Laduni.ID, Jakarta – Keterangan lanjutan kitab risalah al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah ibn Alawi ibn Muhammad al-Haddad adalah mengisi waktu dengan perbuatan ibadah, sehingga siang maupun malam tidak berlalu begitu saja tanpa kebaikan. Dengan demikian, akan tampak keberkahan waktu dan faedah usia, juga berlanjut mendekati pertemuan dengan Allah SWT. Adapun untuk berbagai kebiasaan sehari-hari seperti makan, minum, dan mencari nafkah, seyogianya disediakan waktu tersendiri yang teratur.
Ketahuilah, tidak ada sesuatu pun akan menjadi sempurna dengan sikap acuh tak acuh, tak satu pun akan menjadi baik dengan sikap lalai.
Imam al-Ghazali berkata;
“Sebaiknya anda membagi-bagi waktu dan mengatur wirid-wiridmu dengan menetapkan waktu tertentu bagi setiap kesibukan, hendaknya tak anda langgar ataupun utamakan sesuatu atas yang lain di dalamnya.”
“Adapun seseorang membiasakan dirinya tanpa disiplin tak ubahnya seperti hewan-hewan yang mengerjakan apa saja, di waktu apa saja, dan dengan cara apa saja, sehingga sebagian besar waktunya akan hilang tak berguna.”
“Sedangkan waktumu adalah bagian dari usiamu dan usiamu adalah modalmu, tumpuan perdaganganmu, dan dengannya anda dapat meraih kenikmatan abadi di sisi Allah SWT. Oleh sebab itu, setiap embusan napasmu adalah permata baiduri tak ternilai harganya bila hal itu telah berlalu, tak akan kembali lagi.”
Wirid yang dimaksud oleh Imam al-Ghazali adalah; doa, zikir, ayat-ayat Al Quran, atau shalat, dan amal-amal ibadah lainnya yang dibaca atau dikerjakan pada waktu-waktu tertentu setiap harinya.
Keterangan selanjutnya, bahwa tidak sepatutnya kita hanya menghabiskan semua waktu untuk satu ‘wirid’ saja, meskipun dalam anggapan kita hal tersebut merupakan yang paling utama. Sebab, dengan demikian anda akan kehilangan keberkahan-keberkahan dari berbagai wirid yang berlainan.
Setiap wirid memiliki kesan tersendiri dalam jiwa seseorang, di samping nur, ada bekal semangat serta kedudukan mulia yang khusus dari Allah SWT. Selain itu, bila berpindah dari satu wirid ke wirid lainnya, niscaya akan terhindar dari perasaan bosan dan malas. Ibn Atha’ al-Syadzili berkata;
“Karena Allah SWT mengetahui kemungkinan datangnya perasaan bosan dalam dirimu, ia pun menetapkan berbagai ragam dalam sarana ketaatan kepada-Nya.”
Ketahuilah, bahwa wirid-wirid mempunyai pengaruh amat kuat dalam menerangi kalbu dan mengekang anggota tubuh. Akan tetapi, hal itu tidak akan tampak jelas kecuali setelah dilakukan berulang-ulang dan terus-menerus wirid.
Seperti contoh ada amalan wirid berupa 1000 kali bacaan bismillah yang diijazahkan oleh KH. Sobari untuk memperlancar kelulusan dalam ujian. Bacaan wirid ini pun dianjurkan untuk dibaca tiap setelah shalat fardhu. Bisa jadi, fokus wirid adalah bukan pada isi wirid yang dibaca atau dikerjakan, tetapi lebih menekankan kepada kesinambungan amalan tersebut. Karena amal yang berkesinambungan atau istikamah di sisi Allah lebih mendapatkan perhatian meskipun amal tersebut sedikit daripada amal banyak tetapi tidak istikamah.
Maka jika anda tidak termasuk orang-orang yang melewatkan seluruh malam dan siang dalam tugas amal kebajikan, paling sedikit anda harus menjadikan beberapa wirid untuk diri anda yang dikerjakan secara teratur pada waktu-waktu tertentu.
Jika pada suatu saat, dan karena suatu alasan, anda tidak mengerjakannya, hendaknya anda menggantinya di waktu lain. Sehingga dengan demikian menjadi terbiasa bagi dirimu untuk berpegang teguh padanya.
Telah berkata Sayyidina al-Syaikh Abdurrahman Assegaf r.a.:
“Barang siapa tidak memiliki wirid, sama saja ia dengan seekor monyet.”
Seorang ‘arif telah berkata:
“Pancaran karunia Ilahi, datangnya melalui wirid-wirid. Maka barang siapa tidak memiliki wirid dalam kehidupan lahiriahnya, pasti tidak beroleh pancaran itu dalam kehidupan batiniahnya.”
Sumber:
kitab risalah al-Mu’awanah
__________________________________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada 2018-08-08. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
https://www.laduni.id/post/read/43874/pentingnya-membiasakan-diri-dalam-wirid.html