Kapan dan di mana pun Anda berada, pasti ada saja, beberapa di antara kawan yang merasa paling tahu segala topik yang dibincangkan. Mereka sering menyahut dan menyela omongan orang lain. Mereka jarang sekali mengiyakan dan menerima pendapat kawannya, sekalipun sudah jelas-jelas akurat nan benar. Seolah-olah, mereka merasa mesti selalu mendominasi di setiap obrolan. Teruntuk mereka, berbahagialah! Karena sekarang, ada sebutan keren untuk kebiasaan tong kosong ini. Yaitu, Dunning Kruger Effect.
Sederhananya, Dunning Kruger Effect adalah semacam perasaan sok tahu, superior, prima, padahal zonk. Menurut beberapa sumber, penggubah istilah ini sesuai dengan namanya, yaitu David Dunning dan Justin Kruger. Lalu, bagaimana Dunning Kruger Effect terjadi? Apa penyebabnya?
Penyebab Dunning Kruger Effect
- Lingkungan
Pada dasarnya, setiap manusia dikaruniai esensi primordial berupa kecenderungan untuk menjalani hidup sesuai ajaran dan tuntutan-Nya. Termasuk, menjaga tata krama dalam bersosial. Ini terbukti dengan hadis yang dicuplik ulama kenamaan abad ke-sebelas, Abu Hamid al-Ghozali di bagian akhir adikaryanya, Kimiya’ as-Sa’adah.
خلق الناس حنفاء فاختالتهم الشياطين
“Manusia diciptakan dengan kecondongan pada hal-hal baik. Kemudian setan merusaknya”
Sayangnya dalam beberapa kasus, kecenderungan itu rusak tanpa sadar. Lingkungan dan kondisi keluarga serta masyarakat di mana seseorang lahir, sering kali menjadi penyebab dasar terseretnya seseorang ke jurang dangkal kenistaan.
Pergeseran gaya hidup saat ini, membuat makna lingkungan yang saya maksud tidak terbatas pada lingkungan riil dimana seseorang hidup. Kini, apa yang dikonsumsi di dunia maya, sudah terbukti akurat mengubah dan membentuk suatu kepribadian. Belum lagi, indeks tata krama masyarakat Indonesia di media sosial tidak asing lagi buruknya. Kontroversi dikit, komen. Dianggap sesat tanpa dibarengi argumen kokoh, komen. Dan masih banyak lagi kepongahan digital lainnya, misalnya hatespeech dan cyberbullying.
Tentunya, kelakuan bobrok semacam itu, secara tak sadar, sedikit banyak akan ditiru di era post-truth ini. Belum tahu persis apa yang dibincangkan, belum tahu akar masalahnya, sudah berlagak serba lebih tahu.
- Metakognisi & Takabbur
Dunning Kruger Effect, boleh jadi teraktivasi otomatis dalam diri seseorang yang gagal menilai kemampuan diri sendiri, dan selalu memosisikan orang lain di bawah kompetensinya. Perilaku semacam ini ditengarai muncul akibat kurangnya metakognisi. Ya. Perangai yang dianggap buruk tidak hanya menurut Islam saja.
Teman sekaligus mentor kepenulisan saya, Achmad Fauzan Syaikhoni, punya analogi mantap soal metakognisi ini. Mudahnya, kecerobohan metakognisi adalah ketika Anda tidak berhasil mencari barang ketlesut di kamar yang, setelah Anda menyerah, Ibu Anda dengan mudahnya berhasil menemukan seraya berkata, ”lha iki Le, nang kene!”. Sejatinya, kegagalan Anda itu bukan karena apa-apa, ya karena lupa dan keterbatasan ingatan saja. Tidak perlu ada alasan yang masuk ke telinga dengan tak sopan berupa, ”mau tak goleki, gak ana bu!”.
Pada taraf yang lebih kronis, ketiadaan metakognisi sangat dimungkinkan berevolusi menjadi ujub dan atau takabbur, yang keduanya tak luput dari perhatian penuh para cendekiawan muslim.
Berkali-kali para pendahulu mewanti-wanti, misalnya syekh Al-Qasimi dalam Mauidzoh al-Mu’minin, bahwa buah dari ujub dan takabbur, di antara lain, adalah keras kepala, menganggap kapabilitas keilmuan orang lain berada di bawahnya, dan puncaknya, adalah enggan menyimak pendapat teman diskusi dengan cermat.
Dampak Dunning Kruger Effect
Al-Qasimi melanjutkan. Di antara banyak macam pembagian ujub dan takabbur yang dijelaskannya itu, beliau menyematkan a’dzomul afaat (paling dahsyat dampak buruknya) pada pembagian ke-enam, yaitu menyombongkan diri atas nama ilmu. Padahal, sebenar-benarnya ilmu adalah yang beriringan dengan rasa takwa. Inilah yang disebut dengan ilmu hakiki.
Bagi saya, bagian paling menarik di Mauidzoh al-Mu’minin pada bab ini adalah, bahwa perbuatan tercela yang berasal dari “pengetahuan”, adalah lelaku yang lebih kriminal daripada “penyimpangan” orang-orang bodoh. Artinya, sekalipun apa yang difatwakan para pengidap Dunning Kruger Effect itu benar adanya, tidak berarti ia harus bersikap bak diktator di tiap tongkrongan. Apa lagi sampai menunjukkan gesture disertai raut muka ketidaksetujuan, dan menyela pendapat kawan setiap kali berpendapat.
- Menyesatkan Banyak Orang
Di fikih, ada yang disebut dengan fikih dhor, yaitu konklusi hukum yang kurang pantas dan tidak elok dipublikasikan untuk khalayak umum karena satu dua kekhawatiran tertentu. Walaupun hukumnya memang begitu. Di balaghah juga ada muqtadho ad-dzahir, yaitu keadaan yang menuntut untuk mengucapkan kalimat sesuai dengan keadaan itu sendiri. Di Tuhfah al-Murid, ada penjelasan bahwa, salah satu kesesatan yang luar biasa klise adalah pernyataan sarat fitnah (kekacauan) seseorang, “saya bicara fakta! Ini bukan gibah!”.
Ini mirip dengan penjelasan ulama mazhab Hanafi, Abu Sa’id al-Khadimi, bahwa, termasuk fitnah yang dilarang Islam adalah ketidakadaan metakognisi dan critical thinking sebelum menyebarluaskan informasi. Dalam kitabnya, Burioqoh Mahmudiyah, beliau menjelaskan begini;
(أَوْ) كَأَنْ (لَا يَحْتَاطَ فِي التَّأَمُّلِ وَالْمُطَالَعَةِ فَيُخْطِئَ فِي فَهْمِ مَسْأَلَةٍ أَوْ نَحْوِهَا) مِنْ مَعْنَى الْآيَةِ أَوْ الْحَدِيثِ (وَمِنْ الْكِتَابِ فَيَذْكُرَ) مِنْ التَّذَكُّرِ (لِلنَّاسِ) مَا لَا يَعْرِفُ بِكُنْهِهِ فَيُضِلَّهُمْ وَيُوقِعَ الْفِتْنَةَ بَيْنَهُمْ كَمَا هُوَ شَأْنُ أَكْثَرِ الْقُصَّاصِ وَالْوُعَّاظِ فِي زَمَانِنَا
Selain soal fitnah di atas, kisah perjuangan para pendahulu tentang ketelitian serta kehati-hatiannya dalam urusan ilmu, mungkin menginspirasi. Di ceritakan dalam Shofahat min Shobr al-Ulama, hanya untuk mengetahui persis tiga buah hadis yang didengarnya, salah seorang tabi’in rela menempuh jarak kurang lebih 1800-km dari Irak, menuju Mekkah. Atau cerita tentang al-Farabi, yang ketika membaca dua karya Aristoteles, Kitab an-Nafs, ia merasa perlu mengulanginya sebanyak seratus kali. As-Sima’ al-Thabi’i, diulang sebanyak empat puluh kali.
Maka selain validitas, masih banyak hal lain yang musti ditinjau ulang sebelum suatu hal dikabarkan. Apa lagi sesumbar tahu ini dan itu, hanya berdasar pada “jarene…”, atau berdasar pada video cuplikan ceramah yang belum dipahami secara memadai, atau dari utas di Twitter yang belum tuntas dibaca. Sudah sepantasnya, sebelum mengabarkan sesuatu, kita timbang dulu sisi maslahat dan mafsadah yang menyertainya.
Nah, karena Dunning Kruger Effect adalah kekeliruan yang masih mungkin kita lakukan sampai kapanpun, maka kita perlu ingat bahwa, setan menjadi selaknat dan seangkuh itu adalah karena kegagalannya dalam memahami kodrat mulia Adam. Mereka kurang kritis dalam mengidentifikasi informasi yang didapat. Mereka pikir, kehormatan kedudukan Adam di sisi Allah, akan runtuh dengan perilaku kacaunya. Padahal, Adam mendapatkan kedudukan terhormat itu tidak setelah ia berbuat satu dua kebaikan.
Mestinya, tanpa harus memaparkan solusi para ulama soal bagaimana cara mengobati sifat congkak, ketidaksudian manusia dipanggil dengan julukan setan yang terkutuk sudah cukup menyadarkan. Tapi kalau ada teman Anda yang sedang di fase ini, selama itu tidak gawan bayi, mbok ya diingatkan. Sebab kebanyakan dari sekumpulan tong kosong itu, tidak menyadari hal ini.
Orang dungu, tidak tahu kalau dirinya dungu. Dia merasa pintar, tapi sejatinya dungu. Kenapa? Ya karena mereka dungu! Sementara itu, orang pintar, karena pintar, ia merasa dirinya bodoh. Karena ia memahami segala keterbatasan dan hakikat dirinya sendiri, sebagai manusia. Sekian. Semoga bermanfaat.
https://alif.id/read/mhs/dunning-kruger-effect-dalam-khazanah-turots-b246212p/