Semua orang mafhum, jika sebuah masjid memiliki kepengurusan takmir. Setiap anggota takmir normalnya memiliki tugas masing-masing, tak terkecuali di masjid Darussalam, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah. Seorang takmir bernama Suryono harus rela menerima tugas lain yang luput dikerjakan oleh anggota takmir lainnya.
Secara jabatan, Pak Sur—panggilan akrab Suryono—menempati posisi di bagian dakwah dan jemaah. Tugas utamanya bertanggung jawab dalam pelaksaan salat. Mulai dari azan, membaca pepujian, iqamah, hingga menjadi badal (pengganti) imam salat bila imam (utama) berhalangan.
Selain menjalankan tugasnya tersebut, Pak Sur juga harus mengambil alih kebersihan dan kesekretariatan masjid. Dengan sukarela dan niat nguri-nguri masjid, Pak Sur setiap harinya menambal pelbagai tugas tersebut dengan ikhlas.
Dengan demikian, Pak Sur seolah menjadi benteng pengingat waktu salat. Ia harus datang lebih awal sebelum waktu salat tiba. Menyiapkan kondisi masjid; mulai dari menyampu, menyalakan kipas, menggelar sejadah, dan menghidupkan lampu.
Tanpa pamrih, Pak Sur mendermakan hidupnya untuk kemaslahatan masjid Darussalam. Padahal sehari-harinya beliau menjadi guru di MI Darussalam 01. Kesibukannya mengajar tak menyurutkan Pak Sur untuk tetap mengurusi masjid.
Ketika waktu Zuhur tiba, misalnya, dari tempat mengajarnya Pak Sur langsung bertolak ke ruangan takmir. Bergegas mengganti baju dan mengambil wudu. Lalu kemudian mengumandangkan azan.
Setelah beres Zuhur, Pak Sur kembali berganti pakaian untuk kembali mengajar hingga pukul 2 siang. Sepulang mengajar, Pak Sur pulang ke rumah. Hingga sebelum waktu Asar tiba, ia harus sudah berada di masjid kembali.
Pada kegiatan keagamaan lain di masjid, Pak Sur pun mengambil alih tanpa bantuan dari takmir lainnya. Pada rutinan pembacaan maulid al-Barzanji Selasa malam, lagi-lagi Pak Sur hadir sendiri sebagai penggawa. Pak Sur memborong pahala dengan membaca tawasul, memimpin jemaah, hingga pembacaan doa.
Pada rangkaian salat Jumat, bahkan Pak Sur sendiri menyiapkan kondisi masjid. Menyapu, mengepel, menghidupkan kipas, mengecek pelantang suara, hingga menggelar tikar. Mendekati azan Zuhur, lagi-lagi Pak Sur sendiri yang menjadi muazin sekaligus muraki. Bahkan bilamana khotib berhalangan hadir, Pak Sur mesti siap menggantikannya menjadi khotib.
Siklus kehidupan Pak Sur sangat patut ditiru oleh kita sebagai umat Islam. Rute hidupnya dihabiskan hanya untuk ibadah, bekerja, dan nguri-nguri masjid. Perjalanan Pak Sur dalam mengurus masjid menjadi risalah betapapun kesibukan melanda, keseimbangan untuk ibadah mesti tetap dijaga.
Hingga muncul sebuah pertanyaan, ke mana sebenarnya takmir-takmir lainnya? Sehingga Pak Sur begitu repot dan sibuk mengurusi masjid sendirian. Padahal bila dikupas secara makna takmir sebagai nomina ialah upaya memakmurkan atau meramaikan masjid. Padahal sekian nama-nama takmir itu “mejeng” pada sebuah papan di salah satu sudur masjid. Namanya tertulis sebagai takmir, namun luput melakukan tugas-tugasnya.
Berkah selalu buat Pak Sur.
https://alif.id/read/mbd/suryono-risalah-keikhlasan-takmir-masjid-b247498p/