Laduni.ID, Jakarta – Wirid ini dinamakan dengan “Al-Wirdu Al-Lathif” (wirid yang ringan) sebab isi dzikir dalam wirid ini cenderung pendek dan ringkas, berbeda dengan Al-Wirdu Al-Kabir (wirid yang agung) yang juga dikenal dengan nama Miftahus Sa’adah wal Falah yang juga disusun oleh Habib Abdullah. Isi dzikir Al-Wirdu Al-Kabir cenderung panjang dan banyak.
Meski Al-Wirdu Al-Lathif bacaannya ringan tetapi banyak sekali manfaat dan keutamaannya. Banyak ulama yang mengarang kitab tersendiri dalam menjelaskan keutamaan membaca wirid ini. Kitab tersebut di antaranya adalah Al-Wardu Al-Qathif min Fadhailil Wirdul Lathif yang di dalamnya menjelaskan pijakan dalil dan keutamaan dzikir-dzikir yang terdapat dalam Al-Wirdul Al-Lathif.
Selain itu, ada kitab lain yang menjelaskan tentang Al-Wirdu Al-Lathif, yakni Mursyid Dzarif ila Fawaidil Wirdil Lathif dan Al-Maqshad Al-Munif bi Dzikri Maraji’ Wirdil Lathif.
Banyaknya ulama yang memberi ulasan dan penjelasan tentang Al-Wirdu Al-Lathif ini tentunya menunjukkan bahwa wirid ini merupakan amalan yang besar keutamaannya dan benar-benar dapat menentramkan hati dengan membacanya.
Wirdul Lathif merupakan bacaan wirid yang baik untuk dibaca pagi dan sore hari. Sehingga dalam satu hari satu malam, bacaan wirid ini dibaca sebanyak dua kali. Mengenai tentang waktu pagi dan sore, penyusun wirid ini, Al-Imam Abdullah bin ‘Alawi Al-Haddad memberikan penjelasan tentang batas waktu pagi dan sore serta waktu yang utama untuk membaca wirid ini:
أَمَّا وَقْتُ الصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ فَعَلَى حَسَبِ مَا ذَكَرُوْهُ مِنْ أَنَّ الْمَسَاءَ يَدْخُلُ بِالزَّوَالِ، وَالصَّبَاحَ بِمَا بَعْدَ نِصْفِ اللَّيْلِ، أَوِ الثُّلُثِ الْأَخِيْرِ مِنْهُ. وَأَمَّا إِقَامَةُ الْأَذْكَارِ الْوَارِدَةِ فِي الْوَقْتَيْنِ، فَكُلَّمَا كَانَ فِي الْمَسَاءِ إِلَى اللَّيْلِ أَقْرَبُ، مِثْلُ وَقْتِ الْاِصْفِرَارِ وَمِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ، كَانَ الْإِتْيَانُ فِيْهِ بِالْوَارِدِ أَحَبَّ وَأَقْرَبَ إِلَى مُطَابَقَةِ الْحَالِ. وَكَذَلِكَ الصَّبَاحُ مِنْ قُبَيْلِ الْفَجْرِ فَمَا بَعْدَهُ إِلَى الْإِشْرَاقِ. وَعَلَى هَذَا السَّبِيْلِ نَعْمَلُ فِي إِقَامَةِ مَا نَأْتِي بِهِ مِنْ هَذَا الْوِرْدِ الشَّرِيْفِ
“Adapun waktu pagi dan sore, maka hal ini berdasarkan apa yang dijelaskan para ulama bahwa waktu sore dimulai dengan tergelincirnya matahari, dan waktu pagi dimulai saat setelah separuh malam atau sepertiga malam. Adapun melaksanakan dzikir yang berlaku pada dua waktu tersebut (pagi dan sore) maka dapat dilakukan kapan pun saat sore sampai malam, seperti pada waktu menguningnya matahari (terbenamnya matahari) dan awal malam hari. Melaksanakan dzikir yang warid pada waktu tersebut dipandang lebih disukai dan lebih sesuai dengan tuntutan keadaan. Begitu juga dzikir saat pagi dapat dilakukan sebelum munculnya fajar dan waktu setelahnya sampai matahari terang bersinar. Jalan inilah yang aku lakukan dalam melaksanakan wirid yang mulia ini” (Abdullah bin ‘Alwi Al-Haddad, An-Nafa’is al-‘Alawiyah, hal. 42).
Bacaan-bacaan dzikir pada Wirdul Lathif berisi ayat-ayat Al-Qur’an pilihan serta dzikir-dzikir yang dikutip dari Hadis Nabi atau biasa dikenal dengan dzikir ma’tsur. Seluruh bacaan dzikir dalam wirid ini memiliki faedah-faedah tersendiri yang umumnya langsung tercantum dalam hadits tentang keutamaannya. Misalnya seperti dzikir berikut:
مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ ، فَلَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الشُّكْرُ، فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ يَوْمِهِ، وَمَنْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ حِينَ يُمْسِي فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ لَيْلَتِهِ.
“Barangsiapa di pagi hari melafadhkan: “Allahumma ma ashbaha bi min ni’matin fa minka wahdaka la syarika laka, fa lakal hamdu wa lakas syukru” (Ya Allah, kenikmatan yang kami dapatkan di waktu pagi, maka kenikmatan tersebut hanya dari-Mu, tak ada yang menyekutukan-Mu. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu segala rasa syukur) maka dia telah melaksanakan wujud syukur di hari itu. Dan barang siapa yang melafadhkan kalimat tersebut di sore hari, maka ia telah melaksanakan wujud syukur di malam itu.” (HR. Abu Daud)
Dzikir di atas merupakan salah satu penggalan dzikir dalam Wirdul Lathif yang sejatinya merupakan wujud ungkapan syukur kepada Allah SWT. Bacaan lain yang tercantum keutamaannya dalam Hadis adalah dzikir berikut:
سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Sayyidul istighfar (Tuannya permintaan maaf) adalah lafadh: “Allahumma Anta Rabbi, la ilaha illa Anta Khalaqtani, wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa‘dika mastatha‘tu. A‘udzu bika min syarri ma shana‘tu, Abu’u laka bini‘matika ‘alayya, wa Abu’u bidzanbi. Faghfirl, fa innahu la yaghfirudz dzunuba illa anta” (Ya Allah, Engkau Tuhanku. Tiada Tuhan selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang pernah aku perbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu (yang Engkau berikan kepadaku). Aku mengakui dosaku, maka ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau). Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang melafadhkan kalimat tersebut di siang hari dengan keadaan yakin, lalu ia meninggal sebelum masuk sore hari, maka dia termasuk golongan penghuni surga. Dan barangsiapa yang melafalkan kalimat tersebut di malam hari dengan keadaan yakin, lalu ia meninggal sebelum masuk pagi hari, maka ia termasuk golongan penghuni surga.” (HR. Imam Bukhari)
Betapa meruginya, ketika waktu kita tidak digunakan dalam hal yang bermanfaat, seperti membaca Al-Wirdu Al-Lathif. Pastikan kita setiap harinya selalu bersyukur dan merasa tenteram dengan bacaan-bacaan yang menyambungkan kehidupan kita kepada Allah SWT. []
Penulis: Abd. Hakim Abidin
Editor: Atthallah Hareldi
https://www.laduni.id/post/read/517360/keutamaan-wirdul-lathif-dan-cara-mengamalkannya.html