Biografi Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad Naqib

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Nasab
1.4       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Masa Menuntut Ilmu
2.2       Guru-Guru

3         Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1      Perjalanan Hijrah dari Basrah ke Hijaz
3.2      Perjalanan Hijrah dari Hijaz ke Hadramaut
3.3      Perjuangan Dakwah

5         Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad al-Muhajir lahir 273 H / 853M dan besar di Iraq

1.2 Riwayat Keluarga
Beliau menikah dengan seorang perempuan yang masih sepupunya sendiri bernama Zainab bin Abdullah bin Hasan al Uraidi dan dikaruniai 12 anak yang kelak akan menjadi penerusnya, antara lain:

  1. Muhammad (Keturunannya tersebar di negri Baghdad )
  2. Abdullah / Ubaidillah (Abu Alawy). Lahir di Basrah dan meninggal pada 383 H di Somal, Yaman.[3]
  3. Basri
  4. Jadid
  5. Alwi al-Awwal
  6. Muhammad Sohibus Saumi’ah
  7. Alwi ats-Tsani
  8. Salim
  9. Ali Khali’ Qasam
  10. Muhammad Shahib Mirbath
  11. Abdullah
  12. Husain

Semua para sayyid dari keluarga Ba Alawi, Hadramaut bernasab dari beliau. Bahkan para Walisongo di Indonesia juga adalah keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa.

1.3 Nasab
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad Naqib masih keturunan dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW:

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW
  2. Sayyidah Fatimah Az-Zahra Istri Sayyidina Ali bin Abi Thalib
  3. Al- Imam Husein
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shodiq
  7. Al-Imam Ali Uraidhy
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir

1.4 Wafat
Beliau wafat pada tahun 345 H / 956 M di Husayyisah, sebuah kota sela Tarim dan Seiyun, Hadramaut. Makam beliau di atas sebuah bukit umumnya salah-satu yang pertama kali diziarahi oleh para pengunjung yang datang ke Hadramaut.

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1 Masa Menuntut Ilmu
Beliau menuntut ilmu di Basrah Irak dengan ayahnya Isa ar-Rumi, kemudian berguru kepada ulama-ulama lainnya

2.2 Guru-Guru

  1. Isa Ar-Rumi
  2. Ibnu Mundah Al Asbahani, Abdul Karim Al Nisai
  3. Imam an-Nabilisi al-Bashri 
  4.  Asy-Syeikh Abu Thalib Al-Makky

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Hadramaut di Yaman, Khususnya kota Tarim, terkenal sebagai Gudang Para Ulama besar, Aulia dan Sufi. Mereka semuanya bermuara / keturunan Al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa.

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad Naqib adalah sesepuh para Ahli ibadah dan Mujahid, pemegang aqidah yang lurus, dengan ahlaq terpuji, mempesona setiap kali menyampaikan tausiah. Pesona itu terpancar, misalnya ketika beliau menasehati saudara beliau, Al-Imam Muhammad bin Isa, yang berkedudukan tinggi dan kaya raya, agar mengalihkan pada urusan-urusan akhirat, dan diterima dengan baik. Imam Ahmad Muhajir sendiri juga berkedudukan tinggi dan kaya raya, namun hal itu tidak memalingkan hati beliau dari ibadah. Justru sebaliknya, beliau semakin kuat beribadah, dan rajin menyampaikan tausiah kepada orang-orang yang tersesat.

Sejak kecil, wajah beliau sudah mengguratkan kepiawaian, kedamaian, dan kebahagian. Beliau juga berkemauan keras, terutama dalam beramal kebajikan. Jauh sebelum terjadi kekacauan politik maupun perbedaan faham dibidang agama yang terjadi di Iraq. Allah SWT telah memberitahukan beliau agar memalingkan diri dari urusan dunia, dan lebih memperhatikan urusan akhirat.

3.1 Perjalanan Hijrah dari Basrah ke Hijaz
Kala itu, tahun 255 H / 869 M, di masa pemerintahan Khalifah Al-Muhatadi dari Dinasti Abbasiyah; ketika menyaksikan terjadinya fitnah, bencana dan kedengkian telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid’ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, sebagaimana telah disebutkan oleh Ash-Shuli: ” Sesungguhnya jumlah orang yang terbunuh pada musibah yang terjadi sebanyak 1,5 juta orang, diantaranya seorang pembesar dari mereka yaitu Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin”, di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah , maka disebabkan oleh hal-hal tersebut beliau hijrah dari negeri Iraq ke negri Hadramaut sebagaimana kakek beliau Nabi Muhammad Rasulullah SAW hijrah dari Makkah ke Madinah.

Pada waktu itu, Kota Bashrah kehilangan keelokan dan keeksotisannya, ketenangan pun lenyap meninggalkannya. Hal itu bermula semenjak Al-Imam Ahmad Al-Muhajir masih muda dan berlanjut hingga memasuki usia dewasa. Ketika Bashrah tak lagi bersahabat, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir mulai mencari tempat untuk menyelamatkan para keturunannya.

Maka pada tahun 317 H / 897 M, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir pun memutuskan berhijrah dari Basrah ke Madinah. Menurut Al-Allamah Muhammad bin Salim Al-Bijani dalam kitabnya ” Al-Asy’ah Al-Anwar ” mengatakan bahwa: ” Sesungguhnya dari kalangan keluarga Ali yang pertama kali datang ke Hadramaut adalah Al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau hijrah dari Basrah menuju Madinah bersama keluarganya yang berjumlah 70 orang “.

Dengan iringan ratap tangis penduduk Basrah, Khalifah besar itu menuju Hijaz, nama kawasan Mekkah, Madinah dan sekitarnya kala itu. Ketika beliau berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin Al-Hasan bin ‘Ali al-‘Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah. Turut serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy.

Ikut serta bersama Al-Imam Ahmad hijrah dari kota Basrah ke kota Madinah kakek dari Bani Ahdal (keturunannya antara lain Ali bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Jamzam bin Auf bin Al-Imam Musa Al-Kadzim) dan kakek dari Bani Qudaim ( diantara keturunannya adalah Muhammad Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Al-Imam Musa Al-Kadzim), sedangkan anak Al-Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Al-Imam Ahmad Al-Muhajir, sampai beliau mendapat tempat dan menetap di sana.

Turut pula dua anak lelaki dari paman beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang. Al-Imam Al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.

Sampai di Madinah, mereka bermukim selama setahun. Ketika itu bulan Zulhijah 317 H / 897 M, di Mekah terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh kaum Qaramithah pimpinan Abu Thahir bin Abi Sa’id. Mereka berhasil menjebol Hajar Aswad dari tempatnya di salah satu pojok Ka’bah. Tapi 23 tahun kemudian, mereka mengembalikan Hajar Aswad tersebut.

Dalam kerusuhan itu, Kaum Qaramithah tidak segan-segan merampok, merampas harta benda dan membunuh penduduk Mekah. Setahun kemudian setelah keadaan tenang, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir dan pengikutnya berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekah, melakukan ibadah haji. Di sanalah, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir beserta rombongannya bertemu dengan para jamaah haji dari Tuhaim dan Hadramaut. Mereka penduduk Hadramaut memberi tahu fitnah Khawarij yang sedang mereka alami. Mereka juga meminta Al-Imam Ahmad Al-Muhajir untuk pergi ke Hadramaut bersama-sama.

3.2 Perjalanan Hijrah dari Hijaz ke Hadramaut
Dari Makkah beliau pergi ke Hajrain Hadramaut dan membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pindah ke daerah Husaisah yang jaraknya kira-kira setengah marhalah dari Tarim dan terletak sebelah Timur Syibam.

Berkata Muhammad bin Salim: ” Daerah yang pertama kali disinggahi Al-Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Al-Imam Ahmad. Negeri Jubail terletak di Wadi Du’an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi’ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari Suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Al-Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya.

Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (Al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata”.

3.3 Perjuangan Dakwah
Di Yaman beliau meninggalkan anak pamannya yang bernama Sayyid Muhammad bin Sulaiman, datuk kaum Sayyid Al-Ahdal. Al-Imam Al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar petunjuk dari Allah SWT, sebab kenyataan menunjukkan, setelah beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita. Penduduk yang awalnya bodoh berubah menjadi mengenal ilmu. Al-Imam Al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan kaum khawarij hanya dengan dalil dan argumentasi. Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Al-Imam Al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW.

Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah SAW sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri. Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut.

Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah SAW melalui puteri beliau Siti Fatimah Az-Zahra dan Al-Imam Ali bin Abi Thalib. Al-allamah Yusuf bin Ismail Al-Nabhany dalam bukunya Riyadhul Jannah mengatakan: ‘Kaum Sayyid Al-Ba Alwiy oleh umat Muhammad SAW sepanjang zaman dan di semua negeri telah diakui bulat sebagai ahlul-bait nubuwah yang sah, baik ditilik dari sudut keturunan maupun kekerabatan, dan mereka itu adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu pengetahuan agamanya, paling banyak keutamaannya dan paling tinggi budi pekertinya’.

Mengapa beliau memilih Hadramaut, yang panas, tandus dan kala itu terputus hubungan dari dunia luar? Pemilihan kawasan tersebut didorong oleh hasratnya untuk hidup tenabg dan tenteram bersama keluarga dan pengikutnya. Tapi juga untuk membentuk komunitas masyarakat baru di suatu kawasan baru yang sesuai dengan ajaran islam. Namun kehadirannya di Hadramaut bukan berarti berakhirnya tantangan berdakwah.

Pada tahun-tahun pertama di Hadramaut, beliau menghadapi ancaman para pengikut Mazhab Ibadiah. Karena tidak berhasil mencapai kesepahaman dan perdamaian, beliaupun terpaksa mengangkat senjata melawan mereka. Meskipun jumlah pengikutnya tidak terlalu besar, semangat perjuangan mereka cukup tinggi. Apalagi penduduk Jubail dan Wadi Dau’an juga mendukungnya, sehingga Kaum Ibadiah tersingkir.

Dakwah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir, yaitu hidup sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Lambat laun diamalkan penduduk. Bahkan sejumlah tokoh terkemuka kaum Ba’Alawi menjalani hidup sebagaimana dicontohkan oleh para sahabat di zaman Rasulullah SAW. Ini berpengaruh positif kepada masyarakat Hadramaut di kemudian hari. Mereka inilah yang dibelakang hari dikenal sebagai Ulama Salaf, yakni para Ulama terdahulu yang saleh.

Ketika itu peran keluarga Ba’Alawi dalam berdakwah dan memberi contoh hidup sesuai dengan syari’at merupakan modal besar dalam syi’ar islam. Sampai-sampai Ulama besar Al-Imam Fadhl bin Abdullah berkata:

“Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah SWT. Barang siapa yang tidak menaruh rasa husnudzan ( baik sangka ) kepada keluarga Ba’Alawi, tidak ada kebaikan padanya.”

Mengenai hijrahnya Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam bukunya ‘Risalatul Muawanah’ mengatakan: Al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Al-Imam Ja’far Shadiq, dengan maksud memelihara keturunan dari pengaruh buruk dan kesesatan yang nyata yang telah mewarnai kehidupan kekhalifahan Bani Abbas, berhijrah dari Basra ke Hadramaut pada tahun 317 H dan wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Al-Imam Ahmad bin Isa mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy).

Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah Al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin.

Sedemikian tinggi penghargaan masyarakat kepada keluarga Ba’Alawi, sampai-sampai Sulthanah binti Ali Az-Zabidy, penguasa Hadramaut, konon bermimpi melihat Rasulullah SAW masuk ke dalam rumah salah seorang keluarga Ba’Alawi sambil berkata:

”Ini rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta.”

Hijrah ini membawa perubahan dan dampak besar. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir yang merupakan keturunan ke-9 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah menyelamatkan generasi keturunan Nabi, serta menyelamatkan akidah Islam ahlussunnah wa al-jama’ah. Tidak hanya itu, beliau bahkan berhasil memperkokoh bangunan keyakinan yang benar itu. Hal itu awalnya memang di Hadhramaut, namun dari titik inilah keberhasilan dakwah ahlussunnah wa Al-jama’ah itu berasal. Dan itu semua berkat kerja keras penuh kesabaran Al-Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir ilallah dalam mengembangkan dakwah islam di Hadramaut.

Keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Hadhramaut, khususnya di kota Tarim, telah menjadi pejuang dan juru dakwah Islam yang tangguh. Kota Tarim yang sebelumnya juga telah dihuni oleh para ‘alim dari keluarga Al-Khatib dan Ba Fadhal, makin bersinar dengan bermukimnya keturunan Baginda Rasul dari jalur Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ini. Berkat perjuangan Al-sadah Al-‘awalwiyyin yang mulai menempati Tarim sejak 461 H, kota ini dikenal sebagai pusat ilmu dan penyebaran Islam.

Pakar sejarah mengatakan demikian, karena melalui perantau yang berasal dari Tarim pada khususnya, dan Hadhramaut pada umumnya, Islam menyebar hingga ke wilayah timur Asia, yakni India, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Pilipina, Singapura, juga ke belahan Afrika, di antaranya Kongo, Somalia, Tanzania, dan Sudan.

Wali Songo yang sangat tersohor di Indonesia, sebagian besar leluhurnya berasal dari kota ini. Yang dimaksud adalah Sayyid Muhammad Shahib Mirbath dan Sayyid Ali Khali’ Qasam. Keduanya keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir.

5.  Referensi

“Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin”
Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher
 

https://www.laduni.id/post/read/73517/biografi-al-imam-ahmad-al-muhajir-bin-isa-ar-rumi-bin-muhammad-naqib.html