Kala Rindu Menyapa Malam

KALA
RINDU MENYAPA MALAM

Oleh
Kang Ide

Wahai
malam sampaikan salam rinduku ini kepada kekasih tercinta sudah lama aku
merindunya dalam jiwa-jiwa resah akan kedatangannya. Ingin kurindukan dia dalam
setiap mimpi-mimpi malam. Wahai malam dinginnya udara ini menambah rasa rindu
ini menggebu-gebu kepada kakanda yang pergi bersama angin malam saat itu. Tak
akan kulupakan wajahnya yang penuh senyuman ikhlasnya. Mata bulat rambut hitam
lurus dan penampilan sederhana apa adanya semakin membuat aku merindunya
sepanjang malam. Duh angin malam seandainya kau mampu menyampaikan salam rindu
padanya tentu aku akan merasa manjadi manusia sempurna. Oh bulan yang sedang
bersinar malam ini sinarilah hatiku yang terbakar rindu membara pada yang
tersayang kepada seseorang yang telah membuat aku jatuh cinta kepadanya karena
kepolosannya.

Oh
malam akankah dia yang kurindu itu akan merinduku seperti aku. Akankah dia
menginggat wajah melankolis ini, akankah dia ingat kenangan itu saat dia
memberi sebuah selembar surat berisi syair-syair puisi cinta begitu indah,
menyentuh dan membuat sukma melayang ke angkasa. Begitu bahagianya aku saat dia
kecup kening ini ketika aku jatuh sakit. Oh dia dan dia sederhana dan tak
neko-neko laksana air tenang begitu menentramkan hati ini.


Adinda, abang harus berangkat. Ini adalah tugas dan kewajiban sebagai tentara.”
Sambil mengemasi tas renselnya yang sudah penuh dengan baju dan perlengkapan
perangnya, ucap kakanda saat itu. Aku hanya bisa merangkul tubuhnya dan betapa
nanti aku akan meridunya setengah mati. “ Jangan lupa nanti kalau sudah tiba
disana calling adinda ya. Betapa
besar aku mencintaimu. Jangan pernah kau lupakan aku dalam setiap malammu
mimpikanlah aku selalu.” Suara serak, tak terasa airmata jatuh berlinang dalam
seragam dorengnya.  Sungguh kakanda,
akankah aku sanggup melewati hidup ini tanpa kau disisiku. Semakin menderaslah
airmata ini saat dia mau melangkahkan kakinya keluar kamar. “ Sabarlah, setiap
manusia hanya bisa berharap dan berdoa. Tentu kakanda akan kembali nanti bila
yang diatas mengijinkan. Hidup dan mati itu hanyalah milik-Nya.” Tegasnya.

Semakin
dia berkata begitu maka semakin eratlah tanganku mendekapnya seakan-akan tak
ingin kulepaskan dia dalam hidupku. Tangan kekar mengangkat wajah ini lalu
ditatapnya mataku dengan sorot tajam. “ Adinda, yakinlah akan kekuasaan-Nya.
bila malam telah berlalu masih ada pagi yang kan menghiburmu dalam kerinduan.”
Dikecupnya pipiku, lalu dibelai rambut ini dengan kemesraan. Entah sudah berapa
lama airmata ini jatuh berlinang namun tak jua pula habis dari kedua belah mata
ini. Kuantarkan kakanda didepan pintu pagar rumah dengan senyuman kesedihan,
kukecup tangannya seraya kubisikkan, “ Tiada hari seindah hari-hari lalu
setelah kau pergi dari sini.” Dia pun membalasnya, “ kenangan saat bersamamu
akan selalu kubawa dalam setiap mimpi-mimpi itu” diapun pergi pelan-pelan
meninggalkan rumah sambil melambaikan tangannya dan akupun membalasnya.
Sesekali dia menengok kebelakang manatapku yang berlinang airmata. 

Kepergiannya
kemedan perang membuat hati makin tak menentu dengan keadaan disana. Tiga hari
sekali dia menelponku dengan suara polosnya dan betapa merindunya dia kepadaku.
Tiap malampun aku tak mampu tidur, yang terlakukan hanyalah bingung membuat
kalimat-kalimat SMS tentang kerinduanku kepada kakanda tercinta. Dan diapun tak
kalah menjawab SMS dengan keromantisan sederhana bahkan terkadang SMS lucu agar
aku tak terlalu memikirkannya. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini SMS nya
membuat aku merinding dan berpikir jauh kedepan. Katanya dia sekarang disana
ikut pengajian rutin membahas tentang kajian Islam lebih mendalam. Dia merasa
bahwa agama Islam yang dianutnya saat ini sangat masih kurang, dia ingin
belajar agama Islam secara sempurna tidak setengah-setangah dan tidak seperti
yang dulu dia ketahui Islam hanyalah sholat, puasa, zakat dan haji tapi islam
yang kaffah yang menyangkut rahmatan lil alamin berguna bagi alam semesta.

SMSannya
berisi nasehat-nasehat cinta untuk selalu mencintai Allah semata. Dan airmata
ini entah mengapa mengalir begitu tiba-tiba saat dia menuliskan SMS, “ Adinda
sayang, adinda tercinta sungguh alangkah bahagia hati ini jika pujaan hati mau
mengenakan penutup aurat. Betapa cantikmu dua kali lebih dari biasanya jikalau
itu terjadi.” Betapa bahagianya aku sebagai wanita, apa yang ingin kulakukan
sejak aku masih duduk di SMA ternyata ada yang mendukung. Apakah ini yang
namanya jodoh impian tak lari kemana. Atas sarannya saat ini kukenakan jilbab,
atas sarannyapun seminggu sekali aku mengikuti pengajian.

SMS nya
yang terakhir mengatakan bahwa dua hari lagi kakanda akan segera kembali. Duh
riang hati ini kerinduan selama sembilan bulan lebih akan segera terobati aku
akan bertemu dengan lelaki yang telah menjadi imam dalam hidupku. Entahlah
persiapan apa saja yang harus aku lakukan jika dia menatap mata ini. Yang jelas
aku sudah berubah berkat bantuannya sampai akhirnya kumendapatkan hidayah-Nya.
Hari yang ditunggupun tiba dalam SMS dia akan datang kira-kira pukul sepuluh
pagi karena berangkat dari bandara Ambon sesudah subuh. Perasaan ini tak
menentu setiap detiknya. Pikirin ini melayang kemana-mana, bagaimanakah
wajahnya lalu rambutnya dan bagaimanakah dengan badannya kuruskah atau semakin
gemuk dan kulitnya hitamkah atau masih kuning langsat seperti dulu. Kaki ini
pun juga tak sabaran menanti suami tercinta didepan pintu rumah sesekali duduk
dikursi dan sesekali berdiri lalu mondar-mandir tak menentu. “ ah lebih baik
aku menyiapkan minuman untuk sang suami tercinta dari pada kesana kesini dalam
rumah tiada tentu” pikirku. 

Kakipun
melangkah menuju ruang dapur dan ketika baru saja kaki ini akan melangkah,
terdengar ketukan dan salam. Telinga ini sudah hafal betul dengan suara polos
itu, tubuh pun berputar menghampiri suara itu dan kedua mataku dengan mata
kakanda pun saling beradu. Dengan senyum terkejut dan hampir tak percaya dia
menghampiriku dipandanginya tubuhku dari ujung jilbab yang kukenakan samapi
ujung kaki yang telah tertutupi oleh kaos kaki penutup aurat. Ditatapnya jilbab
besar dan gamis yang kukenakan dengan motif coklat polos. Inikah istriku,
Subhanallah Allahu Akbar benarkah ini istriku yang dulu sekarang berubah jadi
sosok wanita sholehah. Dipeluknya diriku seperti waktu dia meninggalkanku untuk
berperang. Kulepaskan tangannya dan kuperhatikan pula sang suami tercinta dari
ujung kepala sampai ujung kaki. Dulunya dia tidak berjenggot sekarang sudah
berjenggot panjang, ditengah keningnya ada tanda hitam sebagai tanda sujud lama
pada sang Kuasa. Dan lihatlah! Celananya telah berubah ukuran dulu selalu
mengenakan celana kepanjangan dan kini diatas mata kaki yang tak kalah
bahagianya adalah tatapan matanya begitu teduh betapa setiap orang akan
merasakan keteduhan dan kesabaran dalam diri kakanda tercinta.

Dua
bulan sudah kakanda sekaligus suami tercinta bersamaku dan hari-hari terlewati
lebih mengesankan dan menyejukan jiwa. Dia selalu mengajarkan aku tentang agama
islam dengan sabar dan tekun. Terkadang diskusi tentang masalah umat dan setiap
malam dia selalu membangunkan aku untuk sholat malam. Hari-hari yang diimpikan
oleh setiap wanita memiliki keluarga sakinah, mawadah dan warahmah dan sudah
kurasakan. Inilah hidup yang sesungguhnya, hari-hariku penuh warna warni
menyelimuti setiap waktu. Sekarang semua telah berubah rumahku telah aku rubah
menjadi istana surgawi ala islami. Tiada kata-kata menyakiti saat bersamanya
tapi nasehat syari yang kudapatkan. Betapa bahagia dan bahagianya hati ini.

Tengah
malampun tiba, seperti biasanya sang suami tercinta membangunkan dengan kasih
sayangnya dibelainya wajahku sambil berbisik ke telinga, “ sayang Allah telah
menuggu kita di jannah-Nya.” dengan malasnya aku segera bangun dan berwudhu
sedangkan sang pujaan jiwa sudah terlarut dengan dzkirnya. Jam setengah empat
pagi tepat kami telah menyelesaikan sholat malam itu betapa indahnya hari-hari
jika terus begini jika hati terus mencintai Allah selalu. Tiba-tiba suamiku
berbalik menghadapku dan melambaikan tangannya, kakanda tercinta memintaku
mendekat, dia ingin mengatakan sesuatu. “ istriku sayang, benarkah hidup dan
mati itu hanya milik Allah semata” dia memulai pertanyaan kupandangi dulu
matanya lalu akupun hanya mengaggukan kepala. “ benarkah hidup dan mati itu
hanya demi tegaknya Islam, wahai bidadariku “ dan kepala inipun hanya
mengaggukan kepala saja. “ ketahuilah istri tercinta pagi ini aku akan pergi
meinggalkanmu sendiri lagi, aku akan pergi berjuang di Poso bersama ikhwan yang
lainnya.” Kali ini bukan anggukan yang aku lakukan tapi yang menjawab adalah
butiran bening yang keluar dari kedua kelopak mata. “ cintamu dan cintaku hanya
bermuara pada satu saja yaitu Allah semata dan sungguh cinta ini hanyalah milik
Allah, ijinkanlah aku berjuang demi tegaknya kalimat Allah di bumi ini”  airmatapun mengalir makin deras seperti
tetesan hujan rintik-rintik makin lama makin deras mengguyuri bumi yang kering.

Kupandangi
wajahnya dengan perasaan antara berat dan yakin akan kekuasaan-Nya dengan
kekuatan penuh kuanggukan kepala dan kupasrahan semuanya kepada Allah Swt.
Didekapnya aku erat dan erat sekali seakan-akan tak ingin terlepas dari
dekapannya. Dan kali ini bukan aku yang mendekapnya seperti saat aku merelakan
kepergiannya ke Ambon sewaktu dia jadi tentara. Inikah artinya cinta sejati
disaat sang kekasih merelakan kepergiannya dengan ikhlas untuk menegakkan
panji-panji Islam. Entahlah kekuatan darimana yang muncul ada didalam diri saat
dia menangis dipundakku, kusemangati dia, kupegangi tangannya dan kuucapkan,
apalah arti hidup didunia jika kita harus lemah karena cinta. Hapuslah airmata
mu, tunjukan bahwa engkau adalah prajurit-prajurit Allah yang berani mati
karena-Nya.” Dia pun memelukku erat dan kali ini lebih erat sekali,”terima
kasih istriku tercinta” bisiknya dengan tegas, kurasakan mukena ini basah
karena airmatanya. Udara malam ini sungguh dingin dan lembut sekaligus
merontokan tulang-tulang manusia yang tiada berpakaian tebal begitu pula hatiku
yang telah rontok akan kepergian suami tercinta nanti tapi kerontokan ini juga
telah membuatku menjadi wanita yang kuat dan tegar dan belajar lebih dalam
tentang arti keihlasan. 

Semenjak
kepergiannya yang kedua kali itu malam-malam ku berubah tak menentu. Sepi yang
terasakan, rindu tak tertahankan dan kenangan cinta yang terbang kemana-mana.
Inikah yang dinamakan rindu berkepanjangan. Ya Allah mengapa dia yang tercinta
tiada terdengar kabar anginnya. Ya Allah rinduku sudah terlalu lama menanti.
Malamku kini tak berasa yang terasa hanyalah dinginnya malam yang semakin
membuatku selalu terkenang padanya. Duh, Allah mengapa HP ini tiada berbunyi
sejak dia pergi berjuang dijalanMu. SMS dan telponku tiada terjawab. Dimanakah
dia tercinta, dia tersayang, dia yang ada didalam hati ini. Kakanda aku
merindunya suamiku tidakkah engkau ingin tahu tentang calon generasimu. Kini
dia sudah tumbuh semakin besar diperutku. Kakanda berilah kabar padaku tentang
dirimu. Jangan kau buat adinda merindumu setengah mati. Di setiap malam
kuselalu rindu saat kau bangunkan aku dengan sayang seraya kau bisikan
kalimat-kalimat cinta dan nasehat. Malamku kini sepi dan sepi. Oh malam jangan
buat hati ini tak menentu berharap akan kehadirannya disetiap malam malam.
Berkali-kali bibir ini beristiqfar bahwa aku harus bisa menahan rindu ini
kepadanya bukankah rindu itu hanyalah milik Allah semata saja dan itu yang
selalu diajarkannya kepadaku selalu.

Sudah
dua bulan tiada kabar dari sang kakanda tercinta mungkin kesabaranku diuji oleh
yang diatas. Biarlah kujalani hari-hari ini dengan kepasrahan dan keyakinan.
Matahari bersinar terang pagi ini seperti biasa pagi ini kulakukan tugas
harianku membersihkan taman kecil yang ada disamping rumah dan menyirami bunga-bunga
kamboja yang lagi ngetrend saat ini. Tiba-tiba terdengar suara motor didepan
rumah. Sepasang suami istri yang sudah kukenal di pengajian rutinku. Pak Rosyad
dan istrinya, Ukhti Hamidah, angin apa yang membawa mereka pagi-pagi ini
kemari. Kusambut mereka dengan senyuman dan mereka membalasnya tapi senyuman
mereka tidak secerah matahari pagi ini. Kupersilahkan mereka masuk rumah.
Seperti tamu pada umumnya percakapan dimulai dengan basa basi dulu dan akhirnya
ukhti Hamidah memulai inti percakapan itu dengan terbata-bata, “ Tadi malam
kami baru menerima kabar dari Poso bahwa Akhi Faiz telah…” aku segera penasaran
dengan kata-kata teman satu halaqah itu, “ bagaimana keadaannya ukhti, kapan
dia akan kembali? Besokkah dia akan kembali kesini? Tanyaku tak sabar menanti
kalimat yang akan terlontar dari mulutnya. Ukhti Hamidah melanjutkan
kata-katanya sambil menundukkan kepalanya sedangkan suaminya memandanginya, “
suami anti telah syahid disana bersama beberapa ikhwan yang lainnya ketika akan
menghentikan pasukan kafir masuk kedaerah ponpes” terangnya dengan tetesan
airmata. Saat itupun kurasakan awan menggumpal diatas kepalaku. Airmata sudah
tak tertahankan tumpah seketika. Ya Allah inikah akhir rinduku yang kunantikan
saat itu. Biarlah airmata ini jatuh berlinang tapi hati ikhlas menerimanya.
Sungguh aku bangga kau telah mencapai cita-cita tertinggimu suamiku. Biarlah
hari-hariku sepi tanpamu tapi sungguh Allah maha adil, Dia telah menggantimu
dengan anak yang kukandung saat ini. Ukhti Hamidahpun menenangkan jiwa yang
kalut ini.

 Faiz
Jundi Syahid, nama yang kuberi untuk anakku yang terlahir setealah kepergian
kakanda tercinta dimedan jihad. Oh malam rindu kini sudah tiada lagi, kan
kujalani malam-malam ini hanya bermunjat pada-Nya seperti yang dia ajarkan
suami tercinta. Oh anakku tidurlah pulas biarlah Abimu hadir dalam mimpi-mimpi
indah meskipun tak kau temui dalam rupa sebenarnya. Malam ini tak lagi sepi
saat ku temui Robb semesta alam karena ada Faiz kecil yang menemani
malam-malamku selanjutnya. Tuhan, ya Allah ijinkan aku menangis sekali lagi dan
terakhir kali mengingat si dia yang dulu pernah mengisi hari-hari indah.
Kulantunkan senandung rindu dalam doa dan harapan hati, airmatapun terjatuh
satu persatu pelan namun pasti bahwa aku ingin mengakhiri rindu ini.

Kala
malam tiba seketika sepi terasa

Kurasakan
dingin menyengat masuk kedalam jiwa-jiwa resah

Merasakan
rindu berkepanjangan pada si dia

Dia
yang selalu hadir dihari-hari

Kini rindu itu semakin malam semakin tajam

Kala teringat kenangan cinta bersamanya

Kala saat dia ucapkan puisi dan syair cintanya

Malam ini semakin membuat aku merindunya setengah mati        

Duhai
angin malam sampaikan rindu ini

Betapa
aku merindu selalu

Dan
akankah dia juga merinduku seperti ini

Rindu
oh rindu kau membuat semakin tak menentu   

Sudahlah aku tak mau merindu

Karna rinduku pasti tak bertemu

Biarlah rindu ini tersimpan dalam album lalu

Dan kini rindu hanyalah pada sang illahi saja

https://www.potretsantri.com/2021/06/kala-rindu-menyapa-malam.html