Sebuah obrolan khas Madura kontemporer yang nyaris muncul setiap bulan di ruang tamu:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
Ngetren. Menjaga toko menjadi tren tersendiri di Madura saat ini. Toko apa? Toko kelontong.
Setelah bertahun-tahun menjaga toko. Kemudian datang lagi ke ruang tamu.
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Mau menikah.”
Setelah menikah. Pasangan muda tersebut pamit lagi untuk berangkat ke Jakarta. Ngapain? Jaga toko. Toko apa? Toko kelontong.
Kemudian pasangan itu punya anak. Anaknya dititipkan ke pesantren di dekat rumahnya. Setelah lulus SLTA. Ia datang bersama anaknya ke ruang tamu yang sama, lalu mengucapkan:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
Setelah bertahun-tahun menjaga toko. Kemudian datang lagi ke ruang tamu.
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Mau menikah.”
Setelah menikah. Pasangan muda tersebut pamit lagi untuk berangkat ke Jakarta. Ngapain? Jaga toko. Toko apa? Toko kelontong.
Kemudian pasangan itu punya anak. Anaknya dititipkan ke pesantren di dekat rumahnya. Setelah lulus SLTA. Ia datang bersama anaknya ke ruang tamu yang sama, lalu mengucapkan:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
Setelah bertahun-tahun menjaga toko. Kemudian datang lagi ke ruang tamu.
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Mau menikah.”
Setelah menikah. Pasangan muda tersebut pamit lagi untuk berangkat ke Jakarta. Ngapain? Jaga toko. Toko apa? Toko kelontong.
Kemudian pasangan itu punya anak. Anaknya dititipkan ke pesantren di dekat rumahnya. Setelah lulus SLTA. Ia datang bersama anaknya ke ruang tamu yang sama, lalu mengucapkan:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
Setelah bertahun-tahun menjaga toko. Kemudian datang lagi ke ruang tamu.
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Mau menikah.”
Setelah menikah. Pasangan muda tersebut pamit lagi untuk berangkat ke Jakarta. Ngapain? Jaga toko. Toko apa? Toko kelontong.
Kemudian pasangan itu punya anak. Anaknya dititipkan ke pesantren di dekat rumahnya. Setelah lulus SLTA. Ia datang bersama anaknya ke ruang tamu yang sama, lalu mengucapkan:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
Setelah bertahun-tahun menjaga toko. Kemudian datang lagi ke ruang tamu.
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Mau menikah.”
Setelah menikah. Pasangan muda tersebut pamit lagi untuk berangkat ke Jakarta. Ngapain? Jaga toko. Toko apa? Toko kelontong.
Kemudian pasangan itu punya anak. Anaknya dititipkan ke pesantren di dekat rumahnya. Setelah lulus SLTA. Ia datang bersama anaknya ke ruang tamu yang sama, lalu mengucapkan:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
Setelah bertahun-tahun menjaga toko. Kemudian datang lagi ke ruang tamu.
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Mau menikah.”
Setelah menikah. Pasangan muda tersebut pamit lagi untuk berangkat ke Jakarta. Ngapain? Jaga toko. Toko apa? Toko kelontong.
Kemudian pasangan itu punya anak. Anaknya dititipkan ke pesantren di dekat rumahnya. Setelah lulus SLTA. Ia datang bersama anaknya ke ruang tamu yang sama, lalu mengucapkan:
“Mohon doa restunya…”
“Mau ke mana?”
“Ke Jakarta.”
“Mau apa di sana? Kuliah?”
“Bukan. Mau jaga toko.”
HIDUP MUTER-MUTER, KAYAK DARMOLEN
https://alif.id/read/raedu-basha/humor-madura-yang-bikin-terenyuh-b238113p/