Tidak Layak Beri Tausiyah

0 0

Read Time:2 Minute, 24 Second

Oleh Masyhari

Tadi malam habis Isya, saya diminta seorang tetangga, sebut saja Mas Amir (MA), untuk mengisi ‘kultum/tausiyah’ dalam acara rutinan Yasinan warga.

“Mohon besok Ahad malam Senin mengisi kultum/tausiyah setelah pembacaan Yasin dan Tahlil dalam acara rutinan warga RT, Pak,” sebuah pesan dari MA via chat WA, Sabtu malam kemarin.

Sampai di tempat, MA membisiki saya, “Ini dalam rangka penutupan rutinan, Pak, menjelang Ramadan. Mohon nanti materi kultumnya tentang Silaturrahim.”

Mengawali ‘tausiyah’ saya sampaikan ketidaklayakan saya menyampaikan tausiyah di hadapan para jamaah. Mestinya saya yang mendapatkan ‘tausiyah’ para hadir.

Hal itu, karena mereka secara rutin bisa bersilaturrahim via rutinan warga. Sementara saya sendiri, terbilang jarang sekali hadir di tengah-tengah masyarakat, karena aktifitas di luar perumahan.

Maka, saya buka ceramah saya dengan membaca QS Al Baqarah ayat 44 dan Ash Shaff ayat 2-3, mengingatkan saya pribadi tentang bahaya orang yang hanya bisa pandai bicara tentang kebaikan, mengajarkan kesalihan, sementara ia sendiri tidak melakukannya, melupakan dirinya sendiri.

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al-Baqarah: 44)

“Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah jika kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan”. (QS Ash-Shaf: 2-3).

“Makanya, tahun 2023 ini saya minta kepada ketua DKM perumahan, agar tidak menjadwal saya sebagai khatib Jumat di masjid. Alhamdulillah, ketua DKM mengabulkannya. Saya kuatir hanya bisa bicara dan berpesan kebaikan, tapi tidak bisa melakukan,” ucap saya kepada para hadir yang kebetulan di antara mereka ada ketua DKM.

Terkait dengan silaturrahim, bukan saya yang pantas menasehati mereka, tapi saya yang harus belajar kepada para warga. Kata saya.

“Namun, akan saya bahas sekilas tentang keutamaan silaturrahim, bukan sebagai nasehat untuk Bapak dan Ibu sekalian, tapi sebagai pengingat bagi saya pribadi yang masih jarang bersilaturrahim,” lanjut saya.

Lantas saya ulas tentang makna silaturrahim, secara khusus dan umum. Secara khusus dan sempit, silaturrahim berarti menyambung hubungan kekeluargaan dan kekerabatan dalam pertalian darah atau keluarga.

Sedangkan secara umum, makna silaturrahim bisa jadi luas, termasuk menyambung hubungan sosial dengan sesama keturunan Adam, umat manusia. Bersilaturrahim dengan tetangga yang meskipun tidak memiliki hubungan pertalian darah dan nasab.

Saya sebutkan keutamaan silaturrahim dan ancaman bagi pemutus silaturrahim dengan mengutip beberapa potongan hadis Nabi.

Selanjutnya saya singgung tentang tingkatan dalam silaturrahim.

Tingkatan standar, yaitu menyambung hubungan baik dengan orang lain yang berbuat baik kepada kita dan selama ini terjalin hubungan baiknya dengan kita.

Sedangkan tingkatan di atasnya, yaitu menyambung hubungan dengan orang lain yang memutus hubungan dengan kita, terhadap orang yang pernah menyakiti kita, dan kita memaafkannya.

Sehingga, kita termasuk memiliki prediket ‘orang yang bertakwa’, karena kita pemaaf, wal-‘afina ‘anin naas. Wallahu a’lam

*) Soal ‘masuk atau tidak’ konten ceramah saya malam tadi, saya tidak ambil pusing. Yang penting, usai acara, makan-makan..hahahaha

Griya Baca Alima, 06/03/2023

About Post Author

Masyhari

Founder rumahbaca.id, pembina UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon

Happy

Happy

0 0 %

Sad

Sad

0 0 %

Excited

Excited

0 0 %

Sleepy

Sleepy

0 0 %

Angry

Angry

0 0 %

Surprise

Surprise

0 0 %