LADUNI.ID, Jakarta – Terjadinya gerhana, ternyata bukan sekedar fenomena alam biasa. Namun ada pesan tersirat yang diselipkan Allah SWT, pada peristiwa tersebut. Banyak yang tidak menyadari, ternyata gerhana adalah tanda-tanda yang Allah jadikan sebagai peringatan untuk para hamba-Nya. Barangkali dosa-dosa yang sudah disepelekan, kelalaian yang akut, atau maksiat-maksiat lainnya yang sudah merajalela.
Allah SWT hendak mengingatkan melalui fenomena langka ini, kalau-kalau datang azab. Supaya manusia bertaubat, kembali takut kepada-Nya supaya manusia menyadari, betapa Maha Kuasanya Allah SWT, menjadikan siang yang tadinya terang benderang, tiba-tiba menjadi redup atau bahkan gelap gulita seperti halnya malam.
Terkait Gerhana Bulan dalam Islam ada sejumlah penjelasan. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah Hadis.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
(HR. Imam Bukhari no. 1002).
8 Amalan Sunnah saat Gerhana Bulan
1. Memperbanyak Takbir, Tahlil, Istighfar dengan syari’at mengumandangkan Gema Takbir membesarkan Asma Allah.
2. Menyeru Salat berjama’ah
3. Salat Gerhana Bulan
(Salat Khusyufil Qamar) dengan 2 rokaat, setiap rakaat 2 kali ruku, 2 kali baca Al-Fatihah dan Surah Pilihan, dan 2 kali sujud.
4. Khatib berkhutbah gerhana
Dengan Tema Gerhana sebagai Kebesaran dan Kekuasaan Allah.
5. Memperbanyak Takbir, Tahlil, Tahmid, dan Istighfar hingga akhir gerhana.
6. Mengumpulkan dan membagikan Sodaqoh.
7. Seusai Khutbah atau Salat Gerhana, Gema Takbir dapat dilanjutkan kembali hingga Akhir Gerhana.
8. Bersyukur kepada Allah setelah Bulan kembali terbuka.
Sebagaimana diterangkan dalam Al- Qur’an, terkadang Allah mendatangkan musibah supaya manusia bertaubat dan menjadi pelajaran untuk mereka.
وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al A’raf 7:130).
أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) memperhatikan bahwa mereka selalu ditimpa bencana sekali atau dua kali setiap tahun?! Namun mereka tidak (juga) mau bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran” (QS. At Taubah 9:126).
Hanya saja gerhana bukan musibah. Ia adalah tanda atau peringatan, untuk menakut-nakuti dari sebuah petaka atau bala’.
Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan umatnya untuk segera sholat, istighfar, bersedekah, dan semangat melakukan amalan-amalan kebajikan saat terjadi gerhana.
Mari simak hadis dari Sahabat Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berikut.
Beliau mengatakan,
”Dahulu pernah terjadi gerhana Matahari (di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pent). Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam segera berdiri dengan perasaan takut kalau terjadi kiamat. Kemudian beliau memasuki masjid untuk melakukan shalat; ruku’ dan sujud, dalam waktu yang amat panjang yang pernah aku lihat.
Setelah itu beliau bersabda,
هَذِهِ الْآيَاتُ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ ؛ فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
”Tanda-tanda yang Allah kirimkan ini (yakni gerhana, pent), tidaklah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun Allah hendak menakut-nakuti para hamba-Nya dengannya. Apabila kalian melihatnya, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan istighfar (memohon ampun) kepada-Nya” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Imam Ibnu Hajar Asqolani rahimahullah menyimpulkan dari hadis ini,
فيه الندب إلى الاستغفار عند الكسوف وغيره لأنه مما يدفع به البلاء
“Hadis di atas terdapat anjuran untuk beristighfar ketika terjadi gerhana, atau yang lainnya. Karena istighfar adalah diantara sebab untuk menolak bala‘.” (Fathul Bari, 2/546)
Sampai-sampai diceritakan oleh para sahabat, bagaimana ekspresi takut beliau Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika terjadi gerhana kala itu,
فأخطأ بدرع حتى أُدرِك بردائه بعد ذلك
“Sampai-sampai beliau keliru mengambil selendang salah satu istri beliau, kemudian setelah sadar, beliau mengenakan selendangnya”
(HR. Imam Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan makna perkataan di atas,
لشدة سرعته واهتمامه بذلك أراد أن يأخذ رداءه فأخذ درع بعض أهل البيت سهوا ولم يعلم ذلك لاشتغال قلبه بأمر الكسوف
“Karena saking buru-burunya dan konsentrasi beliau tertuju pada fenomena gerhana tersebut. Yakni beliau hendak mengambil selendangnya, namun ternyata yang keambil selendang milik sebagian istri beliau. Karena tidak sadar, disebabkan hati beliau disibukkan dengan peristiwa gerhana”
(Kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim).
Maka dari itu, gerhana bagi seorang mukmin selayaknya menimbulkan rasa takut, membuatnya berfikir akan adzab Allah, dan menyadarkan dirinya untuk segera bertaubat. Bukan ajang untuk hiburan, sekedar tontonan atau menganggapnya sebatas fenomena alam biasa; yang lumrah terjadi.
Imam Ibnu Kastir menasehatkan, ketika menafsirkan ayat, “Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) memperhatikan bahwa mereka selalu ditimpa bencana sekali atau dua kali setiap tahun?! Namun mereka tidak (juga) mau bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran.” (QS. At-Taubah 9:126).
Beliau mengatakan : “Seorang yang mukmin, adalah yang berfikir atau sadar saat Allah mendatangkan cobaan kepadanya, baik dengan kenikmatan atau musibah. Oleh karenya dalam sebuah hadis diterangkan, “Seorang mukmin selalu mendapatkan cobaan, sampai dia keluar dari alam dunia, bersih tanpa membawa dosa.” Adapun orang munafik, perumpaannya seperti keledai. Tidak sadar kalau sedang diikat tuannya, ketika diperintah, ketika mendapat musibah, dan ketika diberi” (Lihat Tafsir Imam Ibnu Katsir untuk ayat 95 dari surat Al-A’raf).
Itulah sedikit ulasan mengenai Kekuasan Allah SWT tentang Gerhana Bulan, yang bisa kami sajikan, semoga bermanfaat.
___________________
Sumber : Hadis Imam Bukhari No.1002, Kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 09 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan
Editor : Lisandipo
Jum’at Legi, 05 Mei 2023
Jum’at : 6
Legi : 5
https://www.laduni.id/post/read/27414/gerhana-bulan-bukti-kebesaran-allah-swt.html