Tafsir Al-Bayan (3): Kearifan Lokal untuk Masyarakat Milenial

Daya Tarik  yang dipancarkan Alquran selalu mampu memikat para pecintanya untuk terus berinteraksi dengannya baik melalui membacanya, memahaminya dan mengamalkan isinya, Allah swt telah, sedang dan akan terus menggerakkan beberapa hamba pilihannya untuk mencurahkan segala usaha dan upayanya dalam rangka merengkuh kenikmatan ber- interaksi dengan Alquran yang tidak pernah dipahami oleh orang yang belum merasakannya. Semua hal ini tentu merupakan salah satu janji Allah swt untuk selalu menjaga Alquran, tilawatan, fahman dan amalan.

Hal inilah yang saya yakini menggerakkan hati beberapa ulama Nusantara untuk menulis tafsir Alquran dalam rangka membantu pemahaman umat Islam terhadap kandungan makna Alquran, rasa tanggung jawab yang besar sebagai pewaris keilmuan Nabi, mendorong mereka untuk ikut berkontribusi dalam gerakan besar memasyarakatkan nilai-nilai Alquran di negeri tercinta ini dan menjadikannya sebagai rujukan utama yang tidak boleh ditinggalkan.

Salah satu ulama yang turut andil dalam hidmah mulia ini adalah KH. Shodiq Hamzah Usman yang telah menyelesaikan salah satu karya terbaiknya yaitu Tafsir Al-Bayan fii Ma’rifati Ma’ani Al-Qur’an.

Tafsir Al-Bayan sebagaimana diungkapkan muallif merupakan penulisan arti dan makna kata-perkata dalam Al- Quran, yang beliau intisarikan dari berbagai tafsir Nusantara, seperti Al-Ibriz fii Ma’rifati Qur’an Al-‘Aziz yang disusun oleh KH Bisri Mustofa Rembang, Al Iklil fii Ma’ani Tanzil karangan KH. Misbah Mustofa Bangilan, Al-Misbah karya Prof. Dr. KH. Qurays Syihab, dan beberapa kitab tafsir Nusantara lainnya.

Proses penyusunan tafsir ini benar-benar membutuhkan usaha yang besar dan bacaan yang luas, karan dalam rangka menyimpulkan sebuah makna yang tepat dan akurat untuk sebuah kalimah, KH. Shodiq Hamzah merujuk ke 30 lebih kitab tafsir yang muktabar, di antaranya adalah: Tafsir Al Munir karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Jalalain, Tafsir Maraghi, Shofwatut Tafasir dan Durrotut Tafaasiir karya Syekh Ali as Shobuni, Al Kassyaaf karya Imam az Zamakhsyari, At Tahriir wat Tanwir karya Syekh Ibnu Asyur, Ruuhul Maani karya Imam al Aluusi, Tafsir Thobari, Al Muharrarul Wajiiz karya Imam Ibnu Athiyyah dan berbagat tafsir lainnya.

Baca juga:  Habib Hamid bin Ja’far Al-Qodri Jelaskan Pengagungan Allah kepada Nabi Muhammad

Kehadiran Tafsir Al-Bayan ini menambah gaya, corak dan khazanah penulisan tafsir Alquran dengan bahasa lokal yang telah dimulai sejak pertengahan abad ke-17 M, dan dipelopori oleh Syekh Abdur Rauf al-Fanshuri as-Singkili yang menulis tafsir berjudul Turjuman al-Mustafid dengan bahasa melayu, dilanjutkan oleh Syaikh Muhammad Shalih Darat as-Samarani yang menulis kitab tafsir berjudul Faidhu ar-Rahman, dengan menggunakan bahasa Jawa, yang keduanya ditulis dengan aksara huruf Arab Pegon.

Beberapa kitab tafsir lainnya yang ditulis oleh ulama Nusantara dan berbahasa lokal adalah Tafsir Al-Furqan karya Syekh Ahmad Hasan, Tafsir al-Quran al-Karim karya Syaikh Ahmad Hasan Bandung, Tafsir Alquran karya Prof. Dr. Mahmud Yunus, Tafsir an-Nuur dan Tafsir al-Bayan karya Prof. Dr. Hasbi ash-Shidqi. Tafsir al-Quran al-Karim karya Syekh Halim Ha- san, Al-Ibriz fii Ma’rifati al-Quran al Aziz karya KH. Bishri Musthafa yang berbahasa Jawa, Tafsir Raudhatul irfan fi Ma’rifati al-Quran karya KH. Ahmad Sanusi yang berbahasa Sunda, Tafsir al-Azhar karya Prof. Dr. Abdul Malik Karim Amrul- lah, dan lain sebagainya.

Kitab tafsir ini bisa dimasukkan dalam kategori tafsir mu- frodaat yang menitikberatkan pada makna kata-perkata, Metode ini sangat efektif dalam memberikan pemahaman ter- hadap ayat Alquran, sekaligus memotivasi pembaca dalam merangkai makna untuk mendapatkan makna yang akurat, be- berapa ulama besar juga menggunakan metode ini dalam menafsirkan Alquran, di antaranya Raghib Al Asfihaany dalam karyanya Mufrodaat Alfaadh al Qur’an, Imam Abdul Qahir Al Jurjani dalam karya tafsirnya Durjud Duror Fii Tafsiril Aay was Suwar, Imam Almaraghi dalam Tafsir Almaraghi, Syekh Wahbah Azzuhaily dalam Tafsir al Munir dan Syekh Muhammad Ali as Shobuni dalam Shofwatut Tafaasir. Di antara ulama Nusantara yang menitikberatkan tafsirnya dalam makna mufrodat adalah KH. A. Musthofa Bisri dalam kitab beliau, al Ubairiz fi Tafsiir Gharaaib al Qur’an al Aziz.

Di samping tafsir mufrodaat, tafsir Al-Bayan bisa juga dikategorikan tafsir ijmali yang menguraikan makna secara ringkas dan global sehingga tidak membosankan untuk dibaca dan pelajari. Hal ini bisa ditemukan dalam sub judul pemahaman ayat.

Baca juga:  Tafsir Surah Al-Qariah (Bagian 1)

Cara yang digunakan KH. Shodiq Hamzah dalam memulai tafsirnya sangat praktis, beliau memberi pengantar pada setiap surah dengan penjelasan makkiyah-madaniyahnya, jumlah ayatnya, jumlah kalimah bahkan jumlah huruf dalam satu surah, lalu menjelaskan nama surah, sebab penamaan dengan surah tersebut serta keutamaan surah. Penyebutan keutamaan surah ini tentu sangat penting dalam memotivasi masyarakat untuk senantiasa membacanya.

Setiap memulai tafsir pada penggalan ayat, KH Shodiq Hamzah memberikan judul sebagai tema pada sekumpulan ayat, beberapa sebab turunnya jika ditemukan, ataupun indikasi keserasiannya dengan ayat lainnya, lalu menampilkan arti kata- perkata dan terkadang arti frase berdasarkan disiplin uslub kebahasaan jawa ala pesantren, sehingga mempermudah para pembaca dalam memahami redaksi ayat. Kitab ini juga dilengkapi beberapa detail kisah Alquran (Qisshoh), keterangan tambahan (Tanbih) dan keterangan penting (Muhimmat), sehingga semakin melengkapi pemahaman yang dibutuhkan.

Secara akidah, tafsir ini bisa dikategorikan pada tafsir madhab Asy’ari yang cenderung menakwil ayat-ayat mutasyabihat. Hal ini bisa dilihat ketika KH. Shodiq menafsirkan frase-frase seperti yadullah (48:10) dengan kekuasaane gusti Allah, istawa (20:5) dengan nguasani, alaa aini (20:39) dengan pengawaan ingsun, wajhullah (2:115) dengan kiblat Allah, linafsi (20:41) dengan kerono dzat/tugas ingsun dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa beliau mengikuti para imam besar tafsir Alquran yang juga menakwil ayat-ayat mutasyabihat seperti at Tsa’labi dalam al Kasyfu wa al Bayan, al Mawardi dalam an Nukat wa al Uyuun, Ibnu Athiyyah dalam al Muharrar al Wajiz, Fahrur Rozi dalam Mafaatih al Ghoib, al Qurthubi dalam al Jaami’ Li Ahkaam al Qur’an, al Baidhowi dalam Anwaar at Tanzil wa Asraar at Ta’wil, an Nasafi dalam Madaarik at Tanzil wa Haqaaiq at Ta’wil, as Samin al Halabi dalam ad Durru al Mashun dan para mufassir lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.

Baca juga:  Tafsir Surat An-Nisa Ayat 1: Patutkah Perempuan Menjadi Objek Kekerasan Seksual?

Secara fikih, tafsir bisa bisa digolongkan pada madhab Syafii, hal ini bisa dibuktikan misalnya ketika KH. Shodiq menafsirkan tsalatsata quru’ (2:228) dengan ing telu piro-piro sucinan, laamastum (5:6) dengan ndemek sopo siro kabeh, illal muthohharun (56:79) dengan kejobo wong-wong kang suci kabeh, makna-makna ini tentu berafiliasi kepada pemahaman madhab Syafii terhadap ketentuan hukum yang dihasilkannya.

Akhirnya, saya ingin menegaskan bahwa tafsir Al-Bayan ini adalah tafsir yang penting dalam membaca perjalanan sejarah pergulatan ulama Nusantara dengan Alquran, setelah sekian lama beberapa penulisan tafsir berbahasa Jawa disajikan dengan tulisan Arab pego dengan penyajian khas pesantren, Kiai Shodiq membuat sebuah terobosan baru dengan menam- pilkan terjemah bahasa Jawa dalam aksara latin dengan tetap mempertahankan tradisi khas pesantren, dengan kata lain, Kiai Shodiq tetap ingin menjaga tradisi pesantren dalam pemaknaan Alquran sekaligus memperhatikan tingkat pemahaman masyarakat modern yang mulai kesulitan membaca tulisan Arab pegon.

Pemaknaan menggunakan menggunakan bahasa Jawa pegon memiliki kelebihan tersendiri, selain nuansa klasik yang tetap terjaga, memaknai dengan bahasa Jawa pegon berarti menghadirkan makna kata beserta strukturnya secara ber- samaan, sehingga dapat memperkuat penjelasan dan memini- malisir ketaksaan dan kesalahan pemahaman.

Memang kitab ini bukan satu-satunya tafsir dengan makna jawa. Namun penulisan makna jawa yang ditulis dengan aksara latin dalam tafsir Alqur’an akan sangat membantu ka- langan non pesantren yang tidak bisa membaca pego untuk lebih memahami Alquran, dan inilah yang menjadi tujuan dan harapan semua mufassir.

Semoga Allah swt membalas semua jerih payah KH. Shodiq Hamzah dalam usaha dan kerja yang mulia ini, dan menyalurkan semua pahala dari para pembaca, pengkaji dan penelaahnya kepada beliau. Aamiin.

https://alif.id/read/afd/tafsir-al-bayan-3-kearifan-lokal-untuk-masyarakat-milenial-b246443p/