Daftar Isi Profil KH. Syaerozie
- Kelahiran
- Wafat
- Jasadnya Masih Utuh dan Berbau Harum
- Keluarga
- Pendidikan
- Karier di Organisasi
- Karomah
- Karya-Karya
- Chart Silsilah Sanad
Kelahiran
KH. Syaerozie Abdurrohim atau yang kerap disapa dengan panggilan KH. Syaerozie lahir pada tanggal 05 Dzulhijjah 1353 H atau bertepatan pada tanggal 10 Maret 1935 M. di Desa Kalisapu, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Beliau merupakan putra dua dari delapan saudara, dari pasangan KH. Abdurrahim adalah seorang ulama kharismatik yang juga pengasuh sebuah pesantren di Desa Kepuh, Kecamatan Palimanan, dengan Nyai. Hj. Khairiyyah adalah seorang perempuan penyabar yang selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga, juga aktif mendampingi suaminya dalam mendidik para santri.
Kakek beliau, KH. Junaid adalah seorang ulama sufi pengamal thoriqoh Syathariyah sekaligus pendiri Pondok Pesantren Kedung Dempul di Desa Kepuh, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon. Ia juga di kenal sebagai seorang ulama yang produktif berkarya.
Setidaknya, terdapat lima karya tulis yang dihasilkan oleh KH. Junaid. Tulisan-tulisan beliau mencakup bidang ilmu Fiqih, Tajwid dan Tafsir.
Syaerozie sejak kecil hidup bersama kedua orang tuanya di tempat kelahirannya. Hingga menginjak usia 3 tahun, beliau pindah ke Desa Kepuh. Perpindahan ini seiring dengan tuntutan kedua orang tuanya yang harus meneruskan aktivitas KH. Junaid (Kakek KH. Syaerozie), sebagai seorang pengasuh pesantren yang ia rintis.
Pada masa kecil KH. Syaerozie, terlihat lebih menonjol dari pada teman-teman seusianya. Ini dilihat dari berbagai hal, diantaranya, sikapnya yang supel dalam bergaul, semangat yang tinggi dalam menjalankan riyadhoh puasa, kemampuan yang lihai dalam memainkan seni rebbana dan kemampuannya menguasai kitab-kitab kuning, yang dalam tradisi pesantren cukup berat bagi kalangan anak-anak usia remaja, seperti kitab Al Ajjurumiyah dan Safinah AnNajah. KH. Syaerozie sejak usia 7 tahun sudah melaksakan riyadhoh puasa.
Wafat
KH. Syaerozie wafat pada hari Rabu 12 Juli 2000 M atau bertepatan pada 10 Rabi’ul Akhir 1421 H di Babakan Ciwaringin Cirebon.
Jasadnya Masih Utuh dan Berbau Harum
Keistimewaan lain dari KH. Syaerozie Abdurrohim adalah jasad beliau masih utuh walaupun sudah dikubur selama kurang lebih 3 (tiga) tahun. Hal ini terkuak ketika istri beliau Ny. Hj. Tasmi’ah Abdul Hannan wafat pada tahun 2003 (tiga tahun setelah wafatnya KH. Syaerozie), sang istri akan dikuburkan tepat di sebelah pusara suaminya.
Pada saat liang lahat digali, tanpa sengaja terbukalah liang lahat makam KH. Syaerozie dan terlihat jelas jasad beliau utuh terbungkus kain kafan dan mengeluarkan bau yang sangat harum, kejadian ini disaksikan oleh banyak orang, baik masyarakat, santri maupun alumni, di antara yang menyaksikan adalah KH. Fathulloh Sholihin (Kiai Babakan), ustadz Muhammad Fihri (santri asal Palimanan), Muhammad Firdaus (santri asal Warujaya) dan para penggali kubur.
Demikian biografi guru kita al maghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim, muassis pondok pesantren putra putri Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon. Ternyata kiprah beliau dalam bidang pendidikan dan perhatian terhadap umat sangat luar biasa. Beliau adalah salah seorang ulama yang mampu mensinergikan ilmu dan amal, syari’at dan hakikat serta kemaslahatan dunia dan akhirat, ila ruhi al Maghfurlah KH. Syaerozi Abdurrohim dan Nyai. Hj. Tasmi’ah Abdul Hannan, al-Fatihah
Keluarga
Di pesantren ini pula kemudian Syaerozie dinikahkan dengan salah satu putri gurunya, KH. Abdul Hannan yang bernama Tasmi’ah. Kemudian, bersama istrinya, beliau membangun keluarga yang sangat sederhana dan dikaruniai tujuh orang anak, dua orang perempuan dan lima laki-laki. Di desa Babakan kecamatan Ciwaringin kabupaten Cirebon ini pula, bersama istrinya, KH. Syaerozie merintis sebuah lembaga pendidikan bernama Pondok Pesantren Assalafie.
Pendidikan
Pada masa kecil, Syaerozie hidup di bawah pengawasan kedua orang tuanya. Di sini, beliau mulai belajar agama dan didik untuk menjadi anak yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip akhlaqul karimah (budi pekerti).
Mula-mula, beliau dididik belajar membaca al-Qur’an. Kemudian belajar ilmu-ilmu keislaman, seperti fiqih dan gramatikal arab (Nahwu Shorof). Beliau belajar kitab-kitab kuning seperti Safinah An Najah, Fathul Qarib, Al Amriyhi, al Ajurumiyah dan Al fiyah Ibnu Malik di bawah bimbingan ayahnya.
Di antara kawan-kawannya yang belajar pada KH. Abdurrahim, Syaerozie dapat di bilang sebagai anak yang cerdas, sebab, pada usia 14 tahun, beliau sudah mampu menghafal Nadzom Alfiyah. Ini prestasi yang tidak pernah diraih oleh kawan-kawan seangkatannya ketika belajar pada KH. Abdurrahim. Pada usia itu pula, Syaerozie sudah mampu memberikan pengajaran kitab-kitab kuning kepada kawan-kawan seusianya.
Di samping belajar agama, ia juga mengikuti pendidikan sekolah rakyat (SR) di bawah kepala sekolah Bapak Nadriyah. Namun, di sekolah ini, tampaknya Syaerozie kurang mendapatkan dukungan dari orang tuanya. Ayahnya yang ketat dalam mengawasi pendidikan anaknya kurang begitu antusias terhadap keinginan anaknya untuk mengikuti sekolah SR. Hanya saja, dengan kemampuan melobi ayahnya, KH. Syaerozie akhirnya mampu menyelesaikan pendidikan sekolah rakyat hingga tamat.
Kemudian, beliau melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon di bawah asuhan KH. Amin Sepuh, KH. Sanusi dan KH. Abdul Hannan. Di pesantren ini, Syaerozie mempelajari kitab-kitab kuning yang belum pernah ia pelajari dari ayahnya.
Belum puas mendalami ilmu-ilmu Islam, Syaerozie kemudian melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Lasem Rembang Jawa Tengah di bawah asuhan Syekh Masduqi. Dengan kegemaran membaca, wawasan keilmuan Syaerozie mulai tampak berkembang. beliau mampu menggubah teks narasi kitab mughni labib ke dalam bentuk syair. Kemampuan dalam ilmu balaghoh inilah membuat dia selalu di puji oleh gurunya.
Berkat kegigihannya dalam mengarungi ilmu-ilmu Islam sewaktu belajar pada ayahnya dan guru-gurunya di Pondok Pesantren Babakan, Syaerozie, di Pesantren Lasem Rembang Jawa Tengah sudah dianggap sebagai sosok santri yang telah menguasai ilmu gramatikal arab (Nahwu-Shorof), Kaidah Fiqih, Ushul Fiqih dan balaghoh.
Karena itu, dalam jeda waktu yang tidak lama, Syaerozie sudah di beri kesempatan oleh Syekh Masduqi untuk mengabdi pada pesantren dengan cara menjadikannya sebagai pengurus pondok. beliau juga di beri kesempatan untuk mengajar ke sejumlah santri. Di pesantren ini, hasrat untuk menguasai sumber rujukan penting yang selalu di pakai oleh kalangan pesantren dalam bidang tafsir, yakni kitab tafsir Jalalain mulai tumbuh dalam diri Syaerozie. Beliau dengan tekun mempelajarinya sekaligus menghafalkannya.
Kondisi ini pula yang mendorong Syaerozie untuk melanjutkan studinya ke Pesantren Sarang Rembang. Konon, keinginan Syaerozie melanjutkan studi nya ke Pondok Pesantren Sarang Rembang di bawah asuhan KH. Imam Kholil dan KH. Zubair Dahlan, adalah karena ia telah mendengar bahwa di pondok pesantren tersebut telah di buka pengajian kitab tafsir Jalalin yang di pandu oleh KH. Zubair Dahlan.
Syaerozie sangat mengagumi sistem dan metode pengajaran yang di terapkan oleh KH. Zubair. Baginya, metode tersebut sangat cocok dan sesuai dengan harapannya untuk menguasai kitab tafsir Jalalain karya Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi.
Selain itu, lingkungan Pesantren Sarang Rembang yang menerapkan pola hubungan terbuka antara santri dan masyarakat sekitar membuat Syaerozie tidak hanya mendapatkan pengalaman intelektual belaka, melainkan juga pengalaman berinteraksi dengan masyarakat. Di sini, beliau dididik bergaul secara langsung dengan masyarakat.
Karakternya yang supel dan gemar membantu tanpa pamrih membuat Syaerozie mendapatkan tempat tersendiri di tengah masyarakat Sarang. Mereka menganggap Syaerozie sebagai guru, sebagai pengayom dan sekaligus sebagai mediator antara para santri dan masyarakat. Dari sudut mata rantai keilmuan yang di tempuh oleh KH. Syaerozie setidaknya ada dua jalur yang di tempuhnya yakni jalur Lasem dan jalur Sarang. Melalui jalur Lasem, KH. Syaerozie berguru pada Syekh Masduqi Lasem yang mempunyai guru bernama Syekh Umar bin Hamdan Al Maky.
Syekh Umar bin Hamdan adalah murid dari Abu Bakar Syatha. Sedangkan Abu Bakar Syatha mempunyai guru bernama Ahmad Zaini Dahlan murid Utsman Hasan Al Dimyathi. Ia adalah murid Abdullah Khajazi As Syarqowi. Abdullah Khajazi mempunyai guru bernama Muhammad Salim Al Khafani.
Al Khafani mempunyai guru bernama Muhammad bin Muhammad Ad Diry murid Syibromilisi yang belajar pada Ali Khalaby. Sedangkan Ali Khalabi adalah murid dari Ali Az Ziyadi. Al Ziyadi murid dari Yusuf Al Aramiyuni yang berguru pada Jalaluddin Al Suyuthi yang menyambungkan keilmuannya dari seorang mufassir bernama Jalaluddin Al Mahalli.
Sedangkan mata rantai keilmuan dari jalur Sarang sebagai berikut : KH. Syaerozie berguru pada Kiai Imam Kholil dan Kiai Zubair Dahlan. Pengasuh pondok Sarang ini berguru pada Syekh Kaya’i Faqihul Imam Al ‘Alim yang menjadi muridnya Umar ibnu Hamdan Al Maky, kemudian ke atasnya sama seperti jalur keilmuan Lasem.
Setelah tamat pendidikan di Sarang, Syaerozie tidak kembali ke kampung halamannya. Beliau kembali mengais ilmu ke Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, dengan tujuan tabarrukan (ngalap berkah) sebagaimana dikenal dalam tradisi pesantren.
Karier di Organisasi
Selain menghabiskan waktunya untuk mendidik santri di pesantren dan ceramah di berbagai daerah, KH. Syaerozie juga dikenal aktif berorganisasi. Beliau aktif di organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), Majlis Ulama Indoensia (MUI) dan organisasi lokal jam’iyah Istoghotsah pesantren Babakan.
Di Nahdlatul Ulama, kendatipun tidak pernah menempati pada jabatan strategis di tingkat pusat, Namun perannya di organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia ini cukup besar. Ia selalu menjadi tim perumus komisi bahtsul masa’il pada setiap muktamar NU. Bahkan, ia sempat menjadi ketua tim perumus saat muktamar NU di Situbondo.
Sedangkan pengalaman di NU tingkat cabang, beliau pernah duduk di salah satu jajaran pengurus tanfidziyah. Beliau juga pernah diposisikan sebagai salah satu Rais Syur’ah NU kabupaten Cirebon dan propinsi Jawa Barat. Selain di NU, KH. Syaerzozie juga aktif di MUI (Majlis Ulama Indonesia) kabupaten Cirebon selama dua periode, beliau menjabat sebagai wakil ketua.
Sedangkan di Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), sebuah organisasi yang menaungi seluruh pesantren afiliasi NU, beliau pernah menjadi salah satu jajaran sekretaris pengurus pusat. Pada periode selanjutnya, KH. Syaerozie menjabat sebagai salah satu jajaran ketua pegurus pusat RMI. Dan periode terakhir, beliau menjadi salah satu jajaran musytasyar di tingkat pengurus pusat.
Adapun pengalaman di organisasi lokal, yakni di jam’iyah Istighotsah pondok pesantren Babakan kecamatan Ciwaringin Cirebon, selain sebagai salah satu pendiri, beliau pernah menjadi salah satu jajaran penasehat.
Karomah
Banyak sekali karomah KH. Syaerozie Abdurrohim yang pernah disaksikan oleh para santri dan orang-orang yang dekat dengannya. Di antara keistimewaan beliau adalah sikapnya yang sangat penyabar, tahan uji, tekun dan tulus ketika beramal. Selalu berpesan kepada siapapun agar mengucapkan “fa-insya Allah” ketika berjanji atau akan mengerjakan suatu kegiatan.
Setelah sekian lama belajar di pesantren Babakan, KH. Syaerozie mendapat isyarat (petunjuk) melalui mimpi agar pergi ke Lasem Jawa Tengah, tepatnya di pesantren Al Islah yang diasuh oleh Syekh Masduqi.
Pada saat yang sama, konon Syekh Maduqi Lasem juga bermimpi kedatangan seorang santri yang ciri-cirinya ada pada diri KH. Syaerozie Abdurrohim. Bisa disimpulkan bahwa antara guru dan murid sudah ada kontak batin, keduanya mempunyai petunjuk yang sama, walaupun saat itu belum bertemu secara fisik.
Kemudian setelah selesai mesantren di Lasem dan Sarang Rembang Jawa Tengah, beliau kembali ke Pesantren Babakan Ciwaringin untuk tabarrukan (ngalap berkah). Sebelum KH. Syaerozie diambil menantu oleh KH. Abdul Hannan – salah seorang pengasuh pondok pesantren Babakan Ciwaringin – ada isyarat (petunjuk) yang dirasakan oleh calon mertuanya tersebut.
Pada suatu malam, KH. Abdul Hannan berkeliling melihat-lihat kamar para santri yang sedang istirahat (tidur), beliau melihat di dalam salah satu kamar ada cahaya yang terpancar dari wajah salah seorang santri.
Karena malam yang sangat gelap, beliau hanya menandai kain sarung santri tersebut dengan memberi ikatan pada ujungnya. Kemudian pada keesokan harinya, beliau menanyakan kepada para santrinya tentang siapa yang saat bangun tidur ujung sarungnya terdapat ikatan, ternyata santri tersebut adalah al maghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim.
Karya-Karya
Selain aktif mendidik masyarakat melalui lembaga pendidikan pondok pesantren putra putri Assalafie yang didirikannya, melalui ceramah-ceramah agama di berbagai daerah di tanah air, beliau juga dikenal dengan sosok kyai yang produktif menulis.
Tidak tanggung-tanggung, seluruh karya-karya tulisnya menggunakan bahasa Arab. Padahal secara pendidikan, beliau tidak pernah mengenyam pendidikan di negara Arab manapun, di antara karyanya adalah kitab Bad’ul Adib nadzom dari kitab Mughni Labib (ilmu grametika Arab), kitab Syarh Al Luma’ (ilmu ushul fikih), Khulashoh Fi Ilmi Al Mushtolah (Ilmu Hadits), Abyat As Salaf (gubahan sya’ir), Rasa’il Fil Adab Az Ziyaroh (Tentang Ziaroh Kubur), dan lain-lain.
Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Syaerozie Abdurrohim dapat dilihat DI SINI.
Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 29 Oktober 2021, dan terakhir diedit tanggal 03 September.
https://www.laduni.id/post/read/68489/biografi-kh-syaerozie-abdurrohim.html