Tradisi Gunungan Megono merupakan salah satu tradisi syawalan yang ada di Pekalongan tepatnya di Linggo Asri. Tradisi ini merupakan warisan nenek moyang yang mana pada saat itu setelah melaksanakan puasa satu bulan penuh dalam bulan Ramadan dan puasa sunnah 6 hari setelah hari raya. mereka mengadakan pesta sebagai rasa kegembiraan dan wujud syukur kepada Allah swt.
Tidak hanya untuk merayakan momen syawalan saja, tradisi ini juga diselingi dengan sedekah hasil bumi dari 19 kecamatan sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang telah memberikan pangan yang cukup selama satu tahun. Tradisi Gunungan Megono memiliki nilai-nilai dan dampak positif yang sangat besar sehingga dijaga kelestariaannya dengan cara diselenggarakan di setiap tahunnya.
Tradisi Gunungan Megono dilaksanakan h+7 setelah lebaran berupa arak-arakan gunungan megono raksasa dan hasil bumi dari 19 kecamatan ke Objek wisata Linggo Asri. Megono sendiri merupakan salah satu makanan khas Pekalongan yang terbuat dari gori atau nangka muda yang di cacah dan diberi parutan kelapa kemudian diberi bumbu-bumbu, rempah kemudian di kukus. Gunungan megono mempunyai makna simbolis yang positif dan mengandung nilai-nilai luhur dan harapan yang baik bagi masyarakat pendukungnya.
Beberapa makna simboliknya yaitu: gunungan dimaknai seperti gunung, mengerucut yang menggambarkan hubungan antara manusia dengan tuhan atau dalam istilah jawa disebut manunggaling kaula gusti. Nasi yang melambangkan kemakmuran. Bahan pelengkap dalam gunungan seperti sayur dan daging merupakan hasil bumi yang ditanam manusia, Bahan-bahan hasil bumi tersebut melambangkan dari kesuburan bumi.
Megono sendiri yang menjadi khas dari gunungan tradisi ini merupakan simbol masyarakat Pekalongan yang terdiri dari banyak agama, keturunan, budaya sehingga menjadi satu keluarga dibawah naungan Kabupaten Pekalongan yang hidup rukun secara berdampingan tanpa memandang latar belakang. Sehingga megono ini bermakna kerukunan antar masyarakat Pekalongan. Megono terbuat dari macam-macam bahan dan bumbu yang menyimbolkan bahwa perbedaan itu untuk saling melengkapi.
Prosesi upacara tradisi syawalan gunungan megono terdiri dari, tiga acara inti yaitu:
Pertama, persiapan yang meliputi persiapan tempat, persiapan bahan dan peralatan tradisi serta pembuatan megana. Persiapan tempat dengan menyiapkan lapangan obyek wisata Linggoasri, balai desa Linggoasri, dan menyiapkan panggung. Persiapan bahan dan peralatan tradisi meliputi persiapan rangka gunungan yang akan digunakan dan menyiapkan bahan dasar berupa gori.
Dalam proses persiapan ini membutuhkan tenaga, waktu yang ekstra oleh karena itu dari berbagai kalangan masyarakat bergotong royong membentuk kebersamaan, kekompakan tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Kedua, inti yaitu melaksanakan pemotongan gunungan nasi kuning. Ketiga, penutup, yaitu dengan acara ngrayah megono gunungan, dan hasil bumi yang berupa gunungan buah, sayur-sayuran, gunungan nasi kuning dan megana bungkusan.
Upacara tradisi gunungan memiliki fungsi folklor bagi masyarakat pendukungnya seperti fungsi spiritual yaitu sebagai ungkapan syukur masyarakat Linggo Asri setelah 1 bulan puasa penuh. ungkapan rasa syukur tersebut diwujudkan dengan mengadakan tradisi syawalan megono gunungan untuk selalu berbagi terhadap sesama. fungsi sosialnya yaitu sebagai ajang menjalin silaturrahim, gotong royong dan kebersamaan antar masyarakat tanpa memandang status sosialnya, fungsi ekonomi yaitu sebagai promosi objek wisata Linggo Asri. fungsi hiburan dan budaya yaitu sebagai pelestarian budaya seperti tari dan kesenian-kesenian lainnya di Pekalongan.
Lantas bagaimanakah Tradisi Gunungan Megono membangun kerukunan umat beragama dan mewujudkan moderasi?
Linggo Asri merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan. Linggo Asri dinobatkan sebagai desa sadar kerukunan yang ada Jawa Tengah karena di daerah tersebut terdapat empat agama yang berbeda yaitu Islam, Hindu, Budha, dan Katolik serta terdapat dua tempat ibadah yaitu Masjid dan Pura. Namun untuk sosial kemasyarakatan masih tetap rukun dan bergotong royong. Adapun salah satu kunci dari kerukunan ini adalah melalui tradisi seperti yang dikatakan oleh Taswono selaku sekertaris desa Linggo Asri.
Salah satu kunci kerukunan di desa kami adalah warisan dari leluhur yaitu sebuah peninggalan tak benda yang berbentuk tradisi yang jika kita pahami mengandung pesan kebaikan bagi masyarakat Linggoasri,” sambung Taswono saat acara soft launching desa sadar kerukunan Desa Linggo Asri.
Dari sinilah dapat dipahami bahwa tradisi yang berasal dari leluhur membawa suatu makna kebaikan yang bisa dimanfaatkan sehingga dapat merukunkan masyarakat. Gunungan Megono merupakan salah satu dari tradisi-tradisi yang ada di Linggo Asri mengandung makna gotong royong, persatuan, kebersamaan baik dalam proses pembuatannya maupun dalam proses arak-arakannya.
Dengan tradisi inilah masyarakat Linggo Asri dapat membangun kerukunan dan persatuan antar masyarakatnya sehingga bisa mewujudkan sikap moderat. Oleh karena itu sudah seharusnya sebuah tradisi itu dijaga dan dilestarikan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam tidak kemudian di hilangkan karena bukan suatu kemurnian agama. Tradisi sebagai sarana mempersatukan masyarakat dan menjalin tali persaudaraan sesama manusia dapat mengantisipasi terjadinya perpecahan dan konflik antar masyarakat sehingga membentuk masyarakat yang aman dan damai dan makmur.
Sumber bacaan:
Ch ferani Mamudi. 2012. “Upacara Tradisi Syawalan Megana Gunungan di Kawasan Wisata Linggoasri Kabupaten Pekalongan. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sumanto Al-qurtuby. 2019. “Budaya Nusantara Kita: Siapa Peduli?” (Dw.com)
Syamsul Bakhri. 2023. “Tim Pemberdayaan UIN Gus Dur Adakan Soft Launching Linggoasri Sebagai Desa Sadar Kerukunan”. (Uingusdur.ac.id)