Daftar Isi
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
2.2 Guru-Guru Beliau
2.3 Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
3 Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
3.2 Murid-murid Beliau
4 Jasa, Organisasi, dan Karier
4.2 Jasa-jasa Beliau
4.1 Riwayat Organisasi
4.2 Karier Beliau
5 Akhlak Beliau
5.1 Gemar Silaturrahmi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. R. Asnawi lahir pada tahun 1281 H atau bertepatan pada tahun 1861 M, di kampung Damaran Kota Kudus. Beliau merupakan putra pertama dari H. Abdullah Husnin seorang pedagang konveksi tergolong besar di Kudus pada waktu itu, dengan R. Sarbinah.
Beliau termasuk keturunan dari Sunan Kudus (Sayyid Ja’far Sodiq) keturunan yang ke XIV dan keturunan ke V dari KH. Mutamakin seorang Wali yang keramat di desa Kajen Margoyoso Kabupaten Pati yang hidup pada zaman Sultan Agung Mataram.
KH. R. Asnawi itulah nama yang dipergunakan sesudah beliau menunaikan ibadah Haji yang ketiga kalinya.
Adapun nama sebelum menunaikan ibadah Haji ialah Raden Ahmad Syamsi, kemudian sesudah beliau menunaikan ibadah Haji yang pertama berganti nama dengan nama Raden Haji Ilyas dan nama inilah yang terkenal di negeri Mekah Saudi Arabia di samping narna yang terakhir, yaitu KH. R. Asnawi.
1.2 Riwayat Keluarga
KH. R. Asnawi melepas masa lajangnya dengan menikah Mudasih putri KH. Abdullah Faqih Langgar dalem Kudus. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai dua anak, putra beliau di antaranya, KH. M. Zaini mempunyai 5 orang anak, dan Masy’ari mempunyai 2 orang anak.
Pada waktu bermukim di Mekah beliau menikah dengan Nyai Hajjah Hamdanah (janda Al-Marhum Syekh Nawawi Banten). Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai tiga orang anak, di antaranya, H. M. Zuhri mempunyai 5 orang anak, H. Azizah (istri KH. Saleh Tayu) mempunyai 5 orang anak dan Alawiyah, mempunyai 6 orang anak.
Sewaktu kembali ke Kudus pada tahun 1916 M, beliau dinikahkan dengan adik Khatib Khair di Kudus bernama Subandiyah tetapi tidak dianugerahi anak hingga wafat.
1.3 Wafat
KH. R. Asnawi wafat pada hari Sabtu Kliwon tanggal 25 Jumadil Akhir 1378 H, bertepatan tanggal 26 Desember 1959 M tepatnya jam 03.00, dalam usia 98 tahun.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
Sejak kecilnya beliau diasuh oleh orang tuanya sendiri, terutama dalam mengaji al-Qur’an. Setelah berumur 15 tahun, beliau diajak oleh orang tuanya ke Tulungagung Jawa Timur untuk mengaji dan dipelajari pula berdagang; Pagi hari berdagang, sore dan malam hari mengaji di Pondok Pesantren Mangunsari Tulungagung.
Sesudah diasuh dan dididik oleh orang tuanya, kemudian beliau mengaji di Pondok Pesantren Tulungagung berguru dengan KH. Irsyad Naib Mayong Jepara sebelum pergi Haji.
Dan setelah pergi haji, sėlama di Mekah beliau berguru dengan KH. Saleh Darat Semarang, KH. Mahfudz Termas dan Sayid Umar Shatha.
Pada waktu beliau bermukim pernah bertukar pikiran dengan salah seorang Ulama besar, Mufti Mekkah bernama Syekh Ahmad Khatib Minangkabau tentang beberapa masalah keagamaan. Pembahasan ini dilakukan secara tertulis dari awal masalah hingga terakhir, meskipun tidak memperoleh kesepakatan pendapat antara keduanya. Karena tidak puas, beliau bermaksud ingin memperoleh fatwa dari seorang Mufti di Mesir, maka catatan-catatan beliau dan Syekh Ahmad Khatib tersebut dikirim ke alamat Sayid Husain Bek seorang Mufti di Mesir.
Melihat tulisan-tulisan dan jawaban-jawaban beliau terhadap tulisan-tulisan Syekh Ahmad Khatib itu, tertariklah hati Sayid Husain Bek untuk berkenalan dengan beliau. Karena belum kenal, maka Mufti Mesir itu minta bantuan Syekh Hamid Manan untuk diperkenalkan dengan KH. R. Asnawi Kudus. Sesudah Shalat Jum’ah datanglah Sayid Husain Bek ke rumah Syekh Hamid Manan dan beliaupun yang melayani mengeluarkan minuman.
Selang bercakap-cakap bertanyalah tamu itu : fi Asnawi ? (Di mana Asnawi?) Asnawi? Hadza huwa (inilah dia) sambil menunjuk beliau yang sedang duduk di pojok sambil mendengarkan percakapan tamu dengan tuan rumah. Setelah ditunjukkan, Mufti itu segera berdiri dan mendekat beliau, seraya membuka kopyah dan diciumlah kepala beliau sambil berkenalan. Kata Mufti Sayid Husain Bek kepada Syekh Hamid Manan: Sungguh salah sangka saya setelah berkenalan dengan ASNAWI. Saya mengira tidaklah demikian keadaan jasmaniyahnya.
Padą tahun 1917 beliau kembali ke tanah airnya dan sanak-sanak familinya yang ada di Kudus, šerta mengadakan hubungan dengan kawan-kawan beliau antara lain Bapak Sema’un, H. Agus Salim HOS Cokroaminoto dan lain-lain dari tokoh-tokoh S.I. Jadi sebenarnya beliau adalah seorang pedagang, tetapi beliau sangat tertarik menjadi orang yang alim dan faham tentang ilmu agama.
Hal ini diketahui oleh orang tuanya dalam pergaulannya dengan teman-temannya yang selalu suka ke langgar, pondok-pesantren, dan masjid di Tulungagung, tidurpun lebih suka di pondok pesantren dengan kawan-kawannya dari pada di rumah orang tuanya sendiri di Tulungagung. Melihat yang demikian itū, maka orang tuanya memerintahkan agar beliau mondok saja untuk mengaji dan memperdalam ilmu Agama Islam.
2.2 Guru-Guru Beliau
-
KH. Irsyad Naib Mayong Jepara sebelum pergi Haji.
-
KH. Saleh Darat Semarang
-
Sayid Umar Shatha.
2.3 Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
Sebagai seorang yang memiliki jiwa perjuangan, setelah keluar dari penjara, beliau terus terjun di tengah-tėngah masyarakat untuk menunaikan tugas kewajibart sebagai seorang pemimpin masyarakat, diantaranya beliau giat melakukan si’ar dakwah, mengajar ilmu Agama Islam dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Di antara beberapa ilmu Agama Islam yang diutamakan olėh beliau adalah mengajarkan ilmu Tauhid dan Ilmu Fiqih.
Pada tahun 1927 mendirikan Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin yang diasuh oleh beliau sendiri di atas tanah waqaf dari KH. Abdullah Faqih dan mendapat dukungan dari para dermawan dan umat Islam di Kudus.
Kegiatan beliau dalam melakukan dakwah dan mengajar ilmu Agama itu tidak terbatas daerah Kabupaten Kudus saja, akah tetapi meluas kedaerah-daerah lain antara lain sampai ke Tegal, Pekalongan, Semarang, Gresik, Cepu, dan Blora.
Demikian halnya dalam mengadakan pengaji’an, tidak hanya meliputi daerah Kabupaten Demak, Jepara dan Kudus akan tetapi sampai di daerah pelosok.
Di Pondok Pesantrennya sendiri setiap tanggal 14, bulan Hįjriyah selalu diadakan majelis nasehat, yang dinamakan, Patbelasan, dan ribuan muslimin dan muslimat mendatangi majelis ini. Namun Sayangnya terhenti karena distop oleh Pemerintah Jepang.
Setiap tanggal 29 Rabiul Awwal beliau menyelenggarakan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW bersamaan mengadakan majelis khataman al-Qur’an baik bin nadhar maupun bilghaib.
Selain itu untuk melayani kebutuhan para santri yang ada di Pondok pesantrennya, secara khusus beliau mempunyai pengajian yang antara lain :
· Khataman Tafsir Jalalain saat bulan Ramadlan di Pondok Pesantren Bendan Kudus.
· Khataman Kitab Bidayatul Hidayah dan Hikam saat Ramadlan di Tajug Makam Sunari Kudus.
· Membaca kitab Hadits Bukhari yang dilakukan setiap Jum’ah fajar dan sesudah Jamaah Shubuh bertempat di Masjid Agung Menara Kudus. Setelah beliau wafat, Kitab ini belum khatam, maka dari itu diteruskan oleh Al-Hafidh K.H. M. Arwani sampai khatam.
3. Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
-
KH. M. Zaini
-
Masy’ari.
-
H. M. Zuhri
-
Hj. Azizah
-
Alawiyah
3.2 Murid-murid Beliau
Murid-murid beliau yang menjadi ulama di antaranya:
1. KH. Ma’mun Ahmad Kudus
2. KH. Asrori Ahmad
3. KH. Abdul Halim Leuwimunding
4. Jasa, Organisasi dan Karier
4.1 Jasa-jasa Beliau
Pada zaman penjajahan Belanda beliau sering dikenakan hukuman denda karena pidatonya yang mempertahankan kesucian Islam serta menanamkan jiwa kenasionalan terhadap umat Islam, baik di Kudus maupun di Jepara.
Pada zaman penjajahan Jepang pernah dituduh menyimpan senjata api sehingga rumah dan pondok beliau dikepung oleh tentara Dai Nippon, yang akhirnya beliau dibawa ke Markas Kempetai di Pati. Semalam berada dalam tahanan di Markas, paginya dipanggil oleh Komandan Dai Nippon dengan keadaan badan terbuka dari pakaian kecuali.sarung. Anehnya tidak ditanya tentang soal senjata tetapi ditanyakan berapa jumlah istri dan anak serta cucunya. Sesudahnya beliau disuruh pulang ke Kudus.
Pada zaman awal revolusi kemerdekaan terutama pada masa menjelang agresi ke I beliau mengadakan gerakan ruhani dengan membaca shalawat nariyah dan do’a surat al-Fiil. Tidak sedikit para pemuda-pemuda kita yang tergabung dalam laskar-laskar bersenjata datang untuk minta bekal ruhaniyah kepada beliau sebelum berangkat ke medan pertahanan di Genuk, Alas tuwo dan lain-lain.
4.2 Riwayat Organisasi
Padą tahun 1924 beliau ditemui oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah Jombang untuk bermusyawarah tentang benteng pertahanan Aqidah Ahlussunnah Wak Jamaah. Akhirnya beliau menyetujui gagasan KH. A. Wahab Hasbullah dan selanjutnya bersama-sama dengan para Ulama yang hadir di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M mendirikan Jamiyah Nahdlatul Ulama, sehingga akhir hayatnya ditaati dan didukung Nahdlatul Ulama.
4.2 Karier Beliau
Pengasuh pesantren Raudlatuth Tholibin
5. Akhlak Beliau
5.1 Gemar Silahturahmi
Pada masa hidupnya beliau sangat gemar melakukan :
- Silaturrahmi, baik ditempat yang dekat maupun yang jauh, baik terhadap yang lebih tua maupun terhadap yang lebih muda.
- Amar ma’ruf nahi munkar, terhadap siapapun terutama terhadap hal yang nyata-nyata melanggar syara’, beliau tidak segan-segan memberikan peringatan dan tegoran.
- Ringan tangan bila diundang sekalipun jauh asalkan undangan yang tidak melanggar syara’.
- Setiap tahunnya dan tiada udzur, beliau pasti hadir dalam upacara Maulud Nabi yang diselenggarakan oleh Sayid Ali Al-Habsyi Jakarta.
- Selalu memberi nasehat, baik kepada siapa saja terutama kepada anak dan cucunya. Kalau nasehat (pidato) suara nya lantang, keras dan tegas sesuai dengan ajaran Syari‘at Islam, sekalipun pahit didengar tetapi manis dirasa.
6. Referensi
https://elmihrab.com
https://www.laduni.id/post/read/56256/biografi-kh-r-asnawi-kudus.html