Semarang merupakan kota tua yang kaya dengan sejarah dan peradaban di wilayah pantura Jawa Tengah. Sejak masa kerajaan hingga kolonialisme, Semarang menjadi salah satu kota yang paling aktif dan ramai. Perputaran ekonomi sangat cepat, karena kota ini dilengkapi dengan alat tranformasi yang memadai dari kapal di Pelabuhan, kereta api, mobil hingga dokar. Dalam catatan sejarah, banyak tokoh sekaliber Laksamana Ceng Ho dari China pernah singgah di Semarang.
Artinya sejak zaman baheula Semarang sudah menjadi kota yang sibuk. Hal itu dibenarkan oleh bangunan-bangunan bersejarah di lintasan kawasan Kota Lama, Kauman Pasar Johar hingga pojok selatan Ambarawa yang masih berdiri dengan gagah. Selain itu juga dibuktikan dengan perkampungan yang disinggahi oleh para pendatang dari luar negeri, misalnya ada kampung Arab di Petek, kampung Pekojan yang didominasi oleh orang-orang bangsa Koja (Arab-Gujarat) dan kampung Pecinan tempat berteduhnya koh-koh China.
Penulis berziarah ke salah satu makam di Ujung Tanjung Semarang Utara atau perkampungan di belakang stasiun Poncol terdapat makam Syaikh Ujung Tanjung atau Sayyid Umar Maghribi. Nama nisbat diakhir secara otomatis mengenalkan bahwa ia berasal dari daerah Maghrib atau Maroko di Afrika yang berkebangsaan Arab. Mengutip pernyataan sejarawan Islam Agus Sunyoto, ia mengatakan sekitar tahun (1204-1435 M) ada rombongan ulama dari Maghribi datang ke nusantara diantaranya adalah Syaikh Maulana Maghribi, Syaikh Jumadil Kubro dan Syaikh Muhammad Al-Baqir atau Syaikh Subaqir.
Rombongan para ulama dari Maghribi tersebut diprediksi pernah singgah di pelabuhan lama Semarang, beberapa bukti misalnya ada beberapa makam kuno di dekat ujung laut yang nisanya bertuliskan Arab. Mereka datang lebih dulu (generasi pertama) dari Walisongo generasi pertama.
Kembali ke Makam Syaikh Ujung Tanjung, kebetulan penulis pernah berziarah ke sana. Beliau adalah ulama yang diyakini masih memiliki nasab keturunan sampai Rasulallah saw. Lokasi makamnya berada di komplek perumahan padat penduduk dan tepatnya di samping jalan kecil yang aktif dilewati warga sekitar, sehingga apabila berziarah ia akan berada di jalan tersebut. Makam tersebut tidak banyak diketahui identitasnya oleh masyarakat, sesekali penulis bertanya ke pemilik rumah samping makam, jawaban yang mengejutkan mereka tidak tau identitas makamnya. Mereka hanya sebatas tau bahwa makam tersebut sudah ada sejak dahulu.
Penulis sempat bertemu dengan Habib Rifqi bin Aziz Shahab yang sejak kecil hidup disekitar kampung ini. Menurutnya Sayyid Umar tersebut marga atau nisbatnya masih ditelusuri antara Maghribi atau Baraghbah. Ia juga mengatakan bahwa makam tersebut sudah sangat kuno sekali, bahkan lebih tua dibandingkan makam para wali di sekitar desa tersebut. Namanya Ia diyakini bukan berasal dari Semarang asli, melainkan pendatang dari negeri Maghribi (Maroko) yang berlayar sebelum Islam berkembang pesat di Nusantara. Makam tersebut dulunya sangat sederhana hanya tumpukan tanah dan ada nisannya sebelum dipertegas oleh Habib Ja’far bin Muhammad Al-Kaff dari Kudus.
Bahkan menurut warga sekitar makam Sayyid Umar Maghribi berada di dalam tembok kawasan rumah besar milik warga yang berdiri di samping makam tersebut, sehingga akses mengunjungi atau berziarah harus masuk ke kawasan rumah terlebih dahulu. Namun seiring berjalanya waktu, makam Sayyid Umar keluar dari lingkaran gedung dan berpindah keluar tembok, dan sekarang bisa terliat dari luar.
“Makamnya dulu tidak terurus. Masa hidupnya 1400an bahkan sama masjid menara masih tua makamnya. Warga banyak yang menyaksikan dulu makamnya di dalam tembok sekarang keluar tembok tanpa merubah makam,” ungkap Habib asal Semarang itu.
Habib Rifqi Shahab memperkirakan usia makam Sayyid Umar Maghribi lebih sepuh dibandingkan Masjid Menara Layur yang didirikan pada 1802 M oleh Komunitas Arab-Yaman yang tinggal di daerah kampung Melayu Semarang Utara.
Menurut Habib Rifqi beliau pernah diceritakan oleh gurunya yaitu Habib Umar Muthohar bahwa Sayyid Umar Maghribi semasa hidupnya memang ditugaskan untuk berdo’a dan terjamin diijabahnya. Sejalan dengan cerita itu, Habib Ja’far Al-Kaff menganjurkan apabila memiliki hajat yang besar untuk datang ke makam Sayyid Umar Maghribi membaca Al-Fatihah sebanyak 41x insyaallah akan diijabah doanya.
Karomah makam tersebut dikenal sebagai pengkabul hajat yang motifnya kebutuhan. “Siapa saja yang punya hajat datang kesana membaca Fatihah 41x. Syaikh Ujung Tanjung ini keramatnya rata-rata soal kebutuhan kalau kata guru saya Syaikh Ujung Tanjung itu memang semasa hidupnya tugasnya adalah mengangkat tangan (berdoa),” pungkas Habib Rifqi
https://alif.id/read/af/napak-tilas-makam-sayyid-umar-maghribi-di-semarang-utara-b246842p/