Hukum Puasa Ramadhan bagi Pekerja Berat

LADUNI.ID, Jakarta –  Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi kaum muslimin dan merupakan rukun Islam yang keempat.
Namun, sebagian masyarakat memiliki pekerjaan yang membutuhkan kondisi fisik yang prima ketika bekerja, sehingga sering muncul pertanyaan ‘apakah pekerja berat boleh tidak berpuasa?’

Memang ada sebagian orang yang tidak diwajibkan untuk berpuasa Ramadhan, seperti musafir, orang sakit, orang yang sudah sepuh, dan lain-lain.

Namun, pada dasarnya ada beberapa keringanan puasa bagi beberapa orang, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (١٨٤)

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan [114], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [114] Maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.  (QS. Al-Baqarah 2: 184).

Dari sini bisa kita ketahui bahwa keringanan ibadah datang ketika ada keberatan dalam pelaksanaannya, termasuk puasa. Maka dari itu, beberapa ulama ada yang mengqiyaskan kerja berat dengan uzur meninggalkan puasa yang lain.

Seperti Syaikh Al-Qalyubi, ulama mazhab Syafi’i, yang mengungkapkan:

قَالَ الْأَذْرَعِيُّ وَوَافَقَهُ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ وَمِثْلُ ذَلِكَ نَحْوُ حَصَّادٍ وَبَنَّاءٍ وَحَارِسٍ وَلَوْ مُتَبَرِّعًا فَتَجِبُ عَلَيْهِ النِّيَّةُ لَيْلًا ثُمَّ إنْ لَحِقَتْهُ مَشَقَّةٌ أَفْطَرَ

Al-Adzra’i mengatakan, dan ini disepakati oleh guru kami, Ar-Ramli, bahwa sebagaimana hal demikian (orang yang sakit) adalah penuai, tukang bangunan, dan penjaga, meskipun ia bekerja secara sukarela, maka wajib baginya niat puasa di malam hari, kemudian apabila ia menemui kesulitan, maka ia boleh berbuka (membatalkan puasanya).

Syaikh Nawawi Al-Bantani juga berkata dalam kitab Nihayah Az-Zain, “Sama status hukumnya dengan orang sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka.”

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili juga mengungkapkan pandangan serupa, bahwa orang yang pekerjaannya berat dan takut membahayakan dirinya sebab puasa, maka ia boleh berbuka dan mengqadhanya apabila meninggalkan pekerjaan dapat merugikannya.

Namun, mayoritas ulama fikih mewajibkan para pekerja berat untuk niat berpuasa di malam hari dan tetap disunnahkan sahur. Jika di tengah-tengah pekerjaan beratnya ia merasa sangat haus atau lapar yang dikhawatirkan membahayakan kondisi tubuh, maka ia boleh membatalkan puasanya dan mengqadhanya di hari lain.

Adapun Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain dalam Kitab Bughyah Al-Mustarsyidin menuliskan enam syarat yang harus dipenuhi seorang pekerja berat untuk membatalkan puasanya:

1. Pekerjaan tidak bisa diundur hingga bulan Syawwal.
2. Tidak bisa dikerjakan malam hari.
3. Akan terjadi masyaqqah (kesulitan) jika berpuasa.
4. Berniat puasa di malam hari dan berpuasa di pagi hari, jika merasa berat baru berbuka puasa.
5. Berniat mencari keringanan hukum saat berbuka.
6. Tidak menyalahgunakan keringanan (misalnya, sengaja bekerja agar bisa tidak berpuasa).

Dalam kitab Al-Busyra Al-Karim disebutkan penjelasan sebagai berikut:

“Diwajibkan bagi para pekerja berat di bulan Ramadhan -seperti para petani dan lainnya- untuk niat (puasa) di malam hari, kemudian bila mereka mengalami kendala yang berat, maka boleh berbuka (membatalkan puasanya), namun bila tidak mengalami kendala yang berat, maka ia tetap harus berpuasa.”

Dari nukilan di atas, dapat dipahami bahwa pekerja kasar, yang pekerjaannya membutuhkan banyak tenaga, diwajibkan untuk tetap niat puasa di malam harinya. Pekerja tersebut juga wajib berpuasa sejak masuk waktu subuh walaupun di pagi dan siang harinya ia berniat akan bekerja.

Hanya saja, bila ia mengalami kesulitan karena harus bekerja sambil berpuasa, seperti tidak kuat bekerja, pingsan atau sakit, maka ia diperbolehkan untuk membatalkan puasanya. Karena pada saat itu, tidak ada unsur kedaruratan yang membolehkannya untuk membatalkan puasa.

Demikianlah penjelasan tentang Hukum Puasa Ramadhan bagi Pekerja Berat , semoga bermanfaat.
 

Sumber : kitab Al-Busyra Al-Karim, kitab Nihayah Az-Zain, Kitab Bughyah Al-Mustarsyidin

___________

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Selasa, 16 April 2019 . Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor : Sandipo

https://www.laduni.id/post/read/58682/hukum-puasa-ramadhan-bagi-pekerja-berat.html