Laduni.ID, Jakarta – Salah satu rukun yang menjadikan qurban bisa diterima adalah niat. Niat merupakan inti ibadah. Niat dimaksudkan agar dapat dibedakan antara qurban sunnah dan qurban wajib, karena keduanya memiliki kedudukan dan konsekuensi hukum yang berbeda.
Penjelasan ini bisa dilihat di dalam Kitab I’anatut Tholibin, juz 2 halaman 376. Berikut keterangan teksnya:
أَيْ يُشْتَرَطُ فِيْهَا النِّيَّةُ عِنْدَ الذَّبْحِ أَوْ قَبْلَهُ عِنْدَ التَّعْيِيْنِ لِمَا يُضَحِّي بِهِ. وَمَعْلُوْمٌ أَنَّهَا بِالْقَلْبِ، وَتُسَنُّ بِاللِّسَانِ، فَيَقُوْلُ: نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ، أَوْ أَدَاءَ سُنَّةِ التََّضْحِيَّةِ. فَإِنْ اِقْتَصَرَ عَلَى نَحْوِ الْأُضْحِيَّةِ صَارَتْ وَاجِبَةً يَحْرُمُ الْأَكْلُ مِنْهَا.
“Disyaratkan niat ketika menyembelih, atau sebelumnya, yakni ketika menentukan hewan yang akan dijadikan qurban. Sudah maklum bahwa tempatnya niat adalah hati, dan disunnahkan juga dilafadhkan dalam lisan. Orang yang berqurban berniat, “Nawaitul udhiyatal masnunah (Saya niat berqurban sunnah)”, atau “Nawaitu ada’a sunnatit tadhiyah (Saya niat menunaikan kesunnahan qurban).” Jika ia tidak menyebutkan kata “sunnah”, misalkan hanya mengatakan, “Saya niat berqurban”, maka qurbannya menjadi wajib, sehingga diharamkan atasnya untuk memakan bagian dari hewan qurban itu (baik daging, kulit, dan lainnya).”
Dari sini kita bisa memahami bahwa niat ini penting karenag menyangkut dengan konsekwensi hukumnnya juga. Maka, di dalam niat perlu ada penentuan yang dimaksud, agar menjadi jelas apakah sunnah atau wajib. Karena kalau wajib, maka orang yang melakukan qurban tersebut sama sekali tidak boleh memakan bagian apapun dari hewan qurbannya. Termasuk qurban wajib ini adalah sebab ada nadzar akan melakukan qurban. Tapi kalau tidak ada nadzar, dan hanya melakukan ibadah qurban sunnah, maka boleh untuk mendapat bagian hewan qurbannya maksimal sepertiga bagian.
Perlu juga diperhatikan, di dalam keterangan Kitab I’anatut Tholibin di atas jika orang hanya berniat qurban saja, tanpa memperjelasnya dengan kalimat sunnah, maka qurban ini termasuk dalam kategori wajib yang konsekwensinya bagi seorang yang melakukan qurban tersebut tidak boleh sama sekali memakan bagian manapun dari hewan qurbannya.
Sebanarnya menurut keterangan Kitab I’anatut Tholibin di atas, lafadh niat cukup sebagaimana berikut ini:
نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ
“Saya berniat qurban sunnah”
Atau dengan lafadh kedua yang maknanya juga sama, yakni berikut ini:
نَوَيْتُ أَدَاءَ سُنَّةِ التََّضْحِيَّةِ
“Saya berniat untuk melaksanakan sunnah qurban”
Niat di atas dinilai cukup untuk dibaca oleh orang yang akan melakukan qurban. Dan qurban yang dimaksudkan adalah qurban yang sunnah. Tetapi kalau melakukan qurban wajib, seperti karena nadzar, maka penentuan lafadh sunnah diganti wajib.
Secara substansi, niat itu perlu ditentukan untuk membedakan sunnah atau wajib. Dan lafadh niat ini bisa bervariasi dengan maksud substansi yang sama. Lebih jelas dan lebih mudahnya niat bisa dilafadhkan sebagaimana berikut ini:
1. Jika melakukan qurban wajib untuk diri sendiri, maka bisa melafadhkan niat berikut ini:
نَوَيْتُ أَنْ أُضَحِّيْ عَنْ نَفْسِيْ فَرْضًا لِلّهِ تَعَالَى
“Saya niat berqurban untuk diri sendiri berupa qurban fardhu/wajib karena Allah SWT.”
2. Jika qurban sunnah untuk diri sendiri, maka bisa melafadhkan niat berikut ini:
نَوَيْتُ أَنْ أُضَحِّيَ عَنْ نَفْسِي سُنَّةً للهِ تَعَالَى
“Saya niat berqurban untuk diri sendiri berupa qurban sunnah karena Allah SWT.”
3. Sedangkan jika niatnya untuk orang banyak (qurban kolektif) berupa qurban sapi misalnya (tujuh orang), maka bisa melafadhkan niat dengan disesuaikan nama orang-orang yang berqurban. Berikut ini contoh niatnya:
نَوَيْتُ أَنْ أُضَحِّيَ عَنْ أَحْمَدَ و …، و…، و… سُنَّةً لله تَعَالَى
“Saya niat berqurban untuk ahmad dan… dan… (disebutkan 7 orang) berupa qurban sunnah karena Allah SWT.”
Atau niatnya juga bisa disingkat sebagai berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أُضَحِّيَ عَنْ هَؤُلَاءِ سُنَّةً لله تَعَالَى
“Saya niat berqurban untuk mereka (orang-orang yang dimaksud melakukan qurban bersama) berupa qurban sunnah karena Allah SWT.”
Demikian niat yang bisa dibaca oleh orang yang akan melakukan ibadah qurban. Niat ini sebagai penentu agar jelas status qurban apakah sunnah atau wajib. Kalau sunnah maka orang yang melakukan qurban boleh untuk ambil bagian daging hewan qurbannya maksimal sepertiga. Tetapi kalau niat qurban adalah wajib seperti karena nadzar maka orang yang melakukan ibadah qurban tersebut tidak boleh sama sekali mengambil bagian apapun dari hewan qurbannya dan wajib disedekahkan semua. []
Sumber: Kitab I’anatut Tholibin karya Sayyid Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi
Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 05 Juli 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
___________
Editor: Hakim
https://www.laduni.id/post/read/80745/bacaan-niat-ibadah-qurban.html