30 liter),10.600 ikat padi,26.000 kelapa,5.900 batang gula dan lain sebagainya.Kapal-kapal tersebut dilengkapi tidak kurang dari 900 awak kapal. Melihat  situasi demikian, pihak VOC curiga karena banyaknya kapal yang datang,oleh sebab itu kapal-kapal tersebut tidak diperkenankan masuk ke pelabuhan, yakni memasuki sungai Ciliwung dan menahan mereka ditepi laut. Peristiwa ini diluar dugaan prajurit Mataram, karena menurut perintah dari penguasa di Mataram mereka harus  menguasai  di  Ciliwung  dan  melabuh  di  tepi  sungai  Ciliwung  antara benteng dan kota Batavia. Di daerah ini para perajurit Mataram mengadakan serangan  mendadak,  agar  Kaatewel  dan  kota  menjadih  terpisah.  Kasteel merupakan sasaran yang utama bagi pasukan yang bergerak dari arah utara. 

Setelah utusan Mataram dapat meyakinkan Belanda bahwa mereka itu adalah perdagang  biasa dan  bukan  merupakan prajurit, akhirnya  mereka di  izinkan  masuk  muara  Ciliwung,  tetapi  yang  diperbolehkan  masuk  hanya  20  kapal, sedang  kapal  yang  lain  disuruh  menunggu  di  tepi  laut.  Hal  ini  merupakan hambatan yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. 

Pada tanggal 24 Agustus 1628 datang armada kedua dengan tujuh buah kapal yang pura-pura akan pergi ke Malaka untuk mengangkut beras dan garam. Kepada VOC mereka menyatakan bahwa mereka hanya untuk meminta izin perjalanan (pas). Pihak VOC tidak memberikan izin masuk bahkan mencurigai kapal-kapal tersebut, patroli VOC semakin diperkuat, jalan-jalan dan sungai-sungai  di  tutup.  

Pada  tengah  malam  tanggal  24/25  Agustus  1628  Batavia diserang tanpa menunggu saat datangnya tentara dari darat atau dari selatan yang  dipimpin  oleh  tumenggung  Baureksa.  Mereka  tidak  menyadari  bahwa tujuh kapal yang membawa senjata tersebut belum sempat membagi-bagikan senjatanya  karena  selalu  dihalang-halangi  oleh  VOC.  Kemudian  pasukan Mataram menyerang VOC yang sedang berjaga diantara benteng. Dengan berani orang-orang Mataram masuk kedalam benteng dengan jalan memanjat tembok-tembok benteng yang sedang dibangun. Walaupun bersenjata apa adanya seperti keris  dan  pedang  orang-orang    Mataram  mengadakan  penyerangan  dan mengamuk  dengan  penuh  keberanian.  Karena    persenjataan  yang  kurang memadai, pasukan Mataram yang jumlahnya 750 orang dapat dikalahkan .

Pendaratan pasukan Mataram yang ketiga terjadi pada tanggal 25 Agustus 1628 dengan menggunakan 27 kapal perang. Kapal-kapal ini berpangkalan di muara  sungai  Marunda  yang  letaknya  di  sebelah  timur    melaporkan kedatangannya  pada  pemimpin  pasukan  Mataram  yang  telah  ada  di  kota Batavia. Kedatangan pasukan Mataram yang ketiga  ini membuat VOC lebih waspada  dimana  mereka  menambah  kewaspadaan  nya  dan  menyiapkan perlengkapan perangnya.  Pasukan Mataram yang menempuh jalan darat gelombang pertama datang pada 26 Agustus 1628 dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa, demgam kekuatan 10.000 orang. Kedatangan pasuakan ini terlambat dua hari untuk mengadakan pendobrakan serentak terhadap benteng- benteng di Batavia.  Mereka  hanya  bertemu  satuan  angkatan  laut  yang  gagal  merebut benteng-benteng VOC.

Serangan  pertama  yang  dilakukan  oleh  pasukan  Mataram  di  bawah pimpinan Tumenggung Baureksa terjadi pada tanggal 27 agustus 1628 malam hari  dengan  sasaran  benteng  Hollandia.  Serangan  ini  disambut  oleh  VOC dengan  tembakan-tembakan  artileri.  Namun  pasukan  Mataram  berhasil menguasai  pintu  gerbang  kota  setelah  membinasakan  penjaga-penjaganya. Serangan dilancarkan semalam suntuk, mengakibatkan VOC  hampir kehabisan peluru dan banyak landasan meriam yang rusak. Untuk menghindari tembakan-tembakan artileri Belanda, pasukan Mataram membuat kubu-kubu pertahanan dari pohon kelapa dilengkapi dengan parit-parit perlindungan. Akibat serangan yang dilakukan pasukan Mataram banyak orang Belanda yang panik dan lari ketakutan, terutama wanita dan anak-anak mereka mengungsi dan lari ke dalam benteng.

Sementara itu, pasukan VOC yang sudah terdesak tertolong dengan datangnya bantuan dari kapal perang yang melakukan patroli di perairan Banten dengan kekuatan 200 orang serdadu bersenjata lengkap. Pada waktu itu pasukan Baureksa melakukan serangan terhadap Belanda, dibantu oleh pasukan-pasukan front selatan dan prajurit-prajurit Sumendang dibawah pimpinan Adipati ukur. Dalam  menghadapi  serangan  pasukan  Adipati  Ukur,  pasukan  VOC mengundurkan  diri  sambil  melakukan  bimi  hangus  dengan  maksud  untuk mengumpulkan kekuatan dan memusatkan pertahanannya di benteng yang ada di  sebelah  utara.  Kemudian  Tumenggung  dan  Adipati  Ukur  mengadakan konsolidasi untuk mengatur dan merencanakan serangan selanjutnya.

Pada tanggal 3 September 1628 para prajurit dikerahkan untuk membuat tanggul perlindungan, dilengkapi dua buah meriam yang menghadap ke benteng Hollandia.  Serangan- serangan  pasukan  Mataram  terus  dilancarkan, mengakibatkan rusaknya benteng Hollandia, meskipun tidak begitu parah.Serangan berikutnya dilakukan pada malam hari pada tanggal diserang secara  mendadak. Demikian  juga  pada  siang  hari,para  perajurit  Mataram menyerang patroli-patroli VOC. VOC merasa terdesak oleh serangan-serangan  yang dilakukan oleh pasukan Mataram. Untuk mengatasi  hal tersebut, VOC menyediakan hadiah 100 rela bagi siapa saja yang dapat menangkap Prajurit Mataram.  

Pertempuran selanjutnya terjadi pada tanggal 10 September 1628 di Front utara sekitar sungai Marunda antara satuan angkatan laut Mataram dan angkatan  laut  VOC.  Pasukan  VOC  melarikan  diri  ke  dalam  kota,  setelah mengalami tekanan-tekanan berat. Dua hari kemudian tepatnya pada tanggal 12 September 1628 VOC secara mendadak mengadakan serangan terhadap pasukan Mataram. Mereka berhasil menghancurkan garis depan pasukan Mataram karena mendapat bantuan tembakan dari dalam benteng, dan parit-parit perlindungan pasukan  Mataram  dibakar.  Sementara  itu,  bahan-bahan  persediaan  logistik Mataram  sudah  menipis.  Untuk  mengatasi  kekurangan  itu,  bahan  makanan kemudian di datangkan dari Banten dan Sumedang.

Pada tanggal 22 September 1628 meletuslah serangan umum yang telah direncanakan  oleh  Tumenggung  Baureksa  utamanya  adalah  benteng-benteng VOC, benteng Bommel dan Vriesland yang terletak disebelah selatan benteng induk. Akibat serangan itu benteng Hollandia rusak berat dan hampir jatuh ke tangan prajurit Mataram. Akan tetapi bantuan VOC yang datang dari benteng utara tepat pada waktunya. Mereka berhasil menyelamatkan benteng tersebut. Prajurit Mataram kemudian mundur dan kembali ke garis pertahanan semula. Meskipun dengan kondisi fisik yang sudah lemah akibat pertempuran yang terus menerus, namun  semangat tempur dari prajurit Mataram di bawah pimpinan Tumenggung  Baureksa  tidaklah  goyah.  

Pasukan  Mataram  tetap  bertahan  di depan  benteng  dalam  garis  pertahanan  yang  mereka  buat  dari  tanah  dan diperkuat  dengan  batang-batang  pohon  kelapa  dan  pinang. Hampir  sebulan lamanya  mereka  hidup  di  tengah  rawa-rawa  yang  penuh  dengan  gangguan nyamuk dan binatang melata. Sementara itu Tumenggung Baureksa berada di garis pertahanan yang kedua untuk dapat mengamati dan mengawasi jalannya bahkan sampai meninggal dunia, sehingga kekuatan prajurit Mataram menjadi berkurang .

Pada  tanggal  21  Oktober  1628  serangan  balasan  dari  pihak  VOC dilancarkan  dengan  kekuatan  pasukan  2.866  orang.  Akibat  serangan  ini menimbulkan banyak kerugian di pihak pasukan Mataram. Kerugian terbesar adalah  gugurnya  Tumenggung  Baureksa  beserta  anak-anaknya  dan  juga beberapa korban lainnya. Dengan gugurnya  panglima  pasukan  Mataram,  mengakibatkan  moril  para  prajurit Mataram menjadi lemah, sedangkan prajurit-prajurit Sumedang dan Ukur, akibat tekanan-tekanan yang dilakukan VOC, melarikan diri ke gunung Lumbung di daerah Banten. 

Selain itu VOC juga mengirimkan angkatan lautnya ke Marunda untuk menghancurkan angkatan laut Mataram yang telah mundur ke tempat itu dengan membawa sisa pembekalan yang masih ada.  Dengan dihancurkannya angkatan laut Mataram, hilang pula persedian makan yang ada bersama hancurnya kapal-kapal yang digunakan untuk mengangkut beras. 

Pada  tanggal  22  oktober  1628 datang lah  pasukan  Mataram  yang mengunakan jalan darat gelombang kedua, dengan maksud untuk membantu pasukan Mataram  yang ada di Batavia dibawah pimpinan  Sura Agul,  Kyai Adipati  Mandureja  dan  Kyai Adipati  Upasanta.  Begitu  sampai  di  Batavia  mereka  langsung  menghadap  pasukan  VOC  yang  akan  menyerang  dan menghancurkan  pertahanan  pasukan  Mataram  diluar  kota  dengan  kekuatan yang tinggal 1.000 orang. Karena tidak mengira ada kekuatan Mataram yang baru saja tiba,rencana penyerangan VOC menjadi berantakan dan kembali ke kota. Pasukan Sura Agul mengejar sampai di gerbang pintu kota. Kemudian mundur kembali  ke  pertahanan  Mataram  yang  berada  di  sebelah  selatan  sungai. 

Dalam  usaha  selanjutnya  untuk  menghancurkan  VOC,  pasukan Mataram  membendung  sungai  Ciliwung.  Jalan  ini  di  tempuh  berdasarkan pengalaman pada tahun 1625 pada waktu itu pasukan Mataram mengepung dan mengalahkan Surabaya dengan  jalan  mengepung sungai  mas , namun usaha tersebut gagal karena musim hujan sudah tiba 

Pada tanggal 15 November 1928, Kyai Adipati Mandureja dan  Kyai Upasanta diperintahkan oleh Sura Agul untuk melancarkan serangan terhadap benteng Hollandia dan merebutnya. Kepada kedua orang senopati itu diberikan 400 orang prajurit terpilih. Mereka harus menyerbu dan mengamuk di benteng Hollandia sampai ketitik darah penghabisan  seperti yang pernah di jalankan oleh 400 ORANG prajurit Madura didalam barisan Mataram dulu. 

3. Serangan tahap kedua (  1629 )

Dalam  serangan  ke  Batavia  tahap  pertama  pasukan  mataram  mengalami kegagalan. Namun hal itu tidaklah mematahkan semangat maupun kehendak Sultan  Agung  untuk  merebut  Batavia  dan  mengusir  Belanda.  Kegagalan penyerangan ke Batavia terdahulu karena kurangnya persediaan bahan pangan bagi pasukannya dan kalah dalam persenjataan juga disebabkan oleh  serangan pasukan Mataram yang tidak bersamaan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dalam serangan kedua Sultan  Agung  harus  menyediakan  bahan  pangan  sebagai  persediaan  logistik dalam  jumlah  yang  mencukupi.  Oleh  karena  itu  dibuatlah  lubang-lubang persediaan bahan makan di tegal dan di Gabang Cirebon 

Untuk  memperkuat  persenjataan  akan  dibawa  meriam-meriam  dari Mataram, sedang untuk mengelabui dan manyakini kekuatan dan posisi musuh, Sultan  Agung  mengutus  orang  yang  bernama  Warga  dan  beserta  pengikut- pengikutnya.  Tugasnya  sebagai  mata-mata  dengan  alasan  ke  Batavia  untuk meminta  kebebasan  berdagang  dan  memintakan  ampun    terhadap  Belanda karena terjadi serangan pada tahun sebelumnya. Namun rombongan yang di pimpin Wargaitu mengudang kecurigaan VOC. Setibanya di Batavia, mereka ditangkap. Dengan ditangkapnya Warga, pihak VOC dapat memperoleh data mengenai rencana Sultan Agung untuk menyerang Batavia yang kedua, termasuk tempat penyimpanan bahan pangan di tegal dan cerebon.      
        
Bocornya rencana Mataram menyerang Batavia, karena salah satu anak buah Warga  ada  yang  berkhianat,  memberikan  informasi  mengenai  keadaan  dan rencana  Mataram.  Berdasarkan  keterangan  yang  diperoleh,  VOC  memerintahkan  pasukannya untuk merusak dan membakar lumbung persediaan bahan  pangan  tersebut.  

Pada  tanggal  4  Juli  1629  pasukan  VOC  berhasil memusnahkan  persediaan  bahan  pangan  di  Tegal  dan  beberapa  minggu kemudian di Cerebon Keberangkatan pasukan Mataram ke Batavia gelombang pertama terjadi pada akhir bulan Mei 1629 dan gelombang kedua pada tannggal 20 Juni 1629 dengan  membawa  pasukan  berkuda,  gajah-gajah  dengan  bendera-bendera payung-payung  kebesaran  untuk  pannglima-panglima  yang  terdiri  atas bangsawan tinggi keluarga raja seperti Pangeran Puger. Mengenai  jumlah  pasukan  yang  diberangkatkan  ke  Batavia  dalam beberapa sumber ditulis agak berbeda, tetapi dapat di tafsirkan bahwa tidak lebih dari 25.000 orang. dan senjata-senjata berat yang dibawa telah diberangkatkan lebih dahulu kira-kira pada bulan sebelumnya (Mei 1629 ). 

Pada tanggal 13 Agustus 1629 hampir seluruh pasukan Mataram sudah tiba di daerah Batavia. Mereka membuat pertahannya di sebelah selatan dan sebelah barat sungai Ciliwung serta di sebelah timur kota. Pertahan yang ada di sebelah  Barat  di  pimpin  oleh  pangeran  Purbaya  sedang  Patih  Singaranu  di perbantukan pada Pangeran Juminah. Serangan pasukan Mataram sebenarnya sudah di mulai sejak tanggal 22 Agustus  1629  dan  sasarannya  diarahkan  pada  benteng-benteng  Paarel, Hollandia, Robijn, Savier dan Diamant. Benteng tersebut dikepung rapat -rapat secara  bersaf  oleh  pasukan  Mataram.  Pihak  VOC  sudah  tahu  sakan  adanya serangan  dari  pihak  Mataram  dan  mereka  mengadakan  persiapan-persiapan pertahanan kota. Benteng-benteng di pasangi dengan meriam-meriam berkaliber besar , juga pintu-pintu untuk menyelamatkan diri dibangun dan diperbaiki serta kesiapan pasukan Mataram secara mendadak.

Pada tanggal 8 September 1629, Mataram  membuat parit-parit  yang dilindungi  dengan  tanggul-tanggul.  Pembuatan  parit-parit  tersebut  sampai mendekati benteng  Hollandia.  Pada  tanggal  12  September  1629  pasukan Mataram menyerang Brabant dengan cara memanjat tembok-tembok benteng dengan mengunakan tangga-tangga. Akan tetapi pasukan  Mataram dapat di paksa  mundur  oleh  pasukan  VOC,  meskipun  sebenarnya  hampir  berhasil memasuki pertahanan VOC.

Pada tanggal 14 dan 15 September 1629, datang prajurit Mataram yang membawa senjata berat dan ditempatkan pada pertahanan sebelah timur, selatan dan barat. Tempat-tempat pemasangan meriam tersebut dibuat sedekat-dekatnya bangunan pertahanan paling luar pihak Belanda . Dengan datangnya meriam tersenbut  semangat  prajurit  Mataram  menjadi  berkobar  kembali,  meskipun dalam keadaan fisik yang sudah memprihatinkan karena para prajurit banyak yang kekurangan makan. Dengan perbekalan yang semakin menipis, bencana kelaparan bagi para prajurit Mataram nyaris menjadi kenyataan, di tambah musim penghujan yang melanda Batavia. Maka diputuskan untuk mengadakan serangan yang terakhir dengan mengerahkan segala tenaga yang masih tersisa. Serangan ini dilakukan pada tanggal 29 September 1629 dengan pusat sasaran serangan adalah benteng Uytrecht dibagian timur Batavia. Karena keadaan fisik dan semangat juang yang sudah merosot, serangan prajurit Mataram tidak membawa hasil. 

Hal ini dapat dibuktikan dari serangan VOC  tanggal 1 Oktober 1629, prajurit Mataram di pukul mundur dan sudah tidak dapat melawan lagi.Melihat kondisi pasukan yang sudah lemah dan tidak mungkin lagi untuk mangadakan  serangan  balasan,  maka  pada  tanggal  7    Oktober  1629  Sultan Agung memutuskan untuk menarik mundur pasukan dan kembali ke Mataram.

Pada dasarnya pasukan Mataram berhasil merebut Benteng Hollandia tetapi pasukan Sultan Agung tidak berhasil mempertahankan benteng itu karena bahaya  kelaparan  yang  melanda.  Meskipun  cita-cita  Sultan  Agung  untuk mengusir VOC  dari Batavia tidak tercapai walaupun dengan cara mengerahkan semua pasukannya, minimal teked dan semangat untuk mengusir VOC telah dibuktikannya  melalui  usaha  penyerangan-penyerangan  ke  Batavia.  Bahkan sampai wafatnyapun pada tahun 1645 Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC meskipun ada tawaran itu.

4.3 Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Pengembangan Agama Islam

Dari masa keemasan, Sultan Agung terus mengasah kemampuan yang ada dan terus membekali diri dengan pendidikan agama. Sehingga tidak heran jika kerajaan Mataram Islam terlihat lebih kental ke Islamannya, karena di pimpin oleh seorang pemimpin yang tegas, berwibawa dan kuat ilmu agamanya.

Dari awal  mula sampai akhir dari pemerintahannya di Pulau Jawa khususnya  di  kerajaan  Mataram,  Sultan  Agung  memberikan  warna  tersendiri  dan memberikan penyegaran kembali bagaimana sulitnya dalam memperebut kebebasan. Dan  hal  ini  terbukti  sampai  saat  sekarang  ini  langgar,  mesjid,  dan  tempat-tempat sekolah pesantren masih bisa dinikmati oleh setiap orang. Peranan Sultan  Agung dalam  bidang pendidikan  yaitu terdapatnya  lembaga-lembaga pendidikan yang berupa Langgar, pengajian, pondok-pondok pesantren yang menjadi  pusat  Islamisasi  yang  sangat  efektif.  Dalam  bidang  politik,  Sultan  Agung memiliki  andil  besar  dalam  usaha  mengembangkan  agama  Islam  yaitu  melalui ekspedisi-ekspedisinya,  Sultan  Agung  menaklukkan  pusat-pusat  pengajaran  Islam dipesisir Utara Jawa seperti, Pasuruan Tuban, Surabaya, Pati dan Giri. 

Bidang  ekonomi,  merupakan  bidang  yang  sangat  menentukan  dalam kelangsungan dan kejayaan suatu negara atau kerajaan. Dimana proses penyebaran Islam  yang  dilakukan  oleh  para  pedagang  menyebabkan  munculnya  asumsi-asumsi teoritis akan adanya hubungan antara pasar (pedagang) dan Masjid (Da’i).

Sosial  budaya  merupakan  bidang  yang  banyak  memberikan  perkembangan peradaban sehingga menjadikan tingkat peradaban Kerajaan Mataram Islam lebih tinngi dan  maju.  Sultan  Agung  melakukan  islamisasi  dengan  budaya  dengan  jalan menciptakan budaya baru yang bernuansa Islam walaupun masih terlihat unsur-unsur budaya lokal yang dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan lama. Diantara budaya yang diciptakan Sultan  Agung  yang bernuansa Islam  yang paling  monumental dan masih ada sampai sekarang adalah penciptaan kalender Jawa dan tradisi Garebeg, yaitu memperingati lahirnya Nabi Muhammad atau Maulid Nabi.

Untuk mengurangi sengketa antar paham, syiar kejawen yang merupakan perpaduan kebudayaan asli , Hindu, Budha, dan lslam digalakkan. Untuk meningkatkan kebudayaan bangsa telah diterbitkan Kitab Serat Sastra Gending (filsafat Jawa tentang budi pekerti luhur), kitab Serat Niti Praja (tentang moralitas dan kewajiban penguasa, etika hubungan bawahan-atasan, rakyat- pemerintah), serta Serat Kekiyasaning Pangracutan (pedoman perilaku yang baik untuk menghadapi kematian) (1641). Demikian pula pendadaran Bedhaya ketawang, sebuah tarian seremonial dan disakralkan yang dipentaskan saat raja baru bertahta atau pada ulang tahun penobatannya.

Dalam memajukan Islam, Sultan Agung selalu shalat Jumat bersama rakyat di Masjid Agung. Raja juga melahirkan karya besar, kalender Jawa yang merubah sistem Syamsiyah (tarikh edar matahari, dipakai dalam kalender saka dan kalender Masehi) ke qomariyah (tarikh edar bulan, dipakai dalam kalender Hijriah). Pergantian kalender saka (paduan jawa-asli dan Hindu) menjadi kalender jawa (paduan Hindu-Jawa dan Islam) terjadi mulai 1 Sura tahun Alip 1555, tepat tanggal 1Muharam 1043 Hijriah, hari jum’at legi atau 8 Juli 1633 Masehi. Dengan perubahan ini maka hari raya Islam (Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha) yang dirayakan setiap tahun di kraton Mataram (disebut Grebeg Maulud, Grebeg Pasa, Grebeg Besar) dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal sesuai dengan ketentuan dalam kalender Hijriah. 

Ada beberapa perbedaan antara Kalender jawa dan Kalender Hijriah, yaitu:

  • Kalender jawa mengenal tahun wastu (tahun pendek, bulan berumur 29 hari) dan tahun wuntu (tahun panjang, bulan berumur 30 hari).
  • Dalam satu windu (siklus 8 tahunan) ada tiga tahun panjang (Ehe, He, Jimangkir), berumur masing-masing 355 hari, selebihnya lima tahun pendek (Alip, Jimawal Dal, Be, Wawu), berumur masing-masing 354 hari.
  • Kalender Jawa disebut Kalender Kurup (dari bahasa Arab ‘huruf’) karena nama-nama tahunnya berawalan huruf Arab (Alip, Ehe, Jimawal je, Be, Wawu, Jimakir)
  • Pada permulaan kalender Jawa, 1 Sura, tahun alip 1555 jatuh pada hari Jum’at legi, disebut kurup jamngiyah, kurup itu berubah setelah 120 tahun. Tanggal 1 Sura tahun alip 1675 jatuh pada hari Kamis Kliwon, disebut Kurup Kamsiyah, umurnya 72 tahun. Tanggal 1 Sura ta.bun Alip 1747 jatuh pada hari Selas a Pon, disebut Kurup Sa/a sangiyah.
  • Kalender jawa mempunya i tiga ta.bun panjang dalam satu windu, sedangkan kalender Hijriah mempunya sebelas tahun panjang dalam siklus tigapuluh tahunan.
  • Penamaan bulan dalam kalender Jawa juga berbeda, yaitu; Muharam-Sura, Safar-Sapar, Rabi’ul awal-Maulud, Rabi’ulakhir- Bakda Maulud, Jumadilawal-jumadilawal, jumadil Akhir- Jumadilakir, Rajab-Rejeb, Sya’ban-Ruwah, Ramadhan-Pasa, Syawal-Sawal, Dzulqa’dah-Dulkaidah, Dz ilhijah-Besar. 
     

Sementara dari kalender Saka yang tetap dilestarikan adalah hari-hari pasara n (pahing, pon, wage, kliwon, legi ) , Pranatawangsa (kasa, karo, katelu, kapat, kalima, kanem, kapitu, kawolu, kasanga, kasapuluh, dhesta, sadha) dan pawukon (sinta, landep, wukir, kuranti, tolu, gumbreg, wari galit, warigagung, julungwangi, sungsang, galungan, kuningan, lankir, mandhasiya, julungpujut, pahat, kuruwelut, marakeh, tambir, madhangkungan, maktal, wuye, manail, prangbakat, bala, wugu, wayang, kulawu, dhukut, watugunung) dan lain-lainnya seperti (paringkelan , padewan , padangon).

Tujuan Sultan Agung melakukan reformasi tidak hanya sebatas perluasan-pendalaman syiar Islam, melainkan juga membangun perekat persatuan-kesatuan kubu sarat konfli k (abangan vs mutihan) melalui pembauran otoritas politik dan agama sinergik di tangan raja. Penyelamatan agama oleh raja dari pembusukan dan pemblusukan oleh para pengambil kesempatan dalam kesempitan, wajib hukumnya kala itu. Raja tidak lagi perlu mohon ‘restu’ Sunan Giri sebelum dinobatkan. Berakhirlah theokrasi (paus van java) di kerajaan Jawa.

Setelah menguasai ujung timur (Blamba ngan) 1641, Sultan Agun g melakukan langkah simbolis penting, yaitu memiliki gelar Sultan dengan nama Arab dari Mekkah. Ketika itu penguasa Banten, Pangeran Ratu (1596-1640) adalah raja Jawa pertama pemakai gelar Arab dari Mekkah, Sultan Abulmafakir Mahmud Abdulkadir (1638). Karena enggan ketinggalan, Sultan Agung mengirim Patih Dirantaka (1637-1 641) ke Mekkah untuk minta gelar Sultan dengan  nama Arab bagi dirinya, namun gagal Tak diketahui bagaimana utusan  Mataram akhirnya bisa sampai ke Mekkah sehingga Sultan Agung mendapat gelar Sultan Muhammad Maulana Matarani (1641).

Atas kewibawaan, kesatuan, kecerdasan memiliki wawasan yang luas dan di  sertai  dengan  pendirian  yang  kuat,  Sultan  Agung  mulai  dari  masa pemerintahannya pada kerajaan Mataram, sampai ia wafat memiliki integritas yang tinggi ,dan mendapat tempat tersendiri di hati rakyatnya, dan sekaligus merupakan panutan bagi generasi penerusnya.

Dengan bukunya Sastra Gending dan Serat Niti Praja, Sultan Agung bermaksud menegakkan ideologi negara dan untuk itu membuat dirinya sendiri menjadi suri tauladan bagi seluruh rakyat Mataram yang dipimpinnya, baik dalam kedudukannya sebagai kepala negara maupun sebagai pemimpin agama. 

4.4 Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Bidang Hukum dan Militer

Negara memerlukan hukum yang menjadi tulang punggung pemerintahan, karena itu Sultan Agung melakukan pembaharuan dalam bidang hukum dan undang-undang, bahkan juga membina mahkamah pengadilan. Sebuah buku undang-undang telah ditu lisnya sendiri dengan judul Surya Alam artinya Matahari Dunia, dan dalam buku ini disusun undang-undang pidana dan perdata bagi kerajaan Mataram. Dengan menggunakan hukum Nusantara, yang telah berlaku sejak jaman Majapahit tetapi sudah disesuaikan dengan hukum Islam, misalnya mengenai hukum perkawinan dan hukum warisan di samping itu hukum adat juga dihormati Sultan Agung. 

Mahkamah Pengadilan juga diperbaharui, dengan didudukkannya pada setiap sidang pengadilan ulama-ulama senior Islam yang dipilih sebagai anggota hakim. Dengan demikian Sultan Agung mengharapkan bahwa alat kelengkapan negara hukum yang berdaulat makin disempurnakan. 

Menyadari bahwa tugas keprajuritan sebagai negara sangat penting, meneruskan tradisi zaman silam sejak Majapahit, semua penduduk dikenakan wajib militer bagi mereka yang memenuhi syarat Di sudut-sudut kota Kerta (Mataram) ada gong yang bila dipukul dengan irama tertentu, maka dalam tempo hanya enam jam alun-alun kota Kerta akan dipenuhi oleh 200 .000 pasukan lengkap dengan senjata siap tempur.

Setiap desa (di kawasan Mataram) sedikitnya harus memiliki seratus prajurit dan kepala desa harus merangkap menjadi komandan seksi (Penatus; pemimpin dari 100 prajurit). Tiap kecamatan harus memiliki seribu prajurit tanggung dan kepala camat merangkap sebagai komandan (Penewu) . Pasukan khusus yang bertugas mengawal keamanan kraton disebut wiraraja (pengawal raja) dalam pasukan ini terdapat pasukan singasari (pengawal khusus kaputren). Prajurit keamanan yang sesungguhnya adalah Wirasinga, pasukan tempur yang bertugas melawan musuh yang menyerbu atau menyerang musuh di luar negara. Pasukan wirasinga dibantu oleh pasukan-pasukan cadangan yang disebut wiratani, yakni pasukan dari kalangan penduduk desa yang dipimpin penatus atau penewu. Pasukan wiratani sehari-harinya bekerja sebagai petani, tetapi pada saat-saat genting harus dapat dikerahkan memanggul senjata sebagai prajurit perang. Pendek kata, pada masa Sultan Agung, tiap kepala pemerintahan, baik pusat maupun daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa), wajib memiliki kualitas (kemampuan) sebagai panglima perang.

Masyarakat agraris feodalistik dipandang melahirkan petani-ksatria tangguh, lebih utama dibandingkan pedagang yang merkurial. Sultan Agung menempatkan agronomi sebagai fondasi kesejahteraan-ketahanan, karenanya penguasaan dan pengusahaan tanah luas menjadi prasyarat utama. Masyarakat agraris feodalistik dipandang melahirkan petani-ksatria tangguh, lebih utama dibandingkan pedagang yang merkurial. Lain dari pesisiran yang terprogram tuna sanak waton hathi sathak (tak peduli kerabat yang penting untung/laba), orang pedalaman ‘alergi’ bathen (keuntungan) dari pajak dan dagang. Sultan Agung mencermati perilaku pedagang yang umumnya dijalani sebagai profesi bupati-bupati pesisir. Para bupati yang juragan itu harus ditundukkan karena dianggapnya mereka telah terbawa arus kehidupan selfis-hedonistis.

Sultan Agung dalam kepemimpinannya sangat memprioritaskan pembangunan fisik dan untuk untuk mensejahterakan dan menyejukkan hati rakyat Pembangunan fisik meliputi pembukaan sawah-sawah baru, bendungan dan jaringan irigasi. 

5   Keteladanan Sultan Agung Hanyakrakusuma

Kerajaan Mataram Islam ini memiliki peranan yang cukup besar sejak abad ke- 16 sampai datangnya penetrasi Barat di Jawa Tengah. Keterlibatan tokoh-tokoh agama, konsep perluasan wilayah raja-raja Mataram dan berbagai intrik yang terjadi di kerajaan atau keraton adalah hal-hal yang menarik yang mewarnai Sejarah Kerajaan Mataram.

Penguasa Kerajaan Mataram Islam yang terbesar yang sangat berperan dalam mengembangkan agama Islam di pulau Jawa adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahanya tahun 1613-1645 Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota Kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered.  Sultan Agung merupakan Sultan yang  paling  terkenal  dalam  urutan  nama-nama  Sultan  yang  memerintah  Kerajaan Mataram. Di bawah pemerintahan Sultan ini, Kerajaan Mataram Islam dapat mencapai kejayaannya,’Sultan Agung juga merupakan raja yang menyadari pentingnya kesatuan di seluruh tanah Jawa.

Sultan Agung adalah raja ketiga Mataram yang memerintah dari tahun 1613-1645 M. Sultan Agung merupakan anak dari Panembahan Seda Ing Krapyak, dan cucu  dari  Panembahan  Senapati.  Di  bawah  pemerintahannya,  Sultan  Agung  telah berhasil  membawa  Mataram  ke  Puncak  kejayaan  dengan  pusat  pemerintahan  di Yogyakarta.

Sultan  Agung  berkuasa  pada  tahun  1613-1645  dimana  pada  masanya  ia berkeinginan  untuk  mempersatukan  wilayah  Nusantara.  Daerah  demi  daerah ditaklukkannya, pemerintahan Sultan Agung yang lamanya 32 tahun ini berdasarkan gerak strategisnya dapat dibagi atas dua bagian yang sama panjangnya, yakni 16 tahun bergerak kearah Timur dan 16 tahun bergerak kearah Barat. Adapun perinciannya yaitu pada tahun 1613-1625 yang lamanya 12 tahun berisi aneka usaha penaklukkan terhadap daerah-daerah  di  Jawa  Tengah  dan  Jawa  Timur yang  kemudian  diakhiri  dengan menyerahkan  kota  Surabaya  pada  1  Mei  1625.  Tahun  1626-1636,  penaklukkan dilakukan  untuk  menghancurkan  kota-kota  diarah  Barat.  Tahun  1637-1641  berisi gerakan  militer  ke  Jawa  Timur,  fase  ini  berpuncak  pada  tahun  1639  dengan menyerahkan Blambangan dan berakhir dengan ancaman dari pihak Belanda kepada Mataram. 

Setelah Malaka direbut oleh Belanda dari tangan bangsa Portugis pada tahun 1641. Dalam empat tahun terakhir yaitu 1641-1645 merupakan usaha pergerakan ke Barat  yang  berupa  pembentukan  kelompok-kelompok  kuat  di  Jawa  Barat  dengan mendirikan  koloni  pertahanan  di  Sumedang  dan  Ukur,  juga  membuka  daerah transmigrasi di daerah Krawang.Kedua,  di  bawah  pemerintahan  Sultan  Agung,  Mataram  mengalami  puncak kejayaan dengan dibuktikan atas keberhasilan Sultan Agung dalam menjalankan roda pemerintahan. Meskipun pada dasarnya cita-cita dari Sultan Agung untuk menaklukan balada dari Batavia tidak berhasil tetapi paling tidak di bawah kekuasaan Sultan Agung terjadi  perkembangan  dari  segala  aspek  yaitu,  terutama  aspek  pendidikan,  politik, ekonomi  serta  sosial  dan  kebudayaan.  Sehingga  tidaklah  heran  jika  sampai  saat sekarang inipun Sultan Agung masih terus dikenang dan mempunyai tempat tersendiri di hati  masyarakat karena kegigihan, keluwesan dalam  bergaul, sehingga  mencetak Sultan Agung menjadi sosok pemimpin yang tangguh, kuat dan teguh dalam pendirian.

Peranan Mataram untuk memajukan agama, pertanian dan perdagangan terus dikembangkan. Hal ini tebukti setiap raja-raja yang memerintah selalu memperhatikan kehidupan  dan  kemakmuran  rakyat  yang  dipimpinnya,  sehingga  setiap penaklukan daerah  lain  selalu  menamakan  dan  mengajarkan  ajaran  yang  dianutnya  untuk dikembangkan  di  daerah  yang  telah  dikuasainya.  Hal  ini  sangat  menggembirakan karena agam Islam dapat berkembang dengan baik di Pulau Jawa.

Dari awal  mula sampai akhir dari pemerintahannya di Pulau Jawa khususnya  di  kerajaan  Mataram,  Sultan  Agung  memberikan  warna  tersendiri  dan memberikan penyegaran kembali bagaimana sulitnya dalam memperebut kebebasan. Dan  hal  ini  terbukti  sampai  saat  sekarang  ini  langgar,  mesjid,  dan  tempat-tempat sekolah pesantren masih bisa dinikmati oleh setiap orang.Peranan Sultan  Agung dalam  bidang pendidikan  yaitu terdapatnya  lembaga-lembaga pendidikan yang berupa Langgar, pengajian, pondok-pondok pesantren yang menjadi  pusat  Islamisasi  yang  sangat  efektif.  Dalam  bidang  politik,  Sultan  Agung memiliki  andil  besar  dalam  usaha  mengembangkan  agama  Islam  yaitu  melalui ekspedisi-ekspedisinya,  Sultan  Agung  menaklukkan  pusat-pusat  pengajaran  Islam dipesisir Utara Jawa seperti, Pasuruan Tuban, Surabaya, Pati dan Giri. 

Bidang  ekonomi,  merupakan  bidang  yang  sangat  menentukan  dalam kelangsungan dan kejayaan suatu negara atau kerajaan. Dimana proses penyebaran Islam  yang  dilakukan  oleh  para  pedagang  menyebabkan  munculnya  asumsi-asumsi teoritis akan adanya hubungan antara pasar (pedagang) dan Masjid (Da’i).Sosial  budaya  merupakan  bidang  yang  banyak  memberikan  perkembangan peradaban sehingga menjadikan tingkat peradaban Kerajaan Mataram Islam lebih tinggi dan  maju.  Sultan  Agung  melakukan  islamisasi  dengan  budaya  dengan  jalan menciptakan budaya baru yang bernuansa Islam walaupun masih terlihat unsur-unsur budaya lokal yang dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan lama. 

Diantara budaya yang diciptakan Sultan  Agung  yang bernuansa Islam  yang paling  monumental dan masih ada sampai sekarang adalah penciptaan kalender Jawa dan tradisi Garebeg, yaitu memperingati lahirnya Nabi Muhammad atau Maulid Nabi.

6   Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Purwadi (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu.
  4. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: NarasiSuroyo,  A.M.  Djuliati,  dkk.  1995. Penelitian  Lokasi  Bekas  Kraton  Serat Kandhaning Ringgit Purwa. Koleksi KGB. No 7.
  5. Sudibya, Z.H. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Proyek Peneribitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  6. Kartodirdjo, Sartono (ed.). 1977. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
  7. G.P.H. Hadiwidjojo (1956). Paparabipun Para Nata Surakarta wiwit Mataram. Prabuwinatan, Surakarta. Jumênêng 1586 surud 1601, seda ing Kajênar
  8. Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Kanisius.
  9. Purwadi (2001). Babad Tanah Jawi: Menelusuri Jejak Konflik. Yogyakarta: Pustaka Alif.
  10. Khuluf  Latifhull,  1996,  Islamisasi  Pada  Pemerintahan  Sultan  Agung,  Yogyakarta, Pustaka Alif
  11. Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wicana.
  12. Pranata Ssp, 1977, Sultan Agung Hanyokrokusumo Jakarta,Gramedia
  13. Soebantardjo, 1961, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
  14. Subantarjo R M, 1976, Sultan Agung Hanyokrokusumo,Yogyakarta, Pustaka Alif 
  15. Sudarmanto,  1992,  Jejak-Jejak  Pahlawan:  dari  Sultan  Agung  Hingga  Hamengku Buwono IX, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
     

https://www.laduni.id/post/read/517112/biografi-sultan-agung-hanyakrakusuma-raja-mataram-islam-ke-3.html