Biografi KH. Abdul Qodir Hasan

Daftar Isi Biografi KH. Abdul Qodir Hasan

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Mengasuh Pesantren
  5. Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)

Kelahiran

KH. Abdul Qodir bin KH. Muhammad Hasan lahir pada tahun 1891 di Tunggul Irang, Martapura.

Wafat

KH. Abdul Qodir Hasan wafat pada hari Sabtu, tanggal 11 Rajab 1398 H atau bertepatan pada 17 Juni 1978 M. Jenazah beliau dimakamkan di Kubah KH. Abdul Qodir Hasan di Jalan KH. M. Kasyful Anwar Pasayangan, Martapura.

Pendidikan

KH. Abdul Qodir Hasan memulai pendidikannya dengan mengaji di Martapura. Guru-guru beliau di antaranya, KH. Abdur Rahman (Guru Adu) Tunggul Irang, dan KH. Muhammad Kasyful Anwar.

Setalah selesai di Martapura, beliau melanjutkan pendidikannya dengan belajar kepada KH. Kholil Bangkalan, dan KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang. Lalu beliau juga sempat belajar di kota Makkah Al-Mukarramah.

Mengasuh Pesantren

KH. Abdul Qodir Hasan dikenal sebagai sesepuh di Pondok Pesantren Darussalam dan seringkali dipanggil dengan sebutan Guru Tuha. Beliau adalah orang yang menjadi tangan kanan KH. Muhammad Kasyful Anwar saat menjabat sebagai pimpinan Pondok Pesantren Darussalam tahun 1922 s/d 1940 dan kemudian menggantikan sebagai pimpinan setelah KH. Muhammad Kasyful Anwar wafat dari tahun 1940 s/d 1959.

Sejak kepemimpinan KH. Abdul Qodir Hasan, banyak guru pengajar di Darussalam yang ditugaskan untuk berdakwah dan mengajar agama Islam keluar daerah seperti Sampit, Pontianak, kotawaringin, Kotabaru, Purukcahu dan daerah di luar Kalimantan Selatan lainnya. Para guru yang dikirim tersebut bermukim di tempat-tempat tersebut dan lalu mendirikan madrasah/pesantren-pesantren yang berafiliasi dengan Pondok Pesantren Darussalam Martapura.

Pada masa pendudukan Jepang, Pondok Pesantren Darussalam dipaksa untuk menjadi asrama tentara Jepang, namun KH. Abdul Qodir Hasan tetap berinisiatif agar proses belajar mengajar masih tetap terus dijalankan dengan disebarkan di rumah-rumah guru pengajar dan terus istiqomah kegiatan sekolah dijalankan seperti itu hingga Jepang keluar dari Martapura tahun 1945.

Pada masa revolusi kemerdekaan KH. Abdul Qodir Hasan bertindak sebagai sesepuh gerakan gerilya di Kalimantan, memberikan semangat dan kekuatan batin bagi para pejuang gerilya yang berusaha mengusir tentara Belanda yang kembali hendak menjajah tanah air. Pada tahun selanjutnya, awal kemerdekaan RI beliau turut aktif memulihkan keamanan bersama-sama dengan Almarhum KH. Zainal Ilmi, Dalam Pagar, Martapura.

Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)

KH. Abdul Qodir Hasan termasuk murid yang paling disayangi oleh KH. Hasyim Asy’ari dan dipercaya untuk mendirikan cabang NU pertama di luar Pulau Jawa yakni di Kota Martapura setelah mengikuti Muktamar Nahdlatul Ulama pertama tanggal 21 Oktober 1926 di Surabaya. Dari Kota Martapura inilah beliau mendirikan dan melantik cabang-cabang organisasi NU di beberapa wilayah di Pulau Kalimantan sebagai Rois Syuriah pada masa itu.

Di masa kepemimpinannya sebagai pengasuh pondok dan Rois NU, beliau tetap bisa melaksanakan pertemuan rutin setiap bulan di aula Pondok Pesantren Darussalam yang dihadiri oleh seluruh Tuan Guru yang ada di kota Martapura dan sekitarnya untuk membahas persoalan agama yang timbul di masyarakat (Bahtsul Masa’il) dan ditutup dengan tahlilan, acara ini disebut dengan istilah Lailatul Ijtima. Hasil forum Bahtsul Masail ini kemudian disebarkan kepada masyarakat sebagai solusi terhadap berbagai persoalan keagamaan dan sosial yang terjadi di masyarakat. []


Artikel ini telah diterbitkan tanggal 09 November 2020, dan diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 17 Juni 2023.

https://www.laduni.id/post/read/58678/biografi-kh-abdul-qodir-hasan.html