PONDOK JALEN

Oleh Masyhari

“Saya asli orang Lamongan”, terang pria paruh baya berpeci hitam yang mampir di stand expo IAI Tabah Lamongan tadi siang di depan gedung FITK IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Expo tersebut dalam rangkaian kegiatan ICON UCE 2022 yang diadakan Kemenag RI yang bertempat di kampus negeri satu-satunya di Cirebon, bahkan se-wilayah III ini.

Pria itu mampir ditemani Prof Jamali, dosen pasca kampus IAIN Cirebon. Tampaknya beliau mampir, karena penasaran dengan stand dari sebuah kampus di Lamongan, daerah ia berasal.

Mendengar itu aku tertarik bertanya lebih jauh. “Lamongane pundi¹, Pak?”

“Paciran. Saya ini masih sedulur almarhum seorang petinggi² di sana, tapi lupa siapa namanya,” kata pria berbaju batik itu.

Dalam hati bertanya-tanya, siapa gerangan beliau ini. Akhirnya aku tebak. “Petinggi Kranji yang asli Paciran?”

“Ya, benar sekali,” terangnya.

“Oh, petinggi Dul Salam?” terkaku, karena mantan petinggi Kranji ini cukup familiar di telingaku dari cerita yang terucap dari lisan Emak dan Bapakku, mengingat beliau kedua ortuku ini juga warga desa Kranji pendatang dari desa Paciran.

“Ya, betul,” beliau mengafirmasi tebakanku.

Saat beliau berdua hendak pamit, dengan agak berbisik aku tanya Prof Jamali, “Beliau dosen dari kampus mana, Prof?”

“UIN Jakarta,” jawabnya.

“Ooooh, Njenengan Dr. Muhbib Abdul Wahab? Ya, Allah!” responku cepat. Aku sudah lama dengar nama beliau, tapi belum pernah lihat wajahnya secara langsung.

Aku sudah lama tahu nama itu dari kawan dosen intensif bahasa Arab, Irfan Aziz, alumni UIN Ciputat (Jakarta). Setahuku Dr Muhbib ini merupakan penulis produktif buku bahasa Arab dan artikel jurnal bidang bahasa Arab.

“Oh, ya, Pak. Di UIN Jakarta juga ada dosen bahasa dan sastra Arab, yang masih muda perempuan asli Paciran,” kataku.

“Ya, itu Bu Dr. Mauidhotun Nisa,” jelas beliau.

Footnote:

¹ Mana
² Kepala desa