Santri dan Dakwah Digital: Yang Waras Jangan Mengalah

Tawuran antar remaja, kumpul kebo dan pergaulan bebas di antara muda-mudi, bahkan yang terbaru seorang menantu selingkuh dengan mertua, dan masih banyak contoh lainnya. Berikut adalah contoh-contoh bentuk perilaku sangat buruk dan sebuah dekadensi moral yang terjadi di masyarakat Indonesia khususnya di kalangan pemuda dan pemudi Indonesia.

Era modern dengan konsekuensi kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi memang membuka sisi-sisi positif kehidupan. Namun sisi-sisi negatif tidak hanya perlu kita minimalisir namun juga perlu kita hindari. Sisi-sisi negatif yang telah penulis sebut di atas bisa jadi dampak yang terjadi secara tidak langsung dari era digital. Dampak langsung yang diakibatkan oleh teknologi dan keterbukaan informasi secara langsung seperti prostitusi online, perdagangan manusia secara online, penipuan online, pornografi, kejahatan siber, judi online dan masih banyak lainnya.

Kita memang tak mungkin meninggalkan kecanggihan teknologi dan keerbukaan informasi di tengah era ini. Ini bisa membuat kita terasing dari kehidupan dan dapat mempersulit kehidupan. Karena fungsi atau sifat teknologi sendiri mempermudah kehidupan. Sudah sering perumpamaan yang kita dengar terkait teknologi, bila ia seperti pisau bermata dua. Ia dapat digunakan untuk mempermudah kehidupan, tapi akan mengahancurkan kita bila tidak bijak dalam menggunakannya.

Teknologi dapat dijadikan sarana untuk berdakwah jika kita pandai mengelola dan menggunakannya. Saat ini banyak sekali yang memanfaatkan teknologi untuk berdakwah. Di antaranya seperti ngaji online dan konten-konten bernilai Islami. Banyak sekali lembaga-lembaga seperti pondok pesantren yang menggelar ngaji online. Biasanya ini dijumpai lewat medsos. Bisa facebook, instagram, tiktok dan youtube. Nahdlatul Ulama (NU) sendiri mempunyai website atau portal online yang digunakan untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang moderat.

Baca juga:  Kiai Muhammad Tidjani Djauhari dan Jimat Pendidikannya

Meskipun fenomena seperti ini seperti oase di padag pasir, setidaknya sudah ada penyegaran dalam usaha untuk mencerahkan dan membimbing masyarakat Indonesia khususnya umat Islam Indonesia untuk lebih baik dan mengenal ajaran-ajaran Islam secara praktis dan lebih jauh lagi.

Butuh keteguhan niat dan usaha yang sungguh-sungguh agar Islam lebih mudah dijangkau dan dimengerti oleh umat Islam sendiri. Selain adanya ngaji yang dilakukan dengan konvensional secara tatap muka seperti biasanya, perlu juga di-online-kan agar menjangkau lebih banyak khalayak. Lalu, memperbanyak konten-konten keislaman baik yang disebarkan lewat tulisan seperti website, atau video-video lewat tiktok, youtube dan facebook dan sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh Alif.Id saat ini.

Memang sekarang eranya bukan seperti dulu lagi, apalagi sejak pandemi kemarin, banyak orang yang tidak bisa ke mana-mana. Sehingga hiburannya atau bahkan banyak tergantung dengan gadget. Sehingga umat Islam khususnya, harus mengikuti irama zaman yang mengharuskan dakwah atau amar makruf nahi mungkar bil teknologi. Kalau menurut Mbah Yai Mustofa Bisri (Gus Mus), “yang waras jangan mengalah,” tapi harus bertindak. Karena memang eranya yang mengharuskan demikian.

Di saat moral negeri ini mulai rapuh dan lunglai. Ada satu benteng yang menjadi pusaka Indonesia pada hari ini. Benar, pesantren merupakan kawah candradimuka, tempat para santri-santri belajar ilmu agama. Menjadi orang yang berintegeritas dan berkarakter. Di saat dunia luar pesantren mengalami degradasi dan dekadensi moral, pesantren dengan konsisten dan stabil tak terpengaruh sama sekali. Bahkan menjadi garda terdepan dalam mencegah dan menanggulangi akibat gempuran pihak-pihak amoral era modern.

Baca juga:  Peradaban Kuliner Islam; dari Santri sampai Jamuan Khalifah

Sebuah tulisan Gus Dur dalam buku Islam Kosmopolitan, jika tidaklah tepat untuk menggunakan istilah drop out bagi para santri yang tidak menyelesaikan pelajaran di pesantren dan tidak mampu mendirikan pesantren sendiri. Selama ia dapat diolah menjadi manusia yang tunduk pada tata nilai yang berlaku di pesantren, tempatnya dulu belajar, dengan harapan ia akan mampu berpegang pada tata nilai itu dalam hidupnya di masyarakat luar nanti, ia dianggap telah berhasil menjadi santri yang baik.

Jadi seorang santri dikatakan behasil bila ia mampu memegang dan menjadikan nilai-nilai yang berlaku di pesantren menjadi prinsip hidupnya, maka ia dikatakan berhasil. Tentunya nilai-nilai itu begitu kompleks dan terlampau panjang unuk diuraikan di sini. Sederhananya akhlak, adab dan moral merupakan sebuah keniscayaan yang tak dapat lepas dalam diri seorang santri.

Lalu apa hubungannya dengan era modern ini? Jelas nilai-nilai yang dianut santri ketika masih di pondok pesantren menjadi penting dalam bermasyarakat di masyarakat yang begitu awam terkait ajaran Islam. Di sini peran santri mutlak dibutuhkan. Menghiasi lingkungan masyarakat dengan nilai-nilai yang ia pegang, ditambah tugas saat ini, menjernihkan dunia maya dari gejolak yang dibuat oleh kelompok-kelompok ekstrim kanan maupun kiri.

https://alif.id/read/ahmad-solkan/santri-dan-dakwah-digital-yang-waras-jangan-mengalah-b246937p/