Daftar Isi Profil KH. Imron Hamzah
Kelahiran
KH. Imron Hamzah lahir pada tanggal 17 Agustus 1938, di Desa Ngelom, Kecamatan Taman Sidoarjo. Beliau merupakan anak kedelapan dari sebelas bersaudara, dari pasangan Kiyai Hamzah Ismail dan Nyai Muchsinah.
Wafat
KH. Imron Hamzah wafat pada 25 Mei 2000, dalam usia 62 tahun, di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya.
Keluarga
KH. Imron Hamzah menikah pada usia 30 tahun dengan seorang gadis yang bernama Hj. Churiyah, dari desa Jombang. Dalam pernikahanya ini beliau tidak dikaruniai seorang anak. Tetapi beliau mengangkat seorang anak laki-laki bernama Nurul Choir Samiaji yang merupakan keponakan dari Nyai Hj. Churiyah. Sebelumnya, KH. Imron sudah pernah menikah dengan cucu KH. Ma’shum Lasem, yang bernama Siti Aisyah. Namun pernikahan ini tidak berlangsung lama. Keduanya telah firaq setelah empat tahun bersama.
Pendidikan
Ketika umur 9 tahun (1947), Kiyai Imron yang masih darah biru keturunan Mas Karebet atau Joko Tingkir itu dikirim ke Pesantren Tebuireng Jombang, bersama kakak tuanya KH. M. Rifa’i. Dari pesantren asuhan KH. Hasyim Asy’ari ini, beliau pindah ke Pesantren Buntet Cirebon.
Setelah tiga tahun, pindah lagi ke Pesantren Darul Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang hingga 1954. Dari Jombang berguru kepada KH. Ma’shum di PP Al Hidayah Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Dari situ pindah-pindah lagi ke Pesantren Salatiga dan Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Peran di Nahdlatul Ulama (NU)
Sejak masih mondok, Kiyai Imron sudah aktif berorganisasi. Mulai mencuat namanya pada tahun 1952, menjadi anggota pleno GP Ansor cabang Jombang. Tahun 1954, menjadi pengurus IPNU cabang Jombang. Ketika di Lasem (1959), beliau menjadi pengurus cabang NU Lasem. Tahun 1962-1965 naik ke puncak menjadi ketua. Pada tahun terakhir di Lasem ini meletus pemberontakan G30S/PKI, Kiyai Imron tampil sebagai wakil komandan penumpasan PKI.
Setelah pulang ke Ngelom, tahun 1967, beliau masuk di bagian penerangan PERTANU Wilayah Jatim. Tahun itu juga, menjadi ketua Departemen Penerangan GP Ansor Jatim. Tahun 1967-1982 sebagai Katib Syuriyah NU Jatim, yakni saat KH Mahrus Aly menjadi Rais.
Saat NU menjadi partai politik, maka jabatan yang disandang Kiyai Imron adalah jabatan politik. Untuk itu, pada tahun 1971-1982 menjadi anggota DPRD Tingkat I Jatim, 1973-1986 wakil ketua PPP Wilayah Jatim (Ketuanya KH. M. Hasyim Latif), 1982-1987 wakil ketua DPRD Tingkat I Jatim, 1989-1994 Sekjen PP. RMI. Dua kali menjadi anggota MPR-RI utusan Daerah Jatim, masa jabatan 1987-1992 dan 1992-1997.
Beliau juga pernah menjabat Rois Syuriyah PWNU Jatim selama dua periode 1992-1997 dan 1997-2002. Saat itu, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim dipegang KH. A. Hasyim Muzadi. Hanya saja, amanah periode kedua ini tidak bisa tuntas, karena Kiyai Imron dipercaya menjadi Rois Syuriah PBNU periode 1999-2004 berdasarkan keputusan Muktamar Lirboyo.
Salah satu peran penting Kiyai Imron di bidang pengembangan fiqih adalah usahanya merintis kegiatan pengkajian khazanah keislaman salaf melalui berbagai kegiatan halaqah. Upaya itu dilakukannya bersama KH. Wahid Zaini, KH. Masdar F. Mas’udi, dan sejumlah Kiyai muda lainnya melalui Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Salah satu hasil upaya itu adalah lahirnya rumusan Metode Pengambilan Hukum yang menjadi keputusan Musyawarah Nasional NU di Lampung pada 1992.
KH. Imron Hamzah adalah sosok Kiyai penggerak, yang menginspirasi banyak Kiyai muda untuk tetap berperan aktif dalam organisasi. Meski kesibukan dalam dunia organisasi dan politik, beliau masih tetap bisa menyempatkan diri untuk selalu maksimal dalam mengasuh pesantren yang didirikannya, Pondok Pesantren Al Islamiyah, Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo. []
Sumber:
- Duta Masyarakat Baru 23 Mei 2000
- Penelitian Skripsi Isrowiyah (1999) IAIN Surabaya, Peran KH. Imron Hamzah dalam pengembangan pendidikan Islam di Pondok Pesantren Al Islamiyah Ngelom Sepanjang Sidoarjo: studi tokoh KH. Imron Hamzah pengasuh Pondok Pesantren Al Islamiyah. https://digilib.uinsa.ac.id/17866/
https://www.laduni.id/post/read/58248/biografi-kh-imron-hamzah.html