Samin Surosentiko, Sedulur Sikep, dan Musik Dangdut

Senin (26/30/22) pagi tepat jam 07:00 saya bergegas untuk mandi pagi meskipun cuaca Silayur sangat dingin dan tidak ramah bagi orang yang jarang mandi pagi. Secara letak geografis Silayur termasuk salah satu kawasan lantai dua di Ngaliyan, maksudnya lebih tinggi dibanding daratan lokasi UIN Walisongo Semarang berdiri. Jadi maklum, cuacanya agak dingin apalagi semalaman diguyur hujan deras akhir tahun.

Setelah ritual mandi pagi yang jarang dilakukan ini selesai, saya bergegas pergi bersama beberapa kawan yang aktif di redaksi elsaonline.com untuk memenuhi undangan dari saudara penghayat kepercayaan Sedulur Sikep di daerah Undaan Kabupaten Kudus. Mobil melaju dengan cepat menembus cahaya matahari yang kian menampakkan sinarnya.

Di tengah perjalanan sembari ngobrol tipis-tipis akhirnya diputarlah lagu dangdut oleh Sidik, kawan dari Sragen. Lagu yang diputar adalah lagu-lagu Campursarinan ala musik lokal Jawa Tengah dan Jawa Timur, meskipun kurang enak ditelinga, saya mencoba ikut menikmati karena di dalam mobil cuma saya yang berasal dari Jawa Barat. Saya hanya ndereaken meskipun sesekali nyeletuk “kok enak men iki lagune,” ledek doang.

Selama perjalanan saya terus menggulirkan layar gadget untuk googling info-info penghayat kepercayaan Sedulur Sikep di Kudus. Sebelumnya memang pernah bertemu namun tidak mendalam, tidak sempet ngobrol panjang. Sependek yang saya tau ya mereka adalah penderek dan yang melanjutkan perjuangan Mbah Surosentiko dari ajaran-ajarannya seperti menyakini bahwa menjadi petani adalah sumber kehidupan untuk keperluan sehari-hari, tanah, udara dan alam semesta adalah anugrah terbesar yang didapatkan oleh orang di dunia.

Baca juga:  Memahami Pemikiran Al-Ghazali (4): Al-Ghazali Pada Periode Islam Awal

Terakhir mendengar kisah penderek Mbah Surosentiko ya waktu sowan ke Romo Aloysius Budi di UNIKA. Kebetulan beliau waktu itu cerita sedang menetili penghayat kepercayaan di lereng Gunung Kendeng.

Mbah Surosentiko memiliki konsep ajaran yang sangat luhur apalagi soal alam dan lingkungan. Romo Aloysius Budi menerangkan bahwa orang Samin itu sangat menghargai tanah dan petani mendapatkan penghormatan yang tinggi karena sudah mengolah tanah dengan baik. Tanah adalah kehidupan mengelola tanah berarti menata kehidupan dengan baik.

Akhirnya setelah melewati lubang-lubang jalanan Sayung yang kurang bersahabat tibalah di Undaan Kudus. Setelah sampai di lokasi terdengar lagu-lagu Jawa dangdut, campursari dan sesekali macapat yang dinyanyikan oleh biduan dan orang penghayat. Ternyata pemersatu umat itu bukan hanya Flo di series Kupu-Kupu Malam tapi musik dangdut juga masuk dalam list.

Saya yang hanya makmuman berjalan di belakang sambil melihat suasana lokasi ramainya acara sempat nyeletuk sama Sidik.

Dik iki acara opo to jan e,” tanya polos.

Memang sebelumnya saya hanya “ndereaken” tidak banyak tanya akan ada acara apa dan datang sebagai peserta. Kebetulan saja hari itu sedang luang tidak ada kegiatan.

Mbuh kae jare ngerumuske opo kae, Bupati juga teko,” jawab Sidik polos juga.

iki ono dangdutan, iso-iso mantu dik,” ucapku menyusul.

Tidak lama kemudian datang seorang berbusana serba hitam dan mengenakan semi blangkon menghampiri kita dan memberikan surat undangan untuk bisa masuk mengikuti acara seminar. Hingga sampai pada inti acara yaitu diskusi kegiatan pembinaan penghayat kepercayaan yang diselenggarakan secara kolaborasi oleh Pemkab Kudus, DPRD dan Badan Kesbangpol Kudus serta Penghayat Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Sedulur Sikep

Baca juga:  Mampu Memahami dan Menghormati Dengan Membaca

Setelah masuk ke lokasi acara saya melihat fenomena yang keren, para anggota penghayat mengenakan baju seragam. Laki-laki cukup memakai celana dan baju hitam dilengkapi iket kepala yang sederhana, sementara perempuan mengenakan kebaya hitam dilengkapi kain jarik batik, Sebagian dari mereka ada yang berkerudung dan Sebagian yang lain terlihat rambut panjangnya.

Aura Jawa sangat terasa, mungkin baju seragam ini adalah baju adat mereka. Saya melihat foto Mbah Samin Surosentiko di ruang tamu Pak Budi Santoso Ketua Sedulur Sikep pun mirip dengan pakaian yang dikenakan mereka. Putra-putri mereka juga mengikuti mengenakan pakaian adatnya.

Meskipun Mbah Surosentiko sudah meninggal puluhan tahun yang lalu namun aura dan ajarannya tetap hidup. Selama mereka kaum Samin masih eksis dan meneruskan perjuangan Mbah Surosentiko maka secara tidak langsung mereka menghidupkan kembali semangat Mbah Surosentiko.

Setelah pemaparan materi disampaikan, ada pemuda agak berumur bertanya melalui moderator. Ia memulai dengan mengingat perjuangan Mbah Surosentiko dan akhirnya bertanya.

Bapak Bupati, saya sangat berharap Mbah Samin Surosentiko diusulkan menjadi pahlawan nasional. Mengingat beliau juga ikut berjuang melawan penjajah Belanda,” tanya salah satu warga penghayat.

Pertanyaan tersebut adalah bentuk usulan dari saudara penghayat Sedulur Sikep yang sangat diharapkan. Mereka melihat perjuangan Mbah Surosentiko sangat luar biasa dalam melawan penjajah, ia tidak hanya melawan tapi menurunkan ajaran arti kehidupan.

Baca juga:  Rasulullah: Semua umatku akan Masuk Surga kecuali Satu Golongan

Ketua Penghayat Aliran Kepercayaan Masyarakat Sedulur Sikep Budi Santoso menceritakan perjuangan dan ajaran Mbah Surosentiko. Dalam catatan sejarah Mbah Surosentiko pernah berkata.

Tanah ini milik kalian semua karena sudah diwariskan oleh Pandawa kepada raja-raja Jawa. Belanda tidak punya seujung kuku pun hak atas tanah di sini,” ucap Budi Santoso mengutip perkataan Mbah Suro.

Seiring berkembangnya waktu pemahaman Samin menjadi gerakan besar-besaran masyarakat Jawa khususnya di Blora, Pati dan Rembang untuk membangkang terhadap kebijakan Belanda dengan menolak membayar pajak.

Menanggapi pertanyaan demikian Bupati Kudus Hartopo menyikapi dengan baik, ia mengatakan bahwa kebijakan keputusan pahlawan nasional adalah hak pemerintah pusat namun ia akan mencoba mengupayakan untuk menyampaikan usulannya.

Pada dasarnya itu (keputusan pahlawan nasional) adalah kebijakan pemerintah pusat, namun Pemkab bersama DPRD dan Kesbangpol Kudus akan mengupayakan Samin Surosentiko sebagai pelopor ajaran Samin sekaligus tokoh Sedulur Sikep dapat diusulkan menjadi pahlawan nasional,” ungkap Hartopo

Sebelum acara berakhir Pak Budi Santoso kembali mengenang jasa Mbah Samin Surosentiko, ia mengatakan Mbah Surosentiko adalah keturunan ningrat. Nama aslinya adalah Raden Kohar ia mengubah namanya demi kerakyatan untuk bisa menemani rakyat-rakyat kecil dari petani dan buruh. Dalam sejarah, pengikut ajaran Samin juga tak pernah mengusik kepercayaan lainnya dan bisa hidup saling menghormati dan berdampingan.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/af/samin-surosentiko-sedulur-sikep-dan-musik-dangdut-b246812p/