1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga Sultan Agung Hanyakrakusuma
1.3 Nasab Sultan Agung Hanyakrakusuma
1.4 Wafat
2.1 Guru-guru Sultan Agung Hanyakrakusuma
3.1 Anak-anak Sultan Agung Hanyakrakusuma
4.1 Perjalanan Hidup Sultan Agung Hanyakrakusuma
4.2 Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma Terhadap VOC
4.3 Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Pengembangan Agama Islam
4.4 Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Bidang Hukum dan Militer
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Sultan Agung Hanyakrakusuma lahir di Kutagede, Mataram pada tahun 1593. Beliau adalah Putra dari Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati atau yang lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi. Beliau terlahir dengan nama Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang.
1.2 Riwayat Keluarga Sultan Agung Hanyakrakusuma
Sultan Agung Hanyakrakusuma menikah dengan Ratu Batang dikaruniai 2 putra,
- Arya Mataram (Sayidin)
- Mas Alit
Sedangkan dari istri-istri yang lain memiliki putra:
- Pangeran Demang Tanpa Nangkil
- Pangeran Rangga Kajiwan
- Raden Ayu Winongan
- Raden Mas Rerangin
- Raden Mas Salisir
- Raden Ayu Wegang
- Pangeran Bei Lor Pasar
- Raden Mas Kaseliran
- Pangeran Tumenggung Mataram
- Raden Ayu Wiramantri
- Pangeran Harya Kadanupayan
1.3 Nasab Sultan Agung Hanyakrakusuma
Sultan Agung Hanyakrakusuma jika diambil dari garis Kakek Buyut ( Kyai Ageng Pemanahan ) Masih keturunan Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dengan Jalur Silisilah sebagai berikut :
- Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi
- Bondan Kejawan atau Lembu Peteng
- Kyai Getas Pandawa
- Kyai Ageng Selo
- Kyai Ageng Enis
- Kyai Ageng Pemanahan
- Panembahan Senopati
- Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak
- Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma
Sultan Agung Hanyakrakusuma jika diambil dari garis Nenek Buyut ( Nyai Ageng Pemanahan atau Syarifah Sabinah) beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW. Dengan Jalur silsilah sebagai berikut:
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
- Al-Imam Al-Husain
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shadiq
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- As-Sayyid Ubaidillah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
- As-Sayyid Alwi Ammil Faqih
- As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
- As-Sayyid Husain Jamaluddin
- As-Sayyid Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy
- As-Sayyid Maulana Ishaq
- Ainul Yaqin (Sunan Giri)
- Sunan Kidul
- Pangeran Sobo
- Nyai Ageng Pemanahan atau Syarifah Sabinah
- Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya atau Danang Bagus
- Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak
- Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma
Sultan Agung Hanyakrakusuma jika diambil dari garis Ibu beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW. Dengan Jalur silsilah sebagai berikut:
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
- Al-Imam Al-Husain
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shadiq
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- As-Sayyid Ubaidillah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
- As-Sayyid Alwi Ammil Faqih
- As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
- As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar/ Syekh Jumadil Kubro
- As-Sayyid Ibrahim Asmoroqondi
- As-Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel
- Dewi Murtasimah atau Asyiqah Istri Raden Patah
- Raden Trenggono
- Ratu Mas Cempaka
- Pangeran Benawa I
- Dyah Banowati atau Ratu Mas Hadi
- Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma
1.4 Wafat
Sultan Agung Hanyakrakusuma meninggal dunia pada tahun 1645 dimakamkan di Imogiri, sebelah selatan Yogyakarta.
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Sultan Agung Hanyakrakusuma
Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Prabu Hanyakrawati atau Panembahan Seda Ing Krapyak
2.1 Guru-guru Sultan Agung Hanyakrakusuma
- Prabu Hanyakrawati
- Kyai Ageng Juru Martani
- Pangeran Mangkubumi
- Pangeran Purbaya
3 Penerus Sultan Agung Hanyakrakusuma
3.1 Anak-anak Sultan Agung Hanyakrakusuma
- Arya Mataram (Sayidin)
- Mas Alit
- Pangeran Demang Tanpa Nangkil
- Pangeran Rangga Kajiwan
- Raden Ayu Winongan
- Raden Mas Rerangin
- Raden Mas Salisir
- Raden Ayu Wegang
- Pangeran Bei Lor Pasar
- Raden Mas Kaseliran
- Pangeran Tumenggung Mataram
- Raden Ayu Wiramantri
- Pangeran Harya Kadanupayan
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Sultan Agung Hanyakrakusuma
4.1 Perjalanan Hidup Sultan Agung Hanyakrakusuma
Sultan Agung dilahirkan di daerah Mataram (Yogya sekarang) pada tahun 1592 sebagai putra sulung dari panembahan Hanyakrawati (Sutowijoyo) raja Kerajaan Mataram Islam, ibunya ialah Ratu Adi dari Pajang sebagai Garwa Padmi (istri utama) Panembahan Hanyakrawati. Nama kecilnya adalah Mas Jatmika, ketika beliau diangkat menjadi pangeran, beliau dijuluki Pangeran Rangsang yang artinya mempunyai watak yang penuh kemauan dan keinginan yang keras yang tak kunjung padam.
Sultan Agung menurut kisahnya merupakan seorang yang memiliki tubuh yang bentuknya mengagumkan, memiliki dada yang bidang, berbadan besar, kekar dengan otot yang kuat berkat latihan militer yang teratur dan keras, matanya yang bening memancarkan daya tarik yang khas, sikapnya tenang, berwibawa tinggi karena memiliki kebijaksanaan yang agung, dan beliau juga terkenal dengan orang yang memiliki magnetisme pribadi yang tinggi, hatinya lembut pada rakyat dan bawahannya tetapi pada saat yang gawat beliau mampu berubah cepat menjadi sangat keras seperti pedang baja, karena itu dalam balai penghadapan yang penuh dengan punggawa yang tinggi, parampara kerajaan panglima besar, Sultan Agung nampak seperti Singa jantan di tengah-tengah binatang lain.
Sultan Agung ketika masih muda gemar bertapa serta mengembara, tidak berbeda dengan kakeknya, Panembahan Senopati, gemar memberi sedekah, menyamar menjadi rakyat jelata, semboyannya bila kelak menjadi raja dapat melindungi rakyatnya secara adil, berwibawa, disegani oleh negara lain, dan selalu menjaga nama baik para leluhurnya.
Tapa (bertapa) adalah m e n e mpuh jalan mistisisme di mana seseorang berlatih guna mengatasi aspek-aspek lahirnya (asketisme) yang bisa dilakukan dengan; berpuasa, beribadah , berpantang melakukan hubungan seksual, meditasi, bangun sepanjang malam, berjaga di kuburan orang sakti, atau menyepi di gunung dan di goa. Tujuanya adalah penyucian guna mencapai samadi, yakni keadaan pikiran yang bisa digambarkan sebagai sebuah konsentrasi lepas di dunia, di situ orang menjadi terbuka untuk menerima tuntunan ilahiyah dan pada akhirnya penyingkapan misteri kehidupan dan pengungkapan asal tujuan.
Pengangkatan Sultan Agung sebagai Raja Mataram menggantikan Hanyakrawati sempat menimbulkan polemik kerajaan karena terlahir dari permaisuri II. Sementara permaisuri I (Ratu Tulung Ayu-Ponorogo) juga m emiliki putra (Pangeran Martapura). Dalam tradisi kerajaan pada umumnya, putra mahkota dari permaisuri utama yang seharusnya menjadi raja. Sultan Agung juga terlahir sebelum Hanyakrawati (Mas Jolang) bertatus putra mahkota. Sedangkan Martapura meski berusia 12 tahun lebih muda dari Sultan Agung, terlahir dari permaisuri utama dan setelah Hanyakrawati menjadi raja.
Penunjukan Sultan Agung sebagai raja didasarkan pada wasiat Hanyakrawati sesaat sebelum meninggal kepada Adipati Mandaraka: “… kelak setelah saya meninggal yang saya relakan menggantikan saya adalah Rangsang.. akan tetapi karena Martapura pernah saya kudang menjadi raja maka angkatlah dia sebentar. .. selanjutnya serahkan kraton kepada Rangsang.” Selain itu, ada alasan bahwa Martapura (8 tahun) ‘terkadang’ goyah ingatan. Adipati Mandaraka (Ki juru Mertani) merupakan salah satu dari tiga cikal bakal Mataram (Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, Ki ju ru Mertani). Ketiganya merupakan sahabat karib Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dan sama-sama berguru kepada Sunan Kalijaga.Sejenak setelah Martapura naik tahta, Adipati Mandaraka membisikkan pada Martapura agar menyerahkan tahta kepada Rangsang, mematuhi amanat ayahandanya.
Rangsang (20th) kemudian dinobatkan sebagai raja dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Tampil sebagai penjamin (botoh) pengangkatan Rangsang ini adalah Pangeran Purbaya. Barangsiapa elit Mataram yang tidak menyetujui penobatan Rangsang, akan berhadapan dengan Pangeran Purbaya.Pangeran Purbaya adalah putra Panembahan Senopati dengan selir (Rara Lembayung) putri Ki Ageng Giring Ill. Pangeran Purbaya merupakan saksi hidup kejayaan Sultan Agung hingga masa kepemimpinan Amangkurat I. Bersama Martalaya memimpin 10.000 pasukan Mataram untuk menundukkan Wirasaba dekat Mojoagung Jombang (1615). Purbaya gugur dalam perang melawan pemberontakan Trunajaya (1676M).
Umur dua puluh dua tahun yakni dalam tahun 1613, Sultan Agung diangkat menjadi raja di Kerajaan Mataram, beliau terkenal tangkas, cerdas dan taat menjalankan agama Islam. Sultan Agung mempunyai kepribadian yang unik. Disatu sisi, beliau adalah seseorang yang taat beragama, disisi lain beliau mengkompromikan ajaran-ajaran Islam dengan budaya Jawa yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan Animisme, Dinamisme, Hindu dan Budha.
Sifat Sultan Agung yang rasional yang didukung oleh kemauan yang keras, pengamatan yang cermat dan pengawasan yang ketat disertai ketegasan yang tidak pandang bulu, membuat beliau lebih unggul daripada raja-raja lainnya. Sultan Agung bercita-cita menjadi seorang raja dalam arti kata seorang raja diraja, seorang ”ratu Binatara” (raja yang dipuja seperti Dewa) saya seorang raja dan bukan kepala pedagang seperti raja Banten dan Surabaya kata Sultan Agung kepada utusan VOC Caspar Van Surck (1641) yang menghadapnya untuk mencari prioritas perdagangan.
Babad Tanah Djawi menggambarkan Sultan Agung yang memiliki kesaktian yang luar biasa, tidak sedikit mitos mengenai Sultan Agung beredar dikalangan rakyat. Misalnya diceritakan kesaktiannya yang luar biasa memungkinkan beliau tiap Jum’at pergi ke Makkah untuk bersembahyang di Masjid Makkah. Mitos lain yang menonjolkan kesaktiannya yang luar biasa mengenai kesaktian Sultan Agung ialah ketika Sultan Agung ingin menaklukkan negara Siam (Muangthai) maka ia memerintahkan tentaranya berhenti dan melarangnya untuk bertempur, beliau seorang dirilah yang akan menaklukkan daerah Siam. Sultan Agung menyamar sebagai orang Jawa biasa dan masuk ke daerah Siam yang pada saat itu tentara Siam berjejer siap siaga untuk menghadapi tentara Jawa. Sultan Agung kemudian meloncat di atas ujung mata tombak tentara itu dan menghitung jumlah mereka dengan berjalan di atas tombak-tombak tentara Siam. Melihat ini tentara Siam terkejut dan bertanya kepada Sultan Agung siapakah gerangan orang itu. Sultan Agung menjawab beliau adalah orang Jawa warga negara Sultan Agung, mendengar itu raja Siam berpikir dan kagum ”kalau warga negaranya sudah begitu saktinya, lebih-lebih Sultan Agung sendiri” takut akan pikirannya sendiri Raja Siam kemudian menyerah tanpa syarat.
Tiap hari senin dan kamis, diadakan hari untuk menghadap raja, Sultan Agung duduk di sitihinggil, batu datar. Diatas batu diletakkan kursi cendana berukir tempat duduk sultan. Jumlah pejabat tinggi dan panglima perang yang menghadap sekitar 600 orang duduk bersila dalam jajaran lapis tiga berkeliling. Selama menerima seban (pisowanan) Sultan Agung didampingi paremparan yang terdiri dari ulama tinggi lslam.
Sultan Agung memakai kain batik yang berwarna biru putih (Cemengan kata orang Jawa) yang berarti tanpa Soga atau warna coklat dengan sabuk yang berwarna emas dengan keris terselip di dalamnya. Pada waktu ”Siniwaka” (Senin dan Kamis) kalau beliau berhadapan dengan pembesar-pembesar untuk memperbincangkan keadaan di negara, beliau menyelipkan kerisnya di muka dan pada kesempatan lain diselipkan di belakang. Baju Sultan Agung terbuat dari bludru hitam berkembang emas mungkin sekali baju ini berbentuk ”Surjan” (baju yang sekarang masih dipakai orang laki-laki di Yogyakarta) Sultan Agung memakai sebuah kopyah putih dikepalanya yang terbuat dari kain putih, Kuluk namanya, suatu tanda pembesar Islam, kuluk semacam ini hanya dipakai dalam acara resmi
Dari cara berpakaiannya Sultan Agung sebagai pembesar kerajaan dapat dikatakan bahwa lingkungan di Mataram pada saat itu telah Islami, seperti kuluk yang merupakan tanda bahwa orang yang memakainya seorang pembesar Islam. Kehidupan dalam istana berlangsung menurut aturan tertentu, pada hari Jum’at mereka juga harus hadir untuk bersama-sama raja pergi ke Masjid pukul 09.00 pagi.
Pada Sabtu sore mereka sudah diwajibkan harus tampil di alun-alun dengan menunggang kuda untuk ikut serta dalam permainan tombak. Penampilan raja pada hari Senin dan Kamis dalam cerita lisan Jawa selalu diceritakan dengan agak terperinci, karena ada kaitannya dengan suatu upacara yang dilaksanakan dengan khidmat.
Pada tahun 1642, Sultan Agung jatuh sakit dan pada tahun 1645, Sultan Agung setelah berhasil membawa Mataram kepuncak kejayaan Sultan Agung meninggal dunia. Beliau dimakamkan di Imogiri, sebelah selatan Yogyakarta. Pemakaman Imogiri merupakan sebuah bukit yang agak tinggi, makam Sultan Agung letaknya paling atas. Dalam pendapat inilah Sultan Agung dimakamkan, tempat ini merupakan tempat yang paling kramat dan dikelilingi dengan tembok yang pintu gerbangnya selalu ditutup, tidak diperkenankan orang masuk kepemakaman tersebut, kecuali bangsawan-bangsawan tertinggi pada upacara-upacara tertentu.
4.2 Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma Terhadap VOC
Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran Kompeni Belanda di Batavia dapat membahayakan kesatuan Negara yang dalam hal ini terutama Pulau Jawa. Pihak Belanda telah melakukan apa yang telah diperingatkan oleh Sultan Agung agar tidak mereka lakukan yakni mereka telah merebut suatu bagian Pulau Jawa yang ingin diperintahnya sendiri sebagai penguasa tunggal. Padahal, sejak awal Sultan Agung telah memperingatkan kepada pihak Belanda bahwa persahabatan yang sama-sama mereka inginkan tidak akan mungkin terlaksana apabila VOC berusaha merebut tanah Jawa.
- Hal itu disebabkan karena pola pemerintahan Sultan Agung adalah Beliau tidak pernah mau berkompromi dengan Belanda atau penjajah lainnya. Prinsip Mataram yang diembannya adalah bagaimana pun Belanda tidak boleh unggul di atas Mataram. Sementara itu, di bidang kerjasama perdagangan misalnya, sejauh masih tetap menguntungkan Mataram, Sultan Agung masih memberikan kelonggaran kepada Belanda. Oleh sebab itu, Jayakarta (Batavia) diserbu Sultan Agung pada masa pemerintahannya.
- Sultan Agung sempat mengajukan beberapa tawaran kepada VOC, tetapi ditolak. Pada tahun 1621, personel VOC yang ditawan dipulangkan ke Batavia beserta pengiriman beras. VOC mengirimkan perutusan-perutusannya kepada Sultan Agung pada tahun 1622, 1623, dan tahun 1624, tetapi permintaan Sultan Agung akan bantuan angkatan laut VOC dalam rangka melawan Surabaya, Banten, maupun Banjarmasin ditolak oleh pihak VOC. Karena VOC tidak bersedia memberikan bantuan angkatan laut kepadanya, maka tidak ada satu alasan pun bagi Sultan Agung untuk membiarkan kehadiran mereka di Pulau Jawa.
- Bagi Sultan Agung, Batavia merupakan kota yang dapat merugikan kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Sultan Agung menganggap bahwa hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan mengahancurkan kota tersebut. Sudah berkali-kali beliau mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim wakil kepadanya, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh pihak VOC. Atas dasar inilah raja Mataram mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia.
- Imperialisme Belanda dengan VOC nya mempunyai dua rencana kejahatan. Pertama, dalam proses mempercepat perebutan kekuasaan ekonomi Islam. Kedua, berlomba-lomba untuk memperoleh hegemoni antar Imperialis Barat di Nusantara dan Kerajaan Katolik Portugis juga Spanyol serta Kerajaan Protestan Anglikan Inggris. Di bawah kondisi tantangan Imperialis Protestan Belanda ini.
Menjelang penyerangan terhadap Batavia, Mataram giat melatih satuan satuan angkatan perangnya. Dalam bidang persandian mengenal informasi tentang hal yang berhubungan dengan VOC, Sultan Agung memilih orang-orang yang mempunyai pengaruh, cerdas dan berpengalaman, tahu seluk beluk mengenahi VOC serta pandai bergaul. Dalam ekspedisi pertama Sultan Agung memilih Kyai Rangga seorang tumenggung dari Tegal dan masih saudara tumenggung Baureksa dari Kendal. Dalam ekspedisi kedua yang dipilih adalah seorang penyelidik yang cerdik, ulet dan pandai dalam bertutur kata tanpa banyak dicurigai Belanda, yang bernama Warga
Taktik yang direncanakan oleh Sultan Agung untuk merebut Batavia adalah:
a. Menjepit Batavia dari darat (Selatan) dan dari laut (Utara), serangan serangan yang akan dilancarkan harus dijalankan dalam waktu yang tepat dan bersama sama.
b. Angkatan laut Mataram menyamar sebagai pedagang bahan makanan dan membawa beras, ternak dan bahan bahan lainnya untuk dijual ke VOC. Bahan makanan ini sebenarnya disediakan untuk prajurit mataram selama perang di Batavia.
c. Serangan mendadak oleh angkatan laut Mataram terhadap benteng pertahanan ditepi laut (kasteel) dan oleh angkatan darat terhadap kota Batavia yang ada disebelah selatan.
d. Apabila siasat itu dapat dilaksanakan, Belanda tidak akan bisa bergerak bila terpaksa serdadu VOC lari kearah timur dan mereka akan terbenam kedalam rawa rawa yang luas. Jika lari kearah barat, mereka akan jatuh ketangan pangeran Jayakarta dan Banten yang ada disekitar daerah Tangerang, atau jatuh kepada orang orang yang tidak menyukai Belanda yang telah merebut daerahnya (Jayakarta).
Dalam bidang perdagangan Sultan Agung mengadakan siasat . Mulai tahun 1626 melarang penjualan beraske Batavia dengan maksud agar perdagangan beras VOC menjadi macet dan tidak tergantung lagi pada beras dari mataram. Ketika politik Sultan Agung tersebut akan di jalankan,secara tidak di duga, Pati melakukan pemberontakan pada tahun 1627. Untuk memadamkan pemberontakan tersebut, Mataram harus mengorbankan sebagian prajuritnya yang semula telah di persiapkan untuk menyerang Batavia. Prajurit Pati yang akan disertakan dalam penyerangan ke Batavia, sekarang bercerai berai akibat pertempuran melawan prajurit Mataram Pertempuran tersebut membawa pengaruh terhadap persediaan bahan pangan. Pati yang kaya akan beras kini telah hancur, sehingga mengurangi persediaan bahan makanan bagi perajurit Mataram yang akan menyerang ke Batavia.
Dibidang kekuatan, pasukan juga membawa kerugian yang besar bagi kepentingan Mataram,karena pertempuran tersebut banyak membawa korban, sehingga secara tidak langsung telah merugikan kekuatan meliter Mataram.
Pelaksanaan penyerangan terhadap VOC di Batavia oleh Sultan Agung meliputi beberapa tahapan yaitu :
1. Perencanaan
Sultan Agung sebagai penguasa Mataram telah melakukan berbagai persiapan untuk mengadakan penyerangan, baik dengan cara diplomatik maupun dengan cara penyiapan pasukan meliter. Itu semua adalah usaha untuk mematangkan rencana menyerang Batavia yang dianggap mengganggu terselenggaranya kekuatan tunggal di seluruh Jawa. Pada tahun 1628 mulai menyerang terhadap Batavia. Tindakan pertama adalah menutup hampir seluruh pantai utara Jawa bagi pedagang-pedagang asing dan semua beras tidak boleh di jual kepada Belanda. Tiindakan-tindakan tersebut dikerjakan dengan rapi, bahkan semua orang asing yang datang ke Mataram ditahan dan kantor pedagangan Inggris yang masih ada di Jepara ditutup untuk sementara waktu.
Dengan adanya larangan-larangan itu menimbulkan kecurigaan bagi VOC,bahwa apa yang mereka takutkan selama ini akan segera menjadi kenyataan.Ketakutan itu adalah serangan Mataram terhadap Batavia.Oleh sebab itu VOC mempersiapkan diri dan meningkatkan kewaspadaan.Namun mereka masih meragukan bahwa Sultan Agung dapat menggerakkan pasukannya secara besar-besaran,mengingat jarak sedemikian jauh dan begitu banyak tantangan alam yang akan dilalui.Akan tetapi ternyata keadaan menjadi sebaliknya.
Hal ini terlihat didalam surat Jacques Spex, Gubernur Hindia Belanda pengganti Jan Pieter Zoen Coen pada tahun 1629 kepada dewan penggurus VOC tertanggal 15 Desember 1629 sebagai berikut:
”Sekarang kita menyaksikan sendiri suatu peristiwa yang sebelumnya oleh kita dan orang-orang lain dianggap tidak mungkin, ialah gerakan tentara Mataram secara besar-besaran dengan membawa persenjataan berat dari daerah-daerah pedalaman yang jauh sekali melalui rawa-rawa yang luas dan daerah-kosong, ganas, dan berhutan-hutan menuju daerah yang Batavia………… Kebanyakan dari kita yang telah melihat jalan-jalan, rawa-rawa, sungai-sungai disekitar sungai Krawang, berpendapat bahwa tidak akan mungkin dapat membawa meriam melalui daerah ini,tetapi apa yang sekarang terjadi membuktikan justru yang sebaliknya”.
Penyerangan Sultan Agung ke Batavia ternyata menjadi kenyataan. Pada tanggal 13 April 1628 datanglah orang-orang Mataram di Batavia di bawah pimpinan Kyai Rangga. Rombongan yang menyatakan utusan dari tumenggung Tegal itu membawa serta 14 perahu yang bermuatan beras.Utusan tersebut menghadap VOC dan memohon agar VOC mau membantu untuk melawan Banten dan sebagai tindakan pendahuluan hendaknya mereka mengirim utusan itu,selain untuk menyelidiki keadaan terakhir kota Batavia,juga untuk mengalihkan perhatian VOC agar maksud Mataram untuk menyerang Batavia tidak diketahui atau setidak-tidaknya perhatian VOC tidak sepenuhnya terpusat pada Mataram.
2. Serangan tahap pertama(1628)
Pasukan Mataram sebelum diberangkatkan ke Batavia berkumpul di suatu tempat,yakni di sebelah timur Cirebon.Ketika pasukan Mataram yang berasal dari ibu kota Mataram dibawah pimpinan Kyai Adipati Mandureja tiba di tempat yang telah ditentukan, ternyata pasukan-pasukan yang datang dari daerah pesisir telah berada di tempat itu.Kemudian semua pasukan diberangkatkan ke Batavia dengan menggunakan kapal layar dan dalam perjalanan mereka singgah di Cirebon.
Pada tanggal 22 Agustus 1628 dimulai dengan mengirim 59 sebagai kapal biasa agar kapal-kapal itu dapat mendekati pelabuhan.Kapal tersebut memuat 153 ekor lembu,120 last beras(1 last =30 liter),10.600 ikat padi,26.000 kelapa,5.900 batang gula dan lain sebagainya.Kapal-kapal tersebut dilengkapi tidak kurang dari 900 awak kapal. Melihat situasi demikian, pihak VOC curiga karena banyaknya kapal yang datang,oleh sebab itu kapal-kapal tersebut tidak diperkenankan masuk ke pelabuhan, yakni memasuki sungai Ciliwung dan menahan mereka ditepi laut. Peristiwa ini diluar dugaan prajurit Mataram, karena menurut perintah dari penguasa di Mataram mereka harus menguasai di Ciliwung dan melabuh di tepi sungai Ciliwung antara benteng dan kota Batavia. Di daerah ini para perajurit Mataram mengadakan serangan mendadak, agar Kaatewel dan kota menjadih terpisah. Kasteel merupakan sasaran yang utama bagi pasukan yang bergerak dari arah utara.
Setelah utusan Mataram dapat meyakinkan Belanda bahwa mereka itu adalah perdagang biasa dan bukan merupakan prajurit, akhirnya mereka di izinkan masuk muara Ciliwung, tetapi yang diperbolehkan masuk hanya 20 kapal, sedang kapal yang lain disuruh menunggu di tepi laut. Hal ini merupakan hambatan yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya.
Pada tanggal 24 Agustus 1628 datang armada kedua dengan tujuh buah kapal yang pura-pura akan pergi ke Malaka untuk mengangkut beras dan garam. Kepada VOC mereka menyatakan bahwa mereka hanya untuk meminta izin perjalanan (pas). Pihak VOC tidak memberikan izin masuk bahkan mencurigai kapal-kapal tersebut, patroli VOC semakin diperkuat, jalan-jalan dan sungai-sungai di tutup.
Pada tengah malam tanggal 24/25 Agustus 1628 Batavia diserang tanpa menunggu saat datangnya tentara dari darat atau dari selatan yang dipimpin oleh tumenggung Baureksa. Mereka tidak menyadari bahwa tujuh kapal yang membawa senjata tersebut belum sempat membagi-bagikan senjatanya karena selalu dihalang-halangi oleh VOC. Kemudian pasukan Mataram menyerang VOC yang sedang berjaga diantara benteng. Dengan berani orang-orang Mataram masuk kedalam benteng dengan jalan memanjat tembok-tembok benteng yang sedang dibangun. Walaupun bersenjata apa adanya seperti keris dan pedang orang-orang Mataram mengadakan penyerangan dan mengamuk dengan penuh keberanian. Karena persenjataan yang kurang memadai, pasukan Mataram yang jumlahnya 750 orang dapat dikalahkan .
Pendaratan pasukan Mataram yang ketiga terjadi pada tanggal 25 Agustus 1628 dengan menggunakan 27 kapal perang. Kapal-kapal ini berpangkalan di muara sungai Marunda yang letaknya di sebelah timur melaporkan kedatangannya pada pemimpin pasukan Mataram yang telah ada di kota Batavia. Kedatangan pasukan Mataram yang ketiga ini membuat VOC lebih waspada dimana mereka menambah kewaspadaan nya dan menyiapkan perlengkapan perangnya. Pasukan Mataram yang menempuh jalan darat gelombang pertama datang pada 26 Agustus 1628 dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa, demgam kekuatan 10.000 orang. Kedatangan pasuakan ini terlambat dua hari untuk mengadakan pendobrakan serentak terhadap benteng- benteng di Batavia. Mereka hanya bertemu satuan angkatan laut yang gagal merebut benteng-benteng VOC.
Serangan pertama yang dilakukan oleh pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa terjadi pada tanggal 27 agustus 1628 malam hari dengan sasaran benteng Hollandia. Serangan ini disambut oleh VOC dengan tembakan-tembakan artileri. Namun pasukan Mataram berhasil menguasai pintu gerbang kota setelah membinasakan penjaga-penjaganya. Serangan dilancarkan semalam suntuk, mengakibatkan VOC hampir kehabisan peluru dan banyak landasan meriam yang rusak. Untuk menghindari tembakan-tembakan artileri Belanda, pasukan Mataram membuat kubu-kubu pertahanan dari pohon kelapa dilengkapi dengan parit-parit perlindungan. Akibat serangan yang dilakukan pasukan Mataram banyak orang Belanda yang panik dan lari ketakutan, terutama wanita dan anak-anak mereka mengungsi dan lari ke dalam benteng.
Sementara itu, pasukan VOC yang sudah terdesak tertolong dengan datangnya bantuan dari kapal perang yang melakukan patroli di perairan Banten dengan kekuatan 200 orang serdadu bersenjata lengkap. Pada waktu itu pasukan Baureksa melakukan serangan terhadap Belanda, dibantu oleh pasukan-pasukan front selatan dan prajurit-prajurit Sumendang dibawah pimpinan Adipati ukur. Dalam menghadapi serangan pasukan Adipati Ukur, pasukan VOC mengundurkan diri sambil melakukan bimi hangus dengan maksud untuk mengumpulkan kekuatan dan memusatkan pertahanannya di benteng yang ada di sebelah utara. Kemudian Tumenggung dan Adipati Ukur mengadakan konsolidasi untuk mengatur dan merencanakan serangan selanjutnya.
Pada tanggal 3 September 1628 para prajurit dikerahkan untuk membuat tanggul perlindungan, dilengkapi dua buah meriam yang menghadap ke benteng Hollandia. Serangan- serangan pasukan Mataram terus dilancarkan, mengakibatkan rusaknya benteng Hollandia, meskipun tidak begitu parah.Serangan berikutnya dilakukan pada malam hari pada tanggal diserang secara mendadak. Demikian juga pada siang hari,para perajurit Mataram menyerang patroli-patroli VOC. VOC merasa terdesak oleh serangan-serangan yang dilakukan oleh pasukan Mataram. Untuk mengatasi hal tersebut, VOC menyediakan hadiah 100 rela bagi siapa saja yang dapat menangkap Prajurit Mataram.
Pertempuran selanjutnya terjadi pada tanggal 10 September 1628 di Front utara sekitar sungai Marunda antara satuan angkatan laut Mataram dan angkatan laut VOC. Pasukan VOC melarikan diri ke dalam kota, setelah mengalami tekanan-tekanan berat. Dua hari kemudian tepatnya pada tanggal 12 September 1628 VOC secara mendadak mengadakan serangan terhadap pasukan Mataram. Mereka berhasil menghancurkan garis depan pasukan Mataram karena mendapat bantuan tembakan dari dalam benteng, dan parit-parit perlindungan pasukan Mataram dibakar. Sementara itu, bahan-bahan persediaan logistik Mataram sudah menipis. Untuk mengatasi kekurangan itu, bahan makanan kemudian di datangkan dari Banten dan Sumedang.
Pada tanggal 22 September 1628 meletuslah serangan umum yang telah direncanakan oleh Tumenggung Baureksa utamanya adalah benteng-benteng VOC, benteng Bommel dan Vriesland yang terletak disebelah selatan benteng induk. Akibat serangan itu benteng Hollandia rusak berat dan hampir jatuh ke tangan prajurit Mataram. Akan tetapi bantuan VOC yang datang dari benteng utara tepat pada waktunya. Mereka berhasil menyelamatkan benteng tersebut. Prajurit Mataram kemudian mundur dan kembali ke garis pertahanan semula. Meskipun dengan kondisi fisik yang sudah lemah akibat pertempuran yang terus menerus, namun semangat tempur dari prajurit Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa tidaklah goyah.
Pasukan Mataram tetap bertahan di depan benteng dalam garis pertahanan yang mereka buat dari tanah dan diperkuat dengan batang-batang pohon kelapa dan pinang. Hampir sebulan lamanya mereka hidup di tengah rawa-rawa yang penuh dengan gangguan nyamuk dan binatang melata. Sementara itu Tumenggung Baureksa berada di garis pertahanan yang kedua untuk dapat mengamati dan mengawasi jalannya bahkan sampai meninggal dunia, sehingga kekuatan prajurit Mataram menjadi berkurang .
Pada tanggal 21 Oktober 1628 serangan balasan dari pihak VOC dilancarkan dengan kekuatan pasukan 2.866 orang. Akibat serangan ini menimbulkan banyak kerugian di pihak pasukan Mataram. Kerugian terbesar adalah gugurnya Tumenggung Baureksa beserta anak-anaknya dan juga beberapa korban lainnya. Dengan gugurnya panglima pasukan Mataram, mengakibatkan moril para prajurit Mataram menjadi lemah, sedangkan prajurit-prajurit Sumedang dan Ukur, akibat tekanan-tekanan yang dilakukan VOC, melarikan diri ke gunung Lumbung di daerah Banten.
Selain itu VOC juga mengirimkan angkatan lautnya ke Marunda untuk menghancurkan angkatan laut Mataram yang telah mundur ke tempat itu dengan membawa sisa pembekalan yang masih ada. Dengan dihancurkannya angkatan laut Mataram, hilang pula persedian makan yang ada bersama hancurnya kapal-kapal yang digunakan untuk mengangkut beras.
Pada tanggal 22 oktober 1628 datang lah pasukan Mataram yang mengunakan jalan darat gelombang kedua, dengan maksud untuk membantu pasukan Mataram yang ada di Batavia dibawah pimpinan Sura Agul, Kyai Adipati Mandureja dan Kyai Adipati Upasanta. Begitu sampai di Batavia mereka langsung menghadap pasukan VOC yang akan menyerang dan menghancurkan pertahanan pasukan Mataram diluar kota dengan kekuatan yang tinggal 1.000 orang. Karena tidak mengira ada kekuatan Mataram yang baru saja tiba,rencana penyerangan VOC menjadi berantakan dan kembali ke kota. Pasukan Sura Agul mengejar sampai di gerbang pintu kota. Kemudian mundur kembali ke pertahanan Mataram yang berada di sebelah selatan sungai.
Dalam usaha selanjutnya untuk menghancurkan VOC, pasukan Mataram membendung sungai Ciliwung. Jalan ini di tempuh berdasarkan pengalaman pada tahun 1625 pada waktu itu pasukan Mataram mengepung dan mengalahkan Surabaya dengan jalan mengepung sungai mas , namun usaha tersebut gagal karena musim hujan sudah tiba
Pada tanggal 15 November 1928, Kyai Adipati Mandureja dan Kyai Upasanta diperintahkan oleh Sura Agul untuk melancarkan serangan terhadap benteng Hollandia dan merebutnya. Kepada kedua orang senopati itu diberikan 400 orang prajurit terpilih. Mereka harus menyerbu dan mengamuk di benteng Hollandia sampai ketitik darah penghabisan seperti yang pernah di jalankan oleh 400 ORANG prajurit Madura didalam barisan Mataram dulu.
3. Serangan tahap kedua ( 1629 )
Dalam serangan ke Batavia tahap pertama pasukan mataram mengalami kegagalan. Namun hal itu tidaklah mematahkan semangat maupun kehendak Sultan Agung untuk merebut Batavia dan mengusir Belanda. Kegagalan penyerangan ke Batavia terdahulu karena kurangnya persediaan bahan pangan bagi pasukannya dan kalah dalam persenjataan juga disebabkan oleh serangan pasukan Mataram yang tidak bersamaan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dalam serangan kedua Sultan Agung harus menyediakan bahan pangan sebagai persediaan logistik dalam jumlah yang mencukupi. Oleh karena itu dibuatlah lubang-lubang persediaan bahan makan di tegal dan di Gabang Cirebon
Untuk memperkuat persenjataan akan dibawa meriam-meriam dari Mataram, sedang untuk mengelabui dan manyakini kekuatan dan posisi musuh, Sultan Agung mengutus orang yang bernama Warga dan beserta pengikut- pengikutnya. Tugasnya sebagai mata-mata dengan alasan ke Batavia untuk meminta kebebasan berdagang dan memintakan ampun terhadap Belanda karena terjadi serangan pada tahun sebelumnya. Namun rombongan yang di pimpin Wargaitu mengudang kecurigaan VOC. Setibanya di Batavia, mereka ditangkap. Dengan ditangkapnya Warga, pihak VOC dapat memperoleh data mengenai rencana Sultan Agung untuk menyerang Batavia yang kedua, termasuk tempat penyimpanan bahan pangan di tegal dan cerebon.
Bocornya rencana Mataram menyerang Batavia, karena salah satu anak buah Warga ada yang berkhianat, memberikan informasi mengenai keadaan dan rencana Mataram. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, VOC memerintahkan pasukannya untuk merusak dan membakar lumbung persediaan bahan pangan tersebut.
Pada tanggal 4 Juli 1629 pasukan VOC berhasil memusnahkan persediaan bahan pangan di Tegal dan beberapa minggu kemudian di Cerebon Keberangkatan pasukan Mataram ke Batavia gelombang pertama terjadi pada akhir bulan Mei 1629 dan gelombang kedua pada tannggal 20 Juni 1629 dengan membawa pasukan berkuda, gajah-gajah dengan bendera-bendera payung-payung kebesaran untuk pannglima-panglima yang terdiri atas bangsawan tinggi keluarga raja seperti Pangeran Puger. Mengenai jumlah pasukan yang diberangkatkan ke Batavia dalam beberapa sumber ditulis agak berbeda, tetapi dapat di tafsirkan bahwa tidak lebih dari 25.000 orang. dan senjata-senjata berat yang dibawa telah diberangkatkan lebih dahulu kira-kira pada bulan sebelumnya (Mei 1629 ).
Pada tanggal 13 Agustus 1629 hampir seluruh pasukan Mataram sudah tiba di daerah Batavia. Mereka membuat pertahannya di sebelah selatan dan sebelah barat sungai Ciliwung serta di sebelah timur kota. Pertahan yang ada di sebelah Barat di pimpin oleh pangeran Purbaya sedang Patih Singaranu di perbantukan pada Pangeran Juminah. Serangan pasukan Mataram sebenarnya sudah di mulai sejak tanggal 22 Agustus 1629 dan sasarannya diarahkan pada benteng-benteng Paarel, Hollandia, Robijn, Savier dan Diamant. Benteng tersebut dikepung rapat -rapat secara bersaf oleh pasukan Mataram. Pihak VOC sudah tahu sakan adanya serangan dari pihak Mataram dan mereka mengadakan persiapan-persiapan pertahanan kota. Benteng-benteng di pasangi dengan meriam-meriam berkaliber besar , juga pintu-pintu untuk menyelamatkan diri dibangun dan diperbaiki serta kesiapan pasukan Mataram secara mendadak.
Pada tanggal 8 September 1629, Mataram membuat parit-parit yang dilindungi dengan tanggul-tanggul. Pembuatan parit-parit tersebut sampai mendekati benteng Hollandia. Pada tanggal 12 September 1629 pasukan Mataram menyerang Brabant dengan cara memanjat tembok-tembok benteng dengan mengunakan tangga-tangga. Akan tetapi pasukan Mataram dapat di paksa mundur oleh pasukan VOC, meskipun sebenarnya hampir berhasil memasuki pertahanan VOC.
Pada tanggal 14 dan 15 September 1629, datang prajurit Mataram yang membawa senjata berat dan ditempatkan pada pertahanan sebelah timur, selatan dan barat. Tempat-tempat pemasangan meriam tersebut dibuat sedekat-dekatnya bangunan pertahanan paling luar pihak Belanda . Dengan datangnya meriam tersenbut semangat prajurit Mataram menjadi berkobar kembali, meskipun dalam keadaan fisik yang sudah memprihatinkan karena para prajurit banyak yang kekurangan makan. Dengan perbekalan yang semakin menipis, bencana kelaparan bagi para prajurit Mataram nyaris menjadi kenyataan, di tambah musim penghujan yang melanda Batavia. Maka diputuskan untuk mengadakan serangan yang terakhir dengan mengerahkan segala tenaga yang masih tersisa. Serangan ini dilakukan pada tanggal 29 September 1629 dengan pusat sasaran serangan adalah benteng Uytrecht dibagian timur Batavia. Karena keadaan fisik dan semangat juang yang sudah merosot, serangan prajurit Mataram tidak membawa hasil.
Hal ini dapat dibuktikan dari serangan VOC tanggal 1 Oktober 1629, prajurit Mataram di pukul mundur dan sudah tidak dapat melawan lagi.Melihat kondisi pasukan yang sudah lemah dan tidak mungkin lagi untuk mangadakan serangan balasan, maka pada tanggal 7 Oktober 1629 Sultan Agung memutuskan untuk menarik mundur pasukan dan kembali ke Mataram.
Pada dasarnya pasukan Mataram berhasil merebut Benteng Hollandia tetapi pasukan Sultan Agung tidak berhasil mempertahankan benteng itu karena bahaya kelaparan yang melanda. Meskipun cita-cita Sultan Agung untuk mengusir VOC dari Batavia tidak tercapai walaupun dengan cara mengerahkan semua pasukannya, minimal teked dan semangat untuk mengusir VOC telah dibuktikannya melalui usaha penyerangan-penyerangan ke Batavia. Bahkan sampai wafatnyapun pada tahun 1645 Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC meskipun ada tawaran itu.
4.3 Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Pengembangan Agama Islam
Dari masa keemasan, Sultan Agung terus mengasah kemampuan yang ada dan terus membekali diri dengan pendidikan agama. Sehingga tidak heran jika kerajaan Mataram Islam terlihat lebih kental ke Islamannya, karena di pimpin oleh seorang pemimpin yang tegas, berwibawa dan kuat ilmu agamanya.
Dari awal mula sampai akhir dari pemerintahannya di Pulau Jawa khususnya di kerajaan Mataram, Sultan Agung memberikan warna tersendiri dan memberikan penyegaran kembali bagaimana sulitnya dalam memperebut kebebasan. Dan hal ini terbukti sampai saat sekarang ini langgar, mesjid, dan tempat-tempat sekolah pesantren masih bisa dinikmati oleh setiap orang. Peranan Sultan Agung dalam bidang pendidikan yaitu terdapatnya lembaga-lembaga pendidikan yang berupa Langgar, pengajian, pondok-pondok pesantren yang menjadi pusat Islamisasi yang sangat efektif. Dalam bidang politik, Sultan Agung memiliki andil besar dalam usaha mengembangkan agama Islam yaitu melalui ekspedisi-ekspedisinya, Sultan Agung menaklukkan pusat-pusat pengajaran Islam dipesisir Utara Jawa seperti, Pasuruan Tuban, Surabaya, Pati dan Giri.
Bidang ekonomi, merupakan bidang yang sangat menentukan dalam kelangsungan dan kejayaan suatu negara atau kerajaan. Dimana proses penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang menyebabkan munculnya asumsi-asumsi teoritis akan adanya hubungan antara pasar (pedagang) dan Masjid (Da’i).
Sosial budaya merupakan bidang yang banyak memberikan perkembangan peradaban sehingga menjadikan tingkat peradaban Kerajaan Mataram Islam lebih tinngi dan maju. Sultan Agung melakukan islamisasi dengan budaya dengan jalan menciptakan budaya baru yang bernuansa Islam walaupun masih terlihat unsur-unsur budaya lokal yang dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan lama. Diantara budaya yang diciptakan Sultan Agung yang bernuansa Islam yang paling monumental dan masih ada sampai sekarang adalah penciptaan kalender Jawa dan tradisi Garebeg, yaitu memperingati lahirnya Nabi Muhammad atau Maulid Nabi.
Untuk mengurangi sengketa antar paham, syiar kejawen yang merupakan perpaduan kebudayaan asli , Hindu, Budha, dan lslam digalakkan. Untuk meningkatkan kebudayaan bangsa telah diterbitkan Kitab Serat Sastra Gending (filsafat Jawa tentang budi pekerti luhur), kitab Serat Niti Praja (tentang moralitas dan kewajiban penguasa, etika hubungan bawahan-atasan, rakyat- pemerintah), serta Serat Kekiyasaning Pangracutan (pedoman perilaku yang baik untuk menghadapi kematian) (1641). Demikian pula pendadaran Bedhaya ketawang, sebuah tarian seremonial dan disakralkan yang dipentaskan saat raja baru bertahta atau pada ulang tahun penobatannya.
Dalam memajukan Islam, Sultan Agung selalu shalat Jumat bersama rakyat di Masjid Agung. Raja juga melahirkan karya besar, kalender Jawa yang merubah sistem Syamsiyah (tarikh edar matahari, dipakai dalam kalender saka dan kalender Masehi) ke qomariyah (tarikh edar bulan, dipakai dalam kalender Hijriah). Pergantian kalender saka (paduan jawa-asli dan Hindu) menjadi kalender jawa (paduan Hindu-Jawa dan Islam) terjadi mulai 1 Sura tahun Alip 1555, tepat tanggal 1Muharam 1043 Hijriah, hari jum’at legi atau 8 Juli 1633 Masehi. Dengan perubahan ini maka hari raya Islam (Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha) yang dirayakan setiap tahun di kraton Mataram (disebut Grebeg Maulud, Grebeg Pasa, Grebeg Besar) dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal sesuai dengan ketentuan dalam kalender Hijriah.
Ada beberapa perbedaan antara Kalender jawa dan Kalender Hijriah, yaitu:
- Kalender jawa mengenal tahun wastu (tahun pendek, bulan berumur 29 hari) dan tahun wuntu (tahun panjang, bulan berumur 30 hari).
- Dalam satu windu (siklus 8 tahunan) ada tiga tahun panjang (Ehe, He, Jimangkir), berumur masing-masing 355 hari, selebihnya lima tahun pendek (Alip, Jimawal Dal, Be, Wawu), berumur masing-masing 354 hari.
- Kalender Jawa disebut Kalender Kurup (dari bahasa Arab ‘huruf’) karena nama-nama tahunnya berawalan huruf Arab (Alip, Ehe, Jimawal je, Be, Wawu, Jimakir)
- Pada permulaan kalender Jawa, 1 Sura, tahun alip 1555 jatuh pada hari Jum’at legi, disebut kurup jamngiyah, kurup itu berubah setelah 120 tahun. Tanggal 1 Sura tahun alip 1675 jatuh pada hari Kamis Kliwon, disebut Kurup Kamsiyah, umurnya 72 tahun. Tanggal 1 Sura ta.bun Alip 1747 jatuh pada hari Selas a Pon, disebut Kurup Sa/a sangiyah.
- Kalender jawa mempunya i tiga ta.bun panjang dalam satu windu, sedangkan kalender Hijriah mempunya sebelas tahun panjang dalam siklus tigapuluh tahunan.
- Penamaan bulan dalam kalender Jawa juga berbeda, yaitu; Muharam-Sura, Safar-Sapar, Rabi’ul awal-Maulud, Rabi’ulakhir- Bakda Maulud, Jumadilawal-jumadilawal, jumadil Akhir- Jumadilakir, Rajab-Rejeb, Sya’ban-Ruwah, Ramadhan-Pasa, Syawal-Sawal, Dzulqa’dah-Dulkaidah, Dz ilhijah-Besar.
Sementara dari kalender Saka yang tetap dilestarikan adalah hari-hari pasara n (pahing, pon, wage, kliwon, legi ) , Pranatawangsa (kasa, karo, katelu, kapat, kalima, kanem, kapitu, kawolu, kasanga, kasapuluh, dhesta, sadha) dan pawukon (sinta, landep, wukir, kuranti, tolu, gumbreg, wari galit, warigagung, julungwangi, sungsang, galungan, kuningan, lankir, mandhasiya, julungpujut, pahat, kuruwelut, marakeh, tambir, madhangkungan, maktal, wuye, manail, prangbakat, bala, wugu, wayang, kulawu, dhukut, watugunung) dan lain-lainnya seperti (paringkelan , padewan , padangon).
Tujuan Sultan Agung melakukan reformasi tidak hanya sebatas perluasan-pendalaman syiar Islam, melainkan juga membangun perekat persatuan-kesatuan kubu sarat konfli k (abangan vs mutihan) melalui pembauran otoritas politik dan agama sinergik di tangan raja. Penyelamatan agama oleh raja dari pembusukan dan pemblusukan oleh para pengambil kesempatan dalam kesempitan, wajib hukumnya kala itu. Raja tidak lagi perlu mohon ‘restu’ Sunan Giri sebelum dinobatkan. Berakhirlah theokrasi (paus van java) di kerajaan Jawa.
Setelah menguasai ujung timur (Blamba ngan) 1641, Sultan Agun g melakukan langkah simbolis penting, yaitu memiliki gelar Sultan dengan nama Arab dari Mekkah. Ketika itu penguasa Banten, Pangeran Ratu (1596-1640) adalah raja Jawa pertama pemakai gelar Arab dari Mekkah, Sultan Abulmafakir Mahmud Abdulkadir (1638). Karena enggan ketinggalan, Sultan Agung mengirim Patih Dirantaka (1637-1 641) ke Mekkah untuk minta gelar Sultan dengan nama Arab bagi dirinya, namun gagal Tak diketahui bagaimana utusan Mataram akhirnya bisa sampai ke Mekkah sehingga Sultan Agung mendapat gelar Sultan Muhammad Maulana Matarani (1641).
Atas kewibawaan, kesatuan, kecerdasan memiliki wawasan yang luas dan di sertai dengan pendirian yang kuat, Sultan Agung mulai dari masa pemerintahannya pada kerajaan Mataram, sampai ia wafat memiliki integritas yang tinggi ,dan mendapat tempat tersendiri di hati rakyatnya, dan sekaligus merupakan panutan bagi generasi penerusnya.
Dengan bukunya Sastra Gending dan Serat Niti Praja, Sultan Agung bermaksud menegakkan ideologi negara dan untuk itu membuat dirinya sendiri menjadi suri tauladan bagi seluruh rakyat Mataram yang dipimpinnya, baik dalam kedudukannya sebagai kepala negara maupun sebagai pemimpin agama.
4.4 Peranan Sultan Agung Hanyakrakusuma Dalam Bidang Hukum dan Militer
Negara memerlukan hukum yang menjadi tulang punggung pemerintahan, karena itu Sultan Agung melakukan pembaharuan dalam bidang hukum dan undang-undang, bahkan juga membina mahkamah pengadilan. Sebuah buku undang-undang telah ditu lisnya sendiri dengan judul Surya Alam artinya Matahari Dunia, dan dalam buku ini disusun undang-undang pidana dan perdata bagi kerajaan Mataram. Dengan menggunakan hukum Nusantara, yang telah berlaku sejak jaman Majapahit tetapi sudah disesuaikan dengan hukum Islam, misalnya mengenai hukum perkawinan dan hukum warisan di samping itu hukum adat juga dihormati Sultan Agung.
Mahkamah Pengadilan juga diperbaharui, dengan didudukkannya pada setiap sidang pengadilan ulama-ulama senior Islam yang dipilih sebagai anggota hakim. Dengan demikian Sultan Agung mengharapkan bahwa alat kelengkapan negara hukum yang berdaulat makin disempurnakan.
Menyadari bahwa tugas keprajuritan sebagai negara sangat penting, meneruskan tradisi zaman silam sejak Majapahit, semua penduduk dikenakan wajib militer bagi mereka yang memenuhi syarat Di sudut-sudut kota Kerta (Mataram) ada gong yang bila dipukul dengan irama tertentu, maka dalam tempo hanya enam jam alun-alun kota Kerta akan dipenuhi oleh 200 .000 pasukan lengkap dengan senjata siap tempur.
Setiap desa (di kawasan Mataram) sedikitnya harus memiliki seratus prajurit dan kepala desa harus merangkap menjadi komandan seksi (Penatus; pemimpin dari 100 prajurit). Tiap kecamatan harus memiliki seribu prajurit tanggung dan kepala camat merangkap sebagai komandan (Penewu) . Pasukan khusus yang bertugas mengawal keamanan kraton disebut wiraraja (pengawal raja) dalam pasukan ini terdapat pasukan singasari (pengawal khusus kaputren). Prajurit keamanan yang sesungguhnya adalah Wirasinga, pasukan tempur yang bertugas melawan musuh yang menyerbu atau menyerang musuh di luar negara. Pasukan wirasinga dibantu oleh pasukan-pasukan cadangan yang disebut wiratani, yakni pasukan dari kalangan penduduk desa yang dipimpin penatus atau penewu. Pasukan wiratani sehari-harinya bekerja sebagai petani, tetapi pada saat-saat genting harus dapat dikerahkan memanggul senjata sebagai prajurit perang. Pendek kata, pada masa Sultan Agung, tiap kepala pemerintahan, baik pusat maupun daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa), wajib memiliki kualitas (kemampuan) sebagai panglima perang.
Masyarakat agraris feodalistik dipandang melahirkan petani-ksatria tangguh, lebih utama dibandingkan pedagang yang merkurial. Sultan Agung menempatkan agronomi sebagai fondasi kesejahteraan-ketahanan, karenanya penguasaan dan pengusahaan tanah luas menjadi prasyarat utama. Masyarakat agraris feodalistik dipandang melahirkan petani-ksatria tangguh, lebih utama dibandingkan pedagang yang merkurial. Lain dari pesisiran yang terprogram tuna sanak waton hathi sathak (tak peduli kerabat yang penting untung/laba), orang pedalaman ‘alergi’ bathen (keuntungan) dari pajak dan dagang. Sultan Agung mencermati perilaku pedagang yang umumnya dijalani sebagai profesi bupati-bupati pesisir. Para bupati yang juragan itu harus ditundukkan karena dianggapnya mereka telah terbawa arus kehidupan selfis-hedonistis.
Sultan Agung dalam kepemimpinannya sangat memprioritaskan pembangunan fisik dan untuk untuk mensejahterakan dan menyejukkan hati rakyat Pembangunan fisik meliputi pembukaan sawah-sawah baru, bendungan dan jaringan irigasi.
5 Keteladanan Sultan Agung Hanyakrakusuma
Kerajaan Mataram Islam ini memiliki peranan yang cukup besar sejak abad ke- 16 sampai datangnya penetrasi Barat di Jawa Tengah. Keterlibatan tokoh-tokoh agama, konsep perluasan wilayah raja-raja Mataram dan berbagai intrik yang terjadi di kerajaan atau keraton adalah hal-hal yang menarik yang mewarnai Sejarah Kerajaan Mataram.
Penguasa Kerajaan Mataram Islam yang terbesar yang sangat berperan dalam mengembangkan agama Islam di pulau Jawa adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahanya tahun 1613-1645 Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota Kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung merupakan Sultan yang paling terkenal dalam urutan nama-nama Sultan yang memerintah Kerajaan Mataram. Di bawah pemerintahan Sultan ini, Kerajaan Mataram Islam dapat mencapai kejayaannya,’Sultan Agung juga merupakan raja yang menyadari pentingnya kesatuan di seluruh tanah Jawa.
Sultan Agung adalah raja ketiga Mataram yang memerintah dari tahun 1613-1645 M. Sultan Agung merupakan anak dari Panembahan Seda Ing Krapyak, dan cucu dari Panembahan Senapati. Di bawah pemerintahannya, Sultan Agung telah berhasil membawa Mataram ke Puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Sultan Agung berkuasa pada tahun 1613-1645 dimana pada masanya ia berkeinginan untuk mempersatukan wilayah Nusantara. Daerah demi daerah ditaklukkannya, pemerintahan Sultan Agung yang lamanya 32 tahun ini berdasarkan gerak strategisnya dapat dibagi atas dua bagian yang sama panjangnya, yakni 16 tahun bergerak kearah Timur dan 16 tahun bergerak kearah Barat. Adapun perinciannya yaitu pada tahun 1613-1625 yang lamanya 12 tahun berisi aneka usaha penaklukkan terhadap daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang kemudian diakhiri dengan menyerahkan kota Surabaya pada 1 Mei 1625. Tahun 1626-1636, penaklukkan dilakukan untuk menghancurkan kota-kota diarah Barat. Tahun 1637-1641 berisi gerakan militer ke Jawa Timur, fase ini berpuncak pada tahun 1639 dengan menyerahkan Blambangan dan berakhir dengan ancaman dari pihak Belanda kepada Mataram.
Setelah Malaka direbut oleh Belanda dari tangan bangsa Portugis pada tahun 1641. Dalam empat tahun terakhir yaitu 1641-1645 merupakan usaha pergerakan ke Barat yang berupa pembentukan kelompok-kelompok kuat di Jawa Barat dengan mendirikan koloni pertahanan di Sumedang dan Ukur, juga membuka daerah transmigrasi di daerah Krawang.Kedua, di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram mengalami puncak kejayaan dengan dibuktikan atas keberhasilan Sultan Agung dalam menjalankan roda pemerintahan. Meskipun pada dasarnya cita-cita dari Sultan Agung untuk menaklukan balada dari Batavia tidak berhasil tetapi paling tidak di bawah kekuasaan Sultan Agung terjadi perkembangan dari segala aspek yaitu, terutama aspek pendidikan, politik, ekonomi serta sosial dan kebudayaan. Sehingga tidaklah heran jika sampai saat sekarang inipun Sultan Agung masih terus dikenang dan mempunyai tempat tersendiri di hati masyarakat karena kegigihan, keluwesan dalam bergaul, sehingga mencetak Sultan Agung menjadi sosok pemimpin yang tangguh, kuat dan teguh dalam pendirian.
Peranan Mataram untuk memajukan agama, pertanian dan perdagangan terus dikembangkan. Hal ini tebukti setiap raja-raja yang memerintah selalu memperhatikan kehidupan dan kemakmuran rakyat yang dipimpinnya, sehingga setiap penaklukan daerah lain selalu menamakan dan mengajarkan ajaran yang dianutnya untuk dikembangkan di daerah yang telah dikuasainya. Hal ini sangat menggembirakan karena agam Islam dapat berkembang dengan baik di Pulau Jawa.
Dari awal mula sampai akhir dari pemerintahannya di Pulau Jawa khususnya di kerajaan Mataram, Sultan Agung memberikan warna tersendiri dan memberikan penyegaran kembali bagaimana sulitnya dalam memperebut kebebasan. Dan hal ini terbukti sampai saat sekarang ini langgar, mesjid, dan tempat-tempat sekolah pesantren masih bisa dinikmati oleh setiap orang.Peranan Sultan Agung dalam bidang pendidikan yaitu terdapatnya lembaga-lembaga pendidikan yang berupa Langgar, pengajian, pondok-pondok pesantren yang menjadi pusat Islamisasi yang sangat efektif. Dalam bidang politik, Sultan Agung memiliki andil besar dalam usaha mengembangkan agama Islam yaitu melalui ekspedisi-ekspedisinya, Sultan Agung menaklukkan pusat-pusat pengajaran Islam dipesisir Utara Jawa seperti, Pasuruan Tuban, Surabaya, Pati dan Giri.
Bidang ekonomi, merupakan bidang yang sangat menentukan dalam kelangsungan dan kejayaan suatu negara atau kerajaan. Dimana proses penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang menyebabkan munculnya asumsi-asumsi teoritis akan adanya hubungan antara pasar (pedagang) dan Masjid (Da’i).Sosial budaya merupakan bidang yang banyak memberikan perkembangan peradaban sehingga menjadikan tingkat peradaban Kerajaan Mataram Islam lebih tinggi dan maju. Sultan Agung melakukan islamisasi dengan budaya dengan jalan menciptakan budaya baru yang bernuansa Islam walaupun masih terlihat unsur-unsur budaya lokal yang dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan lama.
Diantara budaya yang diciptakan Sultan Agung yang bernuansa Islam yang paling monumental dan masih ada sampai sekarang adalah penciptaan kalender Jawa dan tradisi Garebeg, yaitu memperingati lahirnya Nabi Muhammad atau Maulid Nabi.
6 Referensi
- Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
- Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
- Purwadi (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu.
- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: NarasiSuroyo, A.M. Djuliati, dkk. 1995. Penelitian Lokasi Bekas Kraton Serat Kandhaning Ringgit Purwa. Koleksi KGB. No 7.
- Sudibya, Z.H. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Proyek Peneribitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Kartodirdjo, Sartono (ed.). 1977. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
- G.P.H. Hadiwidjojo (1956). Paparabipun Para Nata Surakarta wiwit Mataram. Prabuwinatan, Surakarta. Jumênêng 1586 surud 1601, seda ing Kajênar
- Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Kanisius.
- Purwadi (2001). Babad Tanah Jawi: Menelusuri Jejak Konflik. Yogyakarta: Pustaka Alif.
- Khuluf Latifhull, 1996, Islamisasi Pada Pemerintahan Sultan Agung, Yogyakarta, Pustaka Alif
- Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wicana.
- Pranata Ssp, 1977, Sultan Agung Hanyokrokusumo Jakarta,Gramedia
- Soebantardjo, 1961, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
- Subantarjo R M, 1976, Sultan Agung Hanyokrokusumo,Yogyakarta, Pustaka Alif
- Sudarmanto, 1992, Jejak-Jejak Pahlawan: dari Sultan Agung Hingga Hamengku Buwono IX, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia