Penghargaan Nobel untuk Semua Kalangan

Seorang kaya tujuh turunan, dengan senang hati membuat tersenyum para pemikir melalui sebuah penghargaan. Adalah Alfred Nobel, menyantumkan nama belakangnya untuk pengharggan bergengsi itu. Sejak tahun 1901, penghargaan  diberikan kepada pemikir-pemikir cemerlang dari fisikawan, matematikawan, sastrawan hingga pemikir ekonomi baru-baru ini.

Saat Alfred Nobel menarik omongannya ketika tak percaya atas dunia bisnis sebagai dunia altruis semata, Ia didekati oleh lembaga berpengaruh ekonomi antara lain; Partai Sosial Demokrat dan Bank Sentral Swedia agar dalam agenda mulianya itu, memberi penghargaan kepada gagasan-gagasan Ekonomi.

Penghargaan Nobel memberikan apresiasi keilmuan antara lain; ekonomi, matematika, sastra, fisika, dlsbh. Acap kali, sering bertanya-tanya, bagaimana konsep pemikian mereka mengatasi cul de sac zaman kiwari? Harapannya dari gagasan itu, dapat melakukan kontribusi untuk mengurai problem hidup melalui konteks keilmuan.

Peraih nobel yang sering kita dengar seperti Milton Friedman, Samuelson, hingga Amartya Sen menawarkan pelbagai gagasan menarik atas pemikiran ekonomi. Pekan lalu terhitung di tahu 2022, muncul nama kontributor pemikir ekonomi; Philip H Dybvig, Douglas W Diamond, Ben. S Bernanke. menjabarkan solusi perbankan untuk siklus perekonomian.

Penghargaan Nobel dibutuhkan sebagai bukti atas keberjalanan dinamika ekonomi. Walakin, banyak lahir ide brilian atas pemikiran ekonomi, acap kali, masyarakat grassroot tak tahu menahu, substansi pemikiran dari ide-ide ekonomi tersebut terhadap diri mereka (baca; Masyarakat).

Philip H. Dybvig satu dari tiga peraih nobel ekonomi, menyampaikan bahwasannya Bank itu menjadi pondasi dasar atas keberjalanan proses ekonomi. Bank jadi likuiditas perekononomian untuk melaksanakan pondasi ekonomi juga menekankan pemerintah untuk dapat menyeimbangkan bank agar tak ambruk ketika kondisi global kurang stabil.

Baca juga:  Pastor Paneloux dan Logika Agama dalam Menafsir Corona

Menyinggung Bank, seorang cerdas nan bijaksana, memiliki ide membuat Grameen Bank untuk dapat mengentaskan kemiskinan yang menjalar di Pakistan. Pinjaman bank yang begitu tinggi membuat masyarakat Bangladesh kesulitan menghimpun dana usaha. Adalah Professor. Muhammad Yunus, sebagai bapak ekonomi kerakyatan Bangladesh.

Melalui karyanya berjudul Baker to The Poor, Muhammad Yunus meraih medali nobel perdamaian tahun 2006. Tahun 1974, merupakan titik awal Bangladesh dilanda bencana kelaparan. Pada waktu itu, resesi dan pertikaian global yang tak kunjung usai, membuat efek domino atas perekonmian di dunia, begitu juga dengan Bangladesh yang harus menelan pil pahit efek tersebut.

Grameen Bank (bank desa), gubahan Muhammad Yunus, mampu memberikan pinjaman usaha kepada masyarakat Bangladesh untuk hengkang dari kelabu kemiskinan. Bank jadi kunci atas likuiditas perekonomian. Melalui membangun sekrup perekonomian (baca; wirausaha), masyarakat Bangladesh begitu sumringah menentang ketertindasan kemiskinan.

Muhammad Yunus, menjawab tesis yang ditawarkan oleh Prefesor Harvey Leibenstein mengenai “Upaya Minimun Kritis.” Leibenstien menjelaskan solusi negara yang dicekam oleh lingkaran kemiskinan yang berada pada tingkat keseimbangan pendapatan yang rendah.

Yunus bisa dibilang seorang ekonomi dengan menyelesaikan Ph.D di Univeritas Vanderbilt, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat (1969). Belajar dari Yunus, bahwasannya diksi langit yang sering kali kita dengar di sela-sela kampus, dapat diintrepatasikan oleh Yunus dengan bahasa membumi untuk masyarakat yang kurang beruntung belajar di perguruan tinggi.

Baca juga:  Masjid dan Panggilan Etis Agama

Tesisnya berjudul Economic Backwardness and Economic Growth, menjelaskan bahwasannya laju pertumbuhan penduduk merupakan suatu funsgi dari laju pendapatan perkapita untuk mengentaskan kemiskinan. Grameen Bank ide brilian Muhammad Yunus, sejatinya mengarahkan kepada laju pertumbuhan. Yunus sebagai pengingat bagi kita semua, sejatinya relevansi atas gagasan para ilmuwan yang memiliki ide brilian sebagai motivasi langkah praksis untuk mengentaskan problem pada realitas sosial.

Harapan Putra dan Putri Bangsa

Mafhum, penghargaan nobel begitu diharapkan oleh beberapa kalangan. Penghargaan itu bisa dibilang sangat prestisius atas tesis maupun gagasan yang kita miliki. Desas-desus pun timbul untuk menanyakan kembali. Mengapa golongan ataupun alumni tertentu saja yang hanya bisa mendapatkan penghargaan yang prestisius itu.

Hendrawan Supratikno dalam bukunya berjudul Globalisasi, Ekonomi Konstitusi dan Nobel Ekonomi (2021), membedah pelbagai variasi pemikiran peraih nobel ekonomi dari hari ke hari. Menyadur pada (Hal. 76), Milton Friedman berkelakar bila kita mengingikan karya kita dapat nominasi Nobel. Bagi Friedman ada tiga syarat untuk mendapatkan Penghargaan Nobel di Bidang Ekonomi. Pertama, harus seorang laki-laki. Kedua, berkewarganegaraan Amerika, dan pernah belajar di Universitas Chicago.

Bagi seorang yang memperjuangkan gender equality, Milton begitu patriarkis menyinggung soal penghargaan nobel. Begitu juga dengan yang kedua, ialah harus berkebangsaan Amerika. Lalu, bagaimana dengan bangsa lain yang memiliki kemampuan untuk bertarung dalam prinsip dana pemikiran? Sedangkan yang paling menohok kembali ialah mengenai Universitas Chicago yang memang, alumni di dalamnya banyak mendapatkan penghargaan Nobel atas buah pikirnya.

Baca juga:  Pemetik Puisi (20) Bersama Itu Berhikmah

Milton Friedman hanya berkelakar, ia hanya ingin membuat kita berpikir atas penghargaan nobel itu. Kelakar Freidman itu bila kita telaah secara jernih, sebenarnya memantik kita, bahwasannya dari bangsa apapun dan gender apapun, dapat berpeluang mendapatkan penghargaan Nobel.

Bila Friedman menyoal peraih nobel itu harus perempuan, bila kita tilik dari perspektif yang optimis, membuka pintu selebar-lebarnya bagi perempuan untuk berkontribusi dalam Penghargaan Nobel Ekonomi. Wanita pertama yang mendapatkan Penghargaan Nobel Ekonomi masih dipegang oleh Ellinor Ostrom (2009). Peraih Nobel Ekonomi termuda dari kalangan perempuan masih dipegang oleh Esther Dulfo (2019). Sedangkan untuk peraih Nobel Pertama dari kalangan perempuan adalah Marie Curie.

Majalah Gatra pada (21/05/2008) dengan judul Mencari Bibit Peraih Nobel, menuliskan pelbagai cita putra-putri bangsa mendapatkan bibit-bibit peraih Nobel. Menembus tabu. Begitulah kiranya, semangat yang terbesit oleh pemuda-pemuda Indonesia. Adalah George Saa pernah menyabet medali emas pada kompetisi garapan First Step to Nobel Prize. Tidak ada salahnya bagi kita sebagai penerus peradaban untuk betul-betul ulet dan konsisten menyelami dunia keilmuan yang kita minati. Menyerah dan tertunduk oleh tabu bukanlah sebuah solusi. Begitu juga dengan penghargaan Nobel. Sekian.

https://alif.id/read/mga/penghargaan-nobel-untuk-semua-kalangan-b246052p/