LADUNI.ID, Jakarta – Kata taqwa sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kata ini merupakan istilah agama dan telah masuk dalam perbendaharaan bahasa nasional. Bahkan ketaqwaan merupakan syarat pengangkatan pejabat-pejabat Negara kita.
Dari segi bahasa, kata taqwa berarti “memelihara” atau “menghindari”. Dalam konteks keagamaan, “pemeliharaan” tersebut berkaitan dengan “diri atau keluarga” sedangkan “penghindaran”-nya berkaitan dengan siksa Tuhan di dunia ini dan di akhirat kelak. Para ulama seringkali mendefisinikan taqwa sebagai “melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya”.
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ جُنْدُبِ بنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بِنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. رواه الترمذي، وقال: حديث حسن. وفي بعض النسخ: حسنٌ صحيح
Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah di manapun engkau berada. Iringilah keburukan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan tersebut. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR.Imam At-Tirmidzi dan beliau berkata, “Hadis ini hasan.” Pada sebagian naskah disebutkan, “Hasan sahih.”)
Dari hadis di atas mencakup tiga hal yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Sabdakan
Pertama: Bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengingatkan agar hendaknya setiap muslim bertaqwa kepada Allah SWT. Taqwa adalah menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Bukan hanya itu, Nabi mengingatkan agar ketaqwaan itu hendaknya senantiasa menyertai seorang hamba di manapun dia berada, saat dia bersendirian ataupun di keramaian. Jika kita menelaah Al-Qur’an dan hadis-hadis rasul, kita akan temui banyak sekali pembahasan terkait ketaqwaan dan manfaatnya. Ketaqwaan adalah sifat yang dicintai Allah dan letaknya di dalam hati. Allah berfirman:
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
Artinya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketaqwaan hati.”
(QS. Al-Hajj 22: 32)
Kedua: Mengerjakan Kebaikan Guna Menghapus Keburukan
Bumi mana yang tak kena hujan? Dalam proses memupuk taqwa dalam diri, tak jarang seorang hamba terjatuh dalam silap, entah ibadah yang tidak maksimal, niat yang tercemari oleh riya’, dan bisa saja seorang hamba terjerembab dalam kemaksiatan. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melanjutkan sabdanya sebagai petunjuk bagi seorang hamba untuk tidak putus asa mencari jalan menuju Rabb-nya, “Iringilah keburukan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan tersebut.”
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an,
اِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ ذٰلِكَ ذِكْرٰى لِلذّٰكِرِيْنَ
Artinya, “Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (QS. Hud 11:114)
Dalam surah Ali Imran Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang yang bertaqwa adalah mereka langsung mengingat Allah dan berzikir menyebut-Nya untuk bangkit dari keterpurukan maksiat dan dosa.
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Artinya, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran 3:135)
Jika seseorang mampu meninggalkan keburukan dan menjauhi kemaksiatan semaksimal mungkin maka itu lebih baik. Tidaklah sama kain yang mulus dengan kain yang penuh tambalan. Sahabat Ibnu ‘Abbas pernah ditanyai tentang dua orang: yang pertama bersungguh-sungguh mengerjakan amal saleh namun terjatuh pula dalam kemaksiatan dan dosa sedang yang kedua amal salehnya biasa-biasa saja namun jarang sekali bermaksiat. Sahabat Ibnu ‘Abbas menjawab, “Selamat (dari dosa) lebih aku sukai.” (Lihat Kitab Al-Zuhd karangan Imam Abu Dawud hal. 337).
Syaikh Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Tiada ibadah yang paling afdal dibandingkan meninggalkan apa yang Allah larang.” (Kitab Al-Wara’)
Syufai Al-Ashbahi berkata, “Meninggalkan dosa lebih mudah daripada meminta taubat.” ( Kitab Hilyat Al Auliya Wa Thabaqath Al Ashfiya 5/167)
Sebisa mungkin seorang hamba berusaha meninggalkan semua dosa. Namun apabila suatu saat dia terjatuh maka hendaknya segera bertaubat dan mengganti dosa tersebut dengan kebaikan.
اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰۤىِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمْ حَسَنٰتٍۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya, “Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan 25:70)
Ketiga: Bergaul dengan Akhlak Yang Mulia
Akhlak yang mulia adalah bagian dari pengejawantahan taqwa dalam diri seseorang. Taqwa dan akhlak yang mulia dapat mengantarkan seorang hamba ke surga. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, maka beliau pun menjawab, “Taqwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” ( HR. Imam At-Tirmidzi )
Dalam hadis lain beliau bersabda, “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurauan. Aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (HR. Imam Abu Dawud)
Bahkan akhlak mulia adalah tanda keutamaan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya di antara orang yang terbaik dari kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Imam Bukhari)
Besaran ganjaran yang Allah SWT berikan kepada pemilik akhlak mulia mengisyaratkan bahwa berakhlak mulia adalah sesuatu yang tidak mudah. Imam Ahmad pernah ditanyai tentang maksud dari akhlak mulia, “Yaitu dengan bersabar terhadap apa yang akan kamu dapati dari tingkah polah manusia”, jawab beliau. (Kitab Al-Jami’Li Syu’abil Iman Jilid 6/261).
Untuk mencapai akhlak yang mulia tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu usaha, latihan, riyadhah, disertai doa yang dibalut kesungguhan dan kontinuitas. Di antara doa yang pernah dipanjatkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut,
اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
Artinya, “Tunjukilah aku kepada akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjuki kepada akhlak yang terbaik melainkan Engkau. Dan jauhkanlah aku dari akhlak yang tercela, tidak ada yang dapat menjauhkanku dari akhlak yang tercela melainkan Engkau.” (HR. Imam Muslim)
Thawus bin Kaysan berkata, “Akhlak yang mulia itu adalah pemberian dari Allah kepada yang Dia kehendaki. Apabila Allah menginginkan kebaikan pada diri seorang hamba maka Allah akan beri dia akhlak yang baik.” ( Kitab – Makarimul Akhlaq )
Tiga hal inilah yang diwasiatkan dalam hadis ini. Semoga menjadi penerang bagi para pencari hidayah-Nya. Aamiin.
Sumber : Kitab Al-Jami’Li Syu’abil Iman, Kitab – Makarimul Akhlaq, Kitab Al-Wara’, Kitab Hilyat Al Auliya Wa Thabaqath Al Ashfiya
___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Kamis, 2 Mei 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
Editor : Sandipo
Jum’at Legi, 05 Mei 2023
Jum’at : 6
Legi : 5
https://www.laduni.id/post/read/72532/taqwa-dan-akhlak-mulia.html