Ibu Imro’ah dan Dedikasi bagi Anak-anak TPQ An-Naja

Salah satu perempuan yang memiliki jasa besar di dusun Nglegok Blitar Jawa Timur ialah ibu Imro’ah. Nama lengkapnya Imroatu Sholihah. Pekerjaan sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga dan buruh tani. Saat ini usianya setengah baya, memiliki empat putra dan telah memiliki enam cucu. Meskipun demikian, umur tidak lagi menjadi penghalang semangatnya untuk mendedikasikan diri dengan anak-anak TPQ di desanya. Setiap hari (kecuali hari libur, Jum’at) ia berangkat ke masjid tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar anak-anak TPQ.

Bek Im atau Yah Im begitu warga sekitar memanggilnya, merupakan salah satu pengajar TPQ di sebuah desa di Kediri, tepatnya di dusun Nglegok, desa Kranding. TPQ An-Naja namanya. Beliau menjadi salah satu pengajar yang paling sepuh. Karena sebagian besar pengajar yang lain, secara usia rata-rata berada dibawahnya. Bahkan ada yang masih remaja.

Yah Im mendedikasikan diri untuk anak-anak TPQ belum begitu lama, sekitar lima tahunan. Beliau dipilih oleh pengasuh TPQ karena, menurutnya Yah Im memiliki jiwa semangat sebagai pendidik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa anak-anaknya yang sebelumnya juga telah menjadi pengajar TPQ di tempat yang sama.

Selain itu, juga karena beliau sebagai seorang yang dianggap terpandang di dusun tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perannya sebagai pemimpin ibu-ibu jamiyah di dusun Nglegok. Bahkan tidak jarang, beliau dijadikan sebagai panutan dan rujukan oleh ibu-ibu atau para jamaah masjid dalam berbagai masalah agama. Dengan beberapa pertimbangan inilah kemudian beliau dipilih dan dijadikan salah satu pengajar di TPQ An-Naja.

Baca juga:  Cara Kiai Zuhri Zaini Menelaah Kitab Minhajul Abidin Karya Al-Ghazali

Di TPQ itu, beliau diamanahi untuk mendidik anak-anak yang sudah menempuh jenjang membaca Alquran. Ada sekitar lima sampai tujuh santri yang setiap harinya duduk melingkar didepannya. Dengan nada dan karakter yang khas dan tegas, Yah Im mengajari para santrinya dengan penuh semangat. Beliau menyimak dan membenarkan bacaan dari santrinya yang kurang tepat, seperti bacaan panjang dan pendeknya suatu huruf, terkait tajwid, dan lain sebagainya.

Perempuan alumni pesantren al-Islahiyah ini memiliki dedikasi yang sangat tinggi. Terutama dalam hal membaca kalam suci. Telinganya akan merasa risih jika mendengar anak-anak di desanya yang bacaannya kurang tepat. Apalagi jika membacanya berada di suatu kegiatan atau rutinan jamiyah di desa, yang notabene pembacaan itu disalurkan melalui sound system (speaker). Praktis semua warga akan mendengarkan. Jadi ini menjadi suatu bentuk keprihatinannya jikalau terjadi hal demikian.

Oleh karena itu, Yah Im mencoba dengan giat ‘membenahi’ dengan mendidik generasi-generasi di desanya agar kelak bisa membaca Alquran dengan baik dan benar.

Dedikasi ini tidak terlepas dari kepribadiannya yang cinta pada Alquran. Setiap harinya, jika tanpa ada halangan syar’i, beliau mengisi waktunya dengan baca Alquran. Bahkan intensitas membacanya semakin tinggi dikala bulan Ramadhan. Menurut penuturannya, pada saat bulan Ramadhan saja beliau bisa mengkhatamkan empat sampai lima kali khatam selama Ramadhan.

Baca juga:  Jejak Nadia Murad, Aktivis Hak Asasi Perempuan dari Irak

Penulis dan masyarakat sekitar mungkin juga akan mengakuinya. Pasalnya, ketika beliau membaca Alquran akan disalurkan secara live melalui corong masjid. Praktis semua warga mendengarkannya. Di bulan Ramadhan, secara rutin setiap pagi beliau yang mengiringi lantunan Alquran di desa tersebut. Menurut penuturannya juga, dalam sekali duduk beliau bisa membaca dua sampai tiga juz. Jadi sangat rasional jika satu bulan dapat mengkatamkan lebih dari empat kali.

Semangat akan cinta pada Alquran inilah yang mendorong dirinya untuk mendedikasikan diri di TPQ. Yah Im tidak ingin dengan generasi-generasi sesudahnya yang apatis dan tidak melek literasi terhadap kalam suci umat Islam ini.

https://alif.id/read/tha/ibu-imroah-dan-dedikasi-bagi-anak-anak-tpq-an-naja-b247489p/